Spesial Konten, Jerat Toksik Relationship

Toxic Relationship: Bertahan Atas Nama Sayang Meski Alami Kekerasan

16 Februari 2019 11:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Spesial Konten, Jerat Toxic Relationship. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Spesial Konten, Jerat Toxic Relationship. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pikiran Almi (bukan nama sebenarnya) berkecamuk. Ia takut, merasa bersalah, dan marah kepada dirinya sendiri karena telah terjerat dalam sebuah toxic relationship.
ADVERTISEMENT
Tapi Almi enggak bisa berpikir jernih. Di sampingnya duduk Putra (nama samaran), cowok yang telah menjadi pacarnya selama 5 tahun.
Dengan kencangnya, Putra mengendarai mobil di jalan tol tanpa memedulikan keselamatan dirinya dan Almi. Ia bahkan berkali-kali nekat ingin menabrakkan mobilnya agar mereka mati berdua, saat itu juga.
"Maafin aku!" isak Almi, yang seakan tenggelam di sela teriakan dan makian kasar dari Putra.
Kejadian seperti ini sudah sering terjadi selama Almi dan Putra pacaran. Teriakan, makian, ancaman, memar di lengan, sampai dikurung di dalam kamar pun sudah menjadi makanan sehari-hari Almi tiap kali Putra naik pitam.
"Kami pernah berantem di kamar. Pas aku coba untuk keluar, dia narik aku sampai berbekas merah, dan dorong ke tembok biar aku enggak keluar kamar. Aku dikunci sama dia di kamar enggak boleh keluar karena harus menyelesaikan masalah detik itu juga," tutur Almi.
ADVERTISEMENT
Alasannya beragam. Terkadang dipicu karena hal sepele. Mulai dari Almi yang dibonceng oleh teman cowoknya, Almi yang telat membalas chat Putra, Almi yang enggak menjawab telepon dari Putra, sampai Almi yang memilih untuk pergi bersama keluarga dibandingkan kencan dengan Putra.
Almi enggak pernah mencoba untuk bermain di belakang Putra. Ia sudah berulang kali meyakinkan cowok yang dikenalnya sejak kuliah itu, bahwa hatinya cuma untuk Putra.
"Aku sempat emosi banget sama dia, dan bilang kalau aku, tuh, enggak bakal ke mana-mana. Aku bahkan pernah minta putus karena enggak kuat begini terus. Dia enggak mau, bilangnya enggak boleh putus. Justru dia berpikir kalau aku benar-benar selingkuh," tutur Almi kepada kumparan.
Bertahan karena masih sayang
Ilustrasi lebam. Foto: Shutter Stock
Almi enggak pernah cerita kepada teman-teman dekat atau orang tuanya soal toxic relationship yang ia jalani dengan Putra. Baginya, apa yang terjadi antara ia dan pacarnya, menjadi urusan mereka berdua. Almi pun yakin, ia masih bisa menjalani hubungan itu dan menyadarkan Putra untuk berubah.
ADVERTISEMENT
Memang, ia sempat enggak habis pikir kenapa masih patuh dan bertahan dalam hubungan yang merugikan. Namun setiap kali Putra mengaku salah, dan melontarkan janji-janji untuk enggak mengulangi kesalahannnya, Almi selalu memaafkan.
"Setiap habis berantem dia meluk aku. Dia selalu melakukan hal-hal yang manis. Aku enggak kepikiran untuk pergi, karena aku masih sayang dan pengin bertahan," ucapnya.
Enggak cuma karena sayang, hubungan 5 tahun yang mereka jalin juga telah mempererat Almi dan keluarga Putra. Bahkan Almi telah dianggap sebagai anak sendiri oleh orang tua pacarnya.
Pelajaran berharga dari toxic relationship
Spesial Konten, Jerat Toxic Relationship. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Setelah lulus kuliah dan bekerja di Jakarta --yang sesuai dengan keinginan Putra-- Almi tersadar bahwa perilaku pacarnya itu enggak akan pernah berubah. Di sisi lain, Putra yang semakin posesif memilih untuk menyudahi hubungan mereka.
ADVERTISEMENT
“Aku pernah habis putus sempat menjalin hubungan tanpa status sama dia. Tapi ternyata dia kembali bentak aku. Itu bahkan di depan umum. Dari situ aku sadar dia masih sama,” ingat Almi.
Selama 5 tahun toxic relationship tersebut, Almi menyadari bahwa betapapun besar rasa sayangnya kepada Putra, mereka enggak ditakdirkan untuk terus bersama.
"Kepercayaan dan kebahagiaan dalam hubungan itu penting banget, sih. Aku tahu kalau sesayang-sayangnya kamu sama seseorang, kamu tetap enggak bisa memiliki orang itu sepenuhnya. Kalau enggak bahagia, ya, percuma," ucapnya.
Kini, perasaan Almi enggak lagi berkecamuk. Ia lebih mandiri, memprioritaskan dirinya, bebas bermain bersama teman-teman, dan yang paling penting terlepas dari bayang-bayang Putra.
Menurut psikolog klinis dewasa dan relationship expert, Denrich Suryadi, penyebab munculnya perilaku toxic atau abusive dalam diri seseorang bisa dipicu banyak hal. Mulai dari latar belakang keluarga, trauma, hingga pernah mengalami kejadian enggak menyenangkan di masa lalu, seperti diselingkuhi.
ADVERTISEMENT
Biasanya, orang yang suka mengekang, mengintimidasi, atau mengasari pasangannya adalah orang yang bermasalah secara patologis. Misalnya orang dengan tipe kepribadian narsistik dan egois.
Simak penjelasan lebih lengkap soal toxic relationship dari segi psikologis di artikel berikutnya dalam topik Jerat Toxic Relationship.
Infografik kekerasan dalam pacaran dari tahun ke tahun Foto: Anggoro Fajar/kumparan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten