SMA Selamat Pagi Indonesia, Rumah bagi Para Pelajar Kurang Beruntung

19 Februari 2019 20:21 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Julianto Eka Putra, pendiri SMA SPI dan Top Leader HDI Foto: Dok. Worldwide Communications
zoom-in-whitePerbesar
Julianto Eka Putra, pendiri SMA SPI dan Top Leader HDI Foto: Dok. Worldwide Communications
ADVERTISEMENT
Mendirikan sekolah gratis sudah pasti bukan hal yang mudah dan murah. Lebih dari itu, mendirikan sekolah gratis yang berkualitas dan layak akan jauh lebih sulit lagi.
ADVERTISEMENT
Namun enggak ada yang mustahil bagi Julianto Eka Putra. Pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) yang terletak di Batu, Malang, Jawa Timur ini punya tujuan mulia yaitu untuk membantu anak-anak berlatar belakang kurang beruntung lewat pendidikan dan sekolah yang dia bangun.
“Saya ingin kalau ada orang datang berkunjung ke SPI kesan yang mereka dapatkan itu bukannya sedih atau kasihan, tapi rasa kagum ‘kok bisa, ya, sekolah gratis ini punya fasilitas bagus dan murid-muridnya juga hebat,” ungkapnya.
Beberapa murid di SMA SPI beberapa memang ada yang berasal dari keluarga miskin, yatim piatu, punya kepercayaan diri yang sangat rendah, atau bahkan traumatis. Mulai dari korban bullying hingga anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengangkat rasa percaya diri dan menumbuhkan perilaku positif, Julianto juga menerapkan pengajaran yang menggugah visi para murid, fleksibel, dan mengikuti zaman. Dia menuturkan, jika ada murid yang senang pergi ke sekolah hanya karena ingin bertemu temannya atau senang saat jam pelajaran usai, maka para guru harusnya berintrospeksi diri.
“Guru-guru enggak boleh parno sama gadget, anak sekarang tuh bisa mencatat pakai gadget. Kalau kita enggak bisa jadi present person, kasihan anak-anak kita,” ujar Julianto.
Para murid di sana juga didukung untuk merealisasikan minat dan bakatnya masing-masing. Julianto bahkan berusaha meyakinkan para pengajar untuk enggak memiliki anggapan bahwa anak-anak yang pintar hanya anak-anak yang jago matematika atau sains saja.
ADVERTISEMENT
“Singkirkan mindset orang yang pintar masak itu lebih rendah dari yang pintar matematika, singkirkan mindset gamer itu lebih rendah dari manager. Pada dasarnya enggak ada murid yang bodoh, kita harus mencari tahu apa bakat dia,” Julianto menyarankan.
Selain pengajarannya yang berbeda, enggak seperti sekolah biasanya, di SMA SPI para murid juga dilatih soal kewirausahaan dari berbagai unit usaha. Hingga saat ini terdapat 16 divisi di antaranya adalah agen wisata, peternakan, perkebunan, penyiaran, manajemen pertunjukan, pernak-pernik, kuliner, hotel, event organizer dan lain-lain.
Kisah perjuangan nyata Julianto dan para murid SMA SPI saat ini bahkan telah diadaptasi ke layar lebar berjudul “Say, I Love You...”. Film ini rencananya akan segera tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia tahun ini.
ADVERTISEMENT
Berikut kamu bisa intip trailernya.