Respons Mahasiswa soal Hapus Fakultas Usang: Ikuti Kebutuhan Zaman

11 Oktober 2018 19:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi terima pejabat Kemenristekdikti di Istana Negara. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi terima pejabat Kemenristekdikti di Istana Negara. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam pidatonya di Istana Negara pada Rabu (10/10), Presiden Jokowi menyampaikan bahwa fakultas dan program studi yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman mesti dihapus dan diganti yang baru.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak mau dengar Perguruan Tinggi tidak mau menghapus fakultas atau prodi yang sudah usang. Ganti baru, masak sudah 30-40 tahun fakultas prodi itu-itu saja,” katanya di hadapan pimpinan Perguruan Tinggi Negeri dan pejabat di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebagaimana dilansir Antara.
Jokowi meminta agar pembukaan prodi dan fakultas baru di Perguruan Tinggi dipermudah agar mendukung ekosistem dalam merespons perkembangan global. Namun begitu, presiden tidak menyebut secara spesifik fakultas atau prodi apa yang dimaksud.
Merespons wacana Jokowi tersebut, Ketua BEM Universitas Padjadjaran Izmu Tamami Roza ikut berkomentar. Menurutnya apa yang dimaksud dengan fakultas dan prodi usang itu mesti didefinisikan terlebih dahulu oleh presiden dan Kemenristekdikti.
“Yang dimaksud usang itu kriterianya apa? Yang dianggap tidak fleksibel dengan perkembangan zaman itu yang mana dulu? Sehingga jelas rekomendasinya dari Dikti. Bukan tiap univ (bebas) mendefinisikan seberapa usang atau seberapa fleksibelnya dia,” jelas Izmu.
ADVERTISEMENT
Menurut Izmu, jika universitas diberikan pilihan bebas untuk menutup atau membuka prodi sendiri maka universitas juga punya opini masing-masing untuk mempertahankan prodi dan fakultas yang sudah ada.
Melanjutkan pendapat Izmu, Ketua BEM Institut Pertanian Bogor, Qudsyi Ainul Fawaid menganggap kalau wacana penghapusan prodi dan fakultas oleh Jokowi dianggap sebagai suatu opsi yang dilontarkan secara spontan.
“Apabila realita yang ada fakultas terkait sudah usang dan tidak mengikuti perkembangan zaman, seharusnya dilihat dari berbagai faktor terlebih dahulu,” ujarnya.
Presiden Jokowi terima pejabat Kemenristekdikti di Istana Negara. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi terima pejabat Kemenristekdikti di Istana Negara. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
Kedua Ketua BEM tersebut tidak sepakat jika ada prodi dan fakultas yang sudah dikembangkan di kampus bertahun-tahun lamanya dihapuskan. Izmu menganggap sistem prodi dan fakultas sekarang aman-aman saja.
“Saya lebih setuju untuk fakultas terkait bukan dihapuskan, melainkan kurikulum disesuaikan dan lebih aplikatif terhadap kebutuhan zaman,” tutur Qudsyi.
ADVERTISEMENT
Menurut Izmu wacana kebijakan penghapusan prodi atau fakultas dinilai radikal.
“Lebih baik ya jadi opsi aja untuk adanya jurusan atau fakultas baru yang mengikuti zaman. Saya kira itu lebih bagus daripada menghilangkan fakultas-fakultas yang sudah ada dengan segala macam latar belakang historisnya,” kata mahasiswa Sastra Arab angkatan 2014 itu.
Senada dengan pendapat Izmu, aktivis dan kolumnis mahasiswa dari Program Studi Manajemen Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Gusnanto merasa tidak masalah dengan adanya penambahan prodi baru.
“Saya sih fine-fine aja, di Manajemen misalnya dikembangkan jurusan Store Management, Retail Management, Logistic Management, dan sebagainya bakal lebih menarik,” kata mahasiswa yang akrab disapa Gus.
Gus menambahkan, “Dari sudut pandang mahasiswa menurutku itu bagus, di era 4.0 sekarang barangkali memang sudah seharusnya ke arah situ. Harapannya mahasiswa nanti punya keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan zaman.”
ADVERTISEMENT