Talkshow Go-Young Farmers: Anak Muda Perlu Menjadi Petani

9 Maret 2018 10:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani panen bawang putih di kawasan Sembalun (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Petani panen bawang putih di kawasan Sembalun (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mimpi untuk mewujudkan ketahanan pangan bukan enggak mungkin terancam pupus. Data Kementerian Pertanian mengungkap bahwa setiap tahunnya Indonesia kehilangan rumah tangga petani sekitar 2% karena beralih ke sektor lain di luar sektor pertanian.
ADVERTISEMENT
Bahkan, jumlah petani yang memilih hijrah ke pekerjaan di sektor lain justru lebih banyak dibanding angka anak muda yang memilih untuk menekuni usaha pertanian. Yap, menjadi orang kantoran dengan gaji tinggi bisa dibilang lebih menarik bagi hampir seluruh anak muda zaman sekarang.
Talkshow Go-Young Farmers (Foto: Dok. Bayer)
zoom-in-whitePerbesar
Talkshow Go-Young Farmers (Foto: Dok. Bayer)
Kalau terus dibiarkan, maka target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045 bisa jadi hanya khayalan saja. Satu-satunya jalan mengatasi hal ini adalah dengan mengajak kaum muda turut aktif di bidang pertanian. Seperti yang dilakukan oleh Bayer lewat Talkshow Go-Young Farmers yang digelar pada Jakarta Food Security Summit 2018 di Jakarta Convention Center ini.
“Indonesia akan mengalami periode bonus demografi, di mana jumlah orang produktif lebih tinggi daripada jumlah lansia dan anak-anak. Ini merupakan kesempatan bagi kita untuk mengenalkan pertanian pada generasi muda. Kalau enggak, pertanian akan mengalami kekurangan sumber daya manusia dan akan sulit mencapai ketahanan pangan nasional,” tutur Dr. Bayu Krisnamurthi, Dosen IPB sekaligus Mantan Wakil Menteri Pertanian dan Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu II.
ADVERTISEMENT
Digital Farming
Kalangan milenial sangat dekat dengan teknologi. Hal ini pun dijadikan kesempatan untuk menggaet lebih banyak kaum muda untuk aktif dalam dunia pertanian. Lalu, tercetuslah konsep digital farming di mana teknologi dapat membuat manajemen risiko di pertanian menjadi lebih mudah. Juga, membatu meningkatkan potensi keuntungan secara berkelanjutan.
Talkshow Go-Young Farmers (Foto: Elsa Toruan)
zoom-in-whitePerbesar
Talkshow Go-Young Farmers (Foto: Elsa Toruan)
Digital farming ini bisa membantu meramal cuaca, menetapkan waktu dan volume yang tepat dalam pengaplikasian produk perlindungan tanaman dan pemupukan. Pertanian digital ini juga memungkinkan meningkatkan hasil panen dengan meminimalkan dampak pertanian pada lingkungan hidup,” kata Jens Hartmann, Head of Region APAC 1 Crop Science Division, Bayer.
Salah satu produk digital farming yang dipaparkan adalah microbubble generator yang bisa menggabungkan pertanian dan budidaya ikan dalam satu lahan. Inovasi karya Fajar, lulusan Teknik Mesin Universitas Gajah Mada (UGM) ini bahkan mampu membuatnya menginjakkan kaki di Belgia dalam kegiatan Youth Ag-Summit 2017.
ADVERTISEMENT
Selain itu, juga ada Adi Pramudyo yang menciptakan drone untuk memantau lahan pertanian yang dimiliki oleh para petani.
“Kan lahan petani itu luas, bahkan ada yang hingga hektare, mereka kan enggak bisa memantau semuanya. Oke kalau misalnya di bagian pinggirnya bisa dipantau, tapi di bagian tengahnya, para petani tadi kan enggak bisa tahu kalau padi mereka ada yang rusak atau enggak. Karenanya, tercetuslah ide untuk memantau hasil pertanian ini dengan menggunakan drone lewat sinar infrared,” tambahnya kepada kumparan (kumparan.com) pada Kamis (08/3) sore.
Talkshow Go-Young Farmers (Foto: Elsa Toruan)
zoom-in-whitePerbesar
Talkshow Go-Young Farmers (Foto: Elsa Toruan)
Selain itu, Adi juga membuat aplikasi yang memungkinkan pembeli dan petani bertemu. Aplikasi ini diberi nama ‘Toko Lauk’ dan sudah bisa diunduh di playstore sejak pertengahan tahun lalu.
ADVERTISEMENT
“Ide untuk menciptakan teknologi yang bisa digunakan untuk pertanian ini sebenarnya udah lama. Udah dari sekitar 4 tahun lalu. Awalnya karena prihatin aja lihat kondisi para petani yang masih saja menggunakan metode konvensional di era modern seperti sekarang. Selain itu, kita juga bisa menunjukkan kepada kalangan muda kalau teknologi dan pertanian itu juga bisa digunakan,” tambahnya.
Setidaknya, Adi dan Fajar memberikan bukti kepada seluruh generasi muda saat ini kalau terjun ke sektor pertanian bukan berarti hanya mencangkul atau menanam padi di sawah.
“Menjadi petani itu seksi, lho,” tutup Adi.