Riset: Cewek dan Cowok Punya Cara Berbeda untuk Mengatasi Patah Hati

21 Februari 2018 16:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baru patah hati? Hati-hati lho ... (Foto: ThinkStock)
zoom-in-whitePerbesar
Baru patah hati? Hati-hati lho ... (Foto: ThinkStock)
ADVERTISEMENT
Jenis kelamin rupanya berpengaruh dalam sikap dan bagaimana seseorang menangani patah hati yang mereka alami. Hal ini diungkap lewat sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Binghamton University dan University College London.
ADVERTISEMENT
Mereka melakukan untuk menemukan korelasi antara jenis kelamin dan cara mereka dalam menangani Post Relationship Grief (PRG), atau patah hati setelah putus cinta.
Para peneliti melakukan survei online dengan melibatkan 5.706 orang dari 96 negara di dunia. Dalam survei ini, para peserta ditanya tentang sejarah hubungan asmara mereka, termasuk pengalaman putus. Setelahnya, para peserta tadi diminta untuk menilai respons mereka terhadap perpisahan atau putus dalam skala angka 0 sampai 10.
Hasilnya, sebanyak 75 persen peserta menyatakan bahwa mereka pernah mengalami masa putus dalam pacaran.
Dari 98 persen peserta yang mengatakan bahwa hubungan mereka pernah berakhir, sebanyak 96 persen dilaporkan memiliki trauma emosional seperti kemarahan, depresi, hingga rasa cemas. Sedangkan sebanyak 93 persen mengaku memiliki trauma fisik seperti mual, sulit tidur, sampai mengalami penurunan berat badan.
ADVERTISEMENT
Para cewek dilaporkan sedikit lebih sulit menerima kenyataan berpisah dalam hubungan asmara. Mereka memiliki respons emosional yang jauh lebih tinggi dibanding para cowok. Selain itu, mereka juga menunjukkan respons “ketakutan” yang lebih tinggi dibanding cowok.
Perpisahan yang terjadi pada para cewek juga dikatakan akan mempengaruhi kepercayaan diri mereka. Sementara itu, para cowok akan lebih fokus pada intensitas dan durasi PRG itu sendiri.
Selain itu, ditemukan juga bahwa tingkat PRG lebih rendah pada mereka yang memulai perpisahan ketimbang mereka yang enggak. Para peserta ini juga mengungkap bahwa alasan paling umum yang menyebabkan mereka berpisah adalah kurangnya komunikasi.