Tasawuf Underground: Ajak Anak Punk Ngaji di Kolong Jembatan

9 November 2018 19:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak punk ngaji di kolong jembatan depan Stasiun Tebet. (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anak punk ngaji di kolong jembatan depan Stasiun Tebet. (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tato dan telinga bekas tindik tampak di wajah-wajah mereka. Beberapa masih anak-anak, remaja, hingga ada yang hamil muda. Mereka adalah anak punk yang kebanyakan mangkal di bilangan Tebet, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Berkumpul di kolong jembatan depan Stasiun Tebet, tampak beberapa anak punk membawa gitar. Bukan. Mereka bukan mau mengamen, melainkan mau mengaji. Usut punya usut, mereka berkumpul atas komando Tasawuf Underground, komunitas keagamaan yang menyasar anak punk.
Dengan menggelar tikar seadanya, mereka (Tasawuf Underground) berkumpul mendengungkan ceramah agama pada anak-anak punk, di bawah kolong jembatan.
"Konsepnya di sini itu kita semua berkawan, kawan yang mau membantu teman-teman (punk) ini mengaji," kata Halim Ambiya, penggagas kegiatan anak punk mengaji dari Tasawuf Underground, saat membuka pengajian tersebut pada Jumat (9/11).
Enggak seperti mengaji di Tempat Pendidikan Al Quran yang melulu belajar bacaan Al Quran, tapi anak-anak punk ini juga diberi motivasi soal kehidupan.
ADVERTISEMENT
"Jadi anak-anak enggak hanya ngaji iqro, tapi juga ngaji hidup, ngaji pengalaman, ngaji tentang mimpi-mimpi yang selama ini kalian sembunyikan supaya bisa terbuka," ujar Halim kepada anak-anak punk.
Dalam misinya, komunitas Tasawuf Underground ini juga bakal memfasilitasi pendidikan kepada anak-anak punk ini. Tujuannya agar anak-anak punk punya skill untuk bertahan hidup dan beralih dari kehidupan jalanan.
"Yang mau ikut paket A, bilang! Yang mau ikut kelas desain grafis, bilang! Nanti khusus kelas desain ini bakal diasramakan dan sampai dapat ijazah," ujar Halim.
Khawatir dengan tato
Anak punk ngaji di kolong jembatan depan Stasiun Tebet. (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anak punk ngaji di kolong jembatan depan Stasiun Tebet. (Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan)
Sembari mengangguk-angguk, sejumlah anak punk yang bertato ini pun curhat soal kekhawatiran bahwa tato di tubuhnya bakal menjadikan mereka tak patut berhijrah (berpindah) ke ajaran yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
"Kalian terlanjur bertato enggak masalah, yang penting kalian sekarang udah punya niat untuk jadi orang baik," kata Herry Nasruddin, salah satu pengajar ngaji yang memberikan materi tentang motivasi kehidupan.
Salah satu peserta ngaji, Abung, anak punk dari Pandeglang, Banten, pun menganggap bahwa dengan mentato seluruh tubuhnya dia sedang proses menuju kebaikan.
"Ini pun saya mentato diri dalam proses berhijrah, karena menurut saya itu kehidupan adalah proses hijrah terus menerus," kata Abung.
Halim menambahkan bahwa saat ini anak punk tak perlu risau dengan tatonya saat mengaji. Menurutnya kegiatan yang dilakukan saat ini pun adalah proses ‘mentato’.
"Jadi sekarang saatnya bukan mentato tubuh, tapi mentato hati dengan kalimat lailahailallah (tiada tuhan selain Allah)," pungkas Halim.
ADVERTISEMENT