Riset: Cara Berpikir Dapat Menentukan Selera Musik Kamu

19 Januari 2018 14:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Musik (Foto: flickr/Martin Cathrae)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Musik (Foto: flickr/Martin Cathrae)
ADVERTISEMENT
Kamu adalah apa yang kamu dengarkan. Perkataan tersebut mungkin cocok untuk mendeskripsikan secara singkat sebuah hasil riset yang dilakukan oleh University of Cambridge.
ADVERTISEMENT
Sebuah riset berjudul “Musical Preferences are Linked to Cognitive Styles” yang ditulis oleh David M. Greenberg pada 2015, menunjukkan bahwa orang yang memiliki rasa empati tinggi (empathisers) cenderung memilih untuk mendengarkan musik lembut (mellow) serta yang berenergi rendah.
Di sisi lain, mereka yang tergolong sebagai “systemisers” – orang-orang yang gemar menganalisis pola – cenderung lebih menikmati musik punk, heavy metal, serta jenis musik lainnya yang terbilang kompleks.
Dilansir BBC, riset ini dilakukan dengan melibatkan 4.000 peserta, yang dibagi menjadi empat kelompok sampel, dan mengikutkan mereka ke dalam serangkaian tes yang berbeda.
Pertama, mereka diharuskan untuk mengisi sebuah kuesioner dengan berbagai pernyataaan yang didesain untuk menilai apakah mereka secara keseluruhan termasuk ke dalam kategori “emphatishers” atau “systemisers”.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, para peserta ditanyakan apakah mereka tertarik dengan desain dan konstruksi mesin mobil. Selain itu mereka juga ditanyakan, apakah mereka bagus dalam memprediksi perasaan orang.
Setelah itu, mereka dikenalkan dengan 50 jenis musik yang terdiri dari 26 gaya yang berbeda, dan diharuskan untuk memberi nilai dengan skala 1 sampai 10.
Singkatnya, kedua bentuk tes tersebut menunjukkan bahwa mereka yang mempunyai skor tinggi dalam hal empati, ternyata lebih tertarik pada musik R&B, soft rock, dan folk.
Ilustrasi musik (Foto: unpslash)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi musik (Foto: unpslash)
Sebaliknya, mereka yang mendapatkan skor tinggi sebagai seorang “systemisers” akan lebih mendengarkan musik-musik yang merupakan karya dari band metal, jazz avant-garde, dan musik kompleks lainnya.
Studi yang dilakukan oleh seorang mahasiswa doktoral jurusan psikologi tersebut, dikatakan dapat menjadi salah satu alat bantu dalam industri musik di waktu yang akan datang.
ADVERTISEMENT
“Banyak uang dihabiskan pada alogaritma untuk memilih musik apa yang mungkin ingin kamu dengar, contohnya pada Spotify dan Apple Music,” jelas dia.
“Dengan cara mengetahui cara berpikir seseorang, layanan tersebut bisa menyesuaikan rekomendasi musik ke arah (yang lebih) individual di masa yang akan datang,” tutup dia.