Psikolog: Media Sosial Bisa Memicu Perilaku Bullying

12 April 2019 11:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi media sosial. Foto: PhotoMIX-Company via Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media sosial. Foto: PhotoMIX-Company via Pixabay
ADVERTISEMENT
Media sosial seakan sudah enggak bisa lagi dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Berbagai informasi dengan mudah didapatkan dan dibagikan lewat Twitter, Facebook, Instagram, dan media sosial lainnya.
ADVERTISEMENT
Tapi di samping manfaat, media sosial sayangnya juga disertai dengan dampak negatif, seperti cyberbullying atau perundungan di dunia maya. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah kasus pendidikan per 30 Mei 2018 berjumlah 161 kasus, dari jumlah tersebut terungkap data anak korban kasus kekerasan dan bullying mencapai 22,4 persen, serta anak pelaku kekerasan dan bullying mencapai 25,5 persen.
Sejak 2011 hingga 2016, juga ditemukan sekitar 253 kasus bullying, yang terdiri dari 122 anak yang menjadi korban dan 131 anak menjadi pelaku. Data ini enggak jauh berbeda dengan Kementrian Sosial yang melaporkan hingga Juni 2017, ada 967 kasus dengan 117 kasus di antaranya adalah bullying. UNICEF pada 2016 juga melaporkan, sebanyak 41 hingga 50 persen remaja di Indonesia dalam rentang usia 13 sampai 15 tahun pernah mengalami tindakan cyberbullying.
ADVERTISEMENT
Menurut Psikolog Sosial dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Koentjoro, media sosial bisa memengaruhi perilaku sosial seseorang, termasuk bullying. “Media sosial berpengaruh besar dalam memicu tindakan bullying,” jelas dia, dilansir laman resmi UGM.
Koentjoro melihat penggunaan gadget dan media sosial pada anak muda saat ini kurang terkontrol. Mereka banyak yang menggunakan media sosial dan bebas menulis status serta komentar. Padahal belum sepenuhnya mampu menyaring informasi yang didapatkan.
“Seringnya anak muda mengumbar kekesalan dan rasa benci terhadap sesuatu atau seseorang tidak lagi secara face to face, tetapi lewat media sosial tanpa adanya kroscek. Hal ini sangat mudah menyulut kemarahan dan kebencian,” terangnya.
Selain itu, ia menilai munculnya tindakan bullying sendiri salah satunya akibat kurangnya peran orang tua atau keluarga dalam mendidik anak. Beragam faktor dalam keluarga menyebabkan seseorang menjadi pelaku bullying. Di antaranya seperti kurang perhatian, pola asuh yang terlalu tegas, serta kurang penghargaan.
ADVERTISEMENT
Bullying ini menunjukkan ada yang salah dengan pendidikan dalam keluarga. Orang tua kurang memberikan penanaman budaya lokal dan nilai-nilai untuk memahami orang lain,” ujar Koentjoro.
Nah, untuk mencegah perilaku bullying, Koentjoro menyebut pemberian hukuman yang tegas perlu dilakukan terhadap pelaku. Cara ini bisa memberikan efek jera bagi para pelaku, yang disertai dengan pembinaan oleh pihak terkait.
Lalu bagaimana jika menjadi korban bullying? Koentjoro menjelaskan pentingnya support system seperti teman dan keluarga, untuk menunjukkan empati. Caranya bisa dengan mendengarkan keluhan, dan membesarkan hati untuk membangkitkan kepercayaan diri.