QnA Moses Mayer: Pencetus SampahLink dan Diterima 5 Kampus Ivy League

13 April 2019 9:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Moses Mayer Foto: Hesti Widianingtyas/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Moses Mayer Foto: Hesti Widianingtyas/kumparan
ADVERTISEMENT
Usia 18 tahun menjadi masa ketika seorang remaja menggebu meraih semua mimpi dan cita-citanya. Enggak terkecuali dengan Moses Mayer, siswa kelas 12 di Jakarta International School (JIS).
ADVERTISEMENT
Moses, panggilan akrabnya, sekilas terlihat enggak jauh berbeda dengan remaja seusianya. Tapi prestasi yang telah diraih cowok kelahiran Februari 2002 inilah yang membuatnya menjadi sorotan di antara remaja lain.
Di sekolah, Moses dan murid JIS lainnya mendirikan 'Mu Alpha Tetha - Math Honor Society', sebuah klub pecinta Matematika pertama di Indonesia, yang berpusat di Amerika Serikat.
Ia juga telah memenangkan banyak penghargaan olimpiade, khususnya di kompetisi matematika, informatika, dan computer science tingkat nasional maupun internasional. Di antaranya medali emas OSN, medali emas National Olympiad in Informatics di Singapura, medali perunggu Internasional Olympiad of Metropolises di Moskow, dan medali perunggu di Junior Balkan Mathematics Olympiad di Romania.
Prestasinya ini mendatangkan tawaran dari kampus-kampus ternama di Indonesia, seperti UI dan UGM, lima kampus Ivy League di Amerika Serikat yaitu Harvard University, Princeton University, Yale University, Cornell University, University of Pennsylvania, juga kampus lain yaitu M.E.T UC Berkeley, UCLA, University of Michigan, dan Carnegie Melon University.
ADVERTISEMENT
Matematika juga mengantarkan Moses untuk mengembangkan solusi masalah kebersihan, yang diberi nama SampahLink. SampahLink yang ia kembangkan sejak kelas 11, adalah sebuah aplikasi smartphone untuk pengelolaan sampah, memberikan bantuan microfinance untuk kesejahteraan para pemulung.
Berkesempatan untuk mengenal Moses lebih dekat, kumparan ngobrol soal kesehariannya, hobi, sampai mimpinya untuk SampahLink dan Indonesia. Yuk, simak di bawah ini!
Hey, Moses! Apa kabar? Lagi sibuk apa?
Baik, nih. Baru selesai UNBK seminggu yang lalu. Sekarang lagi persiapan dan belajar untuk IB exam di Mei.
Gimana, sih, kamu bisa dapat penghargaan sebanyak itu?
Ya, aku coba memahami materi yang diberikan. Dari situ aku belajar dari soal-soal sebanyak mungkin.
Terus kapan mainnya?
Aku suka, kok, main basket sama teman-teman. Kadang juga main game online dan di waktu senggang aku coding yang ringan-ringan aja.
ADVERTISEMENT
Selain sekolah, kan, kamu juga disibukkan dengan SampahLink. Sebenarnya bagaimana awal munculnya ide SampahLink ini?
Aku sering melihat pemulung sedang mengorek sampah di pinggir jalan untuk mencari sampah kering yang bisa mereka jual untuk daur ulang. Padahal banyak orang, di rumah tangga khususnya, yang punya banyak sampah kering tapi bingung mengelolanya.
Di sinilah muncul ide SampahLink yang menghubungkan pemulung dengan pemilik sampah lewat aplikasi berbasis smartphone, sehingga kedua belah pihak diuntungkan.
SampahLink ini berbasis teori matematika, ya?
Iya. Jadi dalam riset aku yang berjudul 'On the Game-Theoritics Model of Indonesia's Pollution State', aku menggunakan salah satu teori matematika, yaitu game theory. Jadi teori ini untuk membuat rumus matematika dalam mengatasi sampah. Waktu itu aku melakukan riset dibantu mentor Carl Yerger dari Davidson College di Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Dari situ aku kembangin sendiri, sosialisasi dengan pemulung di berbagai daerah, dan bertemu orang-orang yang bisa membantu di SampahLink ini. Tahun lalu kami sudah dua kali peluncuran SampahLink. Pertama itu launching Android, kedua itu untuk iOS. Semakin banyak juga pengguna aplikasi ini, jumlahnya sekitar 200 orang.
Moses Mayer Foto: Hesti Widianingtyas/kumparan
Gimana kabar SampahLink kalau kamu kuliah di luar negeri?
Aku berharap SampahLink bisa tetap maju walaupun aku keluar negeri untuk belajar. Masih bisa juga aku monitor dari sana. SampahLink ini, kan, aku mau arah dan visi misinya tetap sama.
Sekarang juga kami sedang mengembangkan SampahLink agar orang bisa jual beli barang yang ingin didaur ulang, perabotan yang udah enggak digunakan. Semoga lebih berguna dan mengurangi banyaknya sampah di daerahnya. Ke depan kalau ada kesempatan juga akan aku coba bawa ke pemerintah (untuk kerja sama).
ADVERTISEMENT
Jadi kamu sudah memutuskan mau kuliah di mana?
Untuk kuliah, sih, emang cukup sulit untuk memilih salah satu. Tapi setelah saya diskusikan dengan orang tua, jadi ada tiga pilihan yaitu Harvard, M.E.T UC Berkeley, dan Princeton University. Pada akhirnya aku sendiri udah memilih untuk kuliah di Harvard, karena menurutku kampus ini yang bisa paling mendukung aku untuk mengejar dan belajar hal-hal yang aku suka.
Memangnya mau ambil jurusan kuliah apa, Moses?
Kalau enggak Matematika, aku mau ambil Ekonomi.
Tapi pasti balik ke Indonesia, dong?
Itu pasti aku balik ke Indonesia. Kayak idolaku Pak Habibie, dia, kan, ke luar negeri untuk belajar dulu dan akhirnya balik ke Indonesia. Aku enggak cuma mau menuntut ilmu di sana, tapi juga memperluas jaringan.
ADVERTISEMENT