Serial Netflix ‘13 Reasons Why’ Libatkan Organisasi Kesehatan Mental

13 Reasons Why (Foto: Netflix)

Serial Netflix ‘13 Reasons Why’ kembali hadir untuk season keduanya yang sudah bisa ditonton sejak tanggal 18 Mei kemarin.

Setelah mendapat kritik karena penggambaran soal gangguan mental di season sebelumnya dan kurangnya peringatan terhadap para penonton, Netflix akhirnya merealisasikan janjinya untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu gangguan mental.

Setidaknya 30 grup akademis, perusahaan nirlaba, dan organisasi digaet untuk memberikan layanan informasi dan panduan online terkait kesehatan mental. Beberapa yang terlibat di antaranya adalah The Trevor Project, the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, the National Council for Behavioral Health, dan The Jason Foundation.

Setelah ‘13 Reasons Why’ pertama dirilis, kesehatan mental menjadi alarm bahwa isu ini sangat penting dan serial ‘13 Reasons Why’ membawa pesan yang jelas soal masalah yang dihadapi banyak remaja saat ini.

Dikutip dari Teen Vogue, Dr. Sansea L. Jacobson, asisten profesor psikiatri dari University of Pittsburgh yang juga salah satu kolaborator yang terlibat, menjelaskan latar belakang terjadinya kolaborasi dengan Netflix ini.

"Mengetahui akan ada isu seperti bunuh diri, penembakan di sekolah, dan kekerasan di season kedua, kami bergabung untuk membuat panduan dengan maksud untuk memberikan saran praktis dan sumber daya pendidikan yang diinformasikan secara ilmiah,” jelasnya.

Menurut pernyataan dari SAVE (Suicide Awareness Voices of Education), organisasi yang terlibat dalam kolaborasi ini percaya bahwa layanan informasi dan panduan online yang disajikan juga mampu jadi pegangan orang tua yang ingin menemani anak-anaknya menonton serial Netflix ‘13 Reasons Why’.

Situs layanan informasi dan panduan online bisa diakses di https://13reasonswhy.info/. Dalam situs ini juga tersedia layanan konsultasi dengan orang dewasa terpercaya atau ahli kesehatan mental.

"Meskipun serial ini membuka dialog penting mengenai topik sensitif yang ingin dan perlu dipahami oleh remaja, kami juga perlu memastikan bahwa pesan yang disampaikan melalui media aman dan efektif," tegas Dr. Sansea L. Jacobson.