LIPSUS, UU KEBUT SEBULAN

Voxpop: Alasan Para Mahasiswa Rela Ikut Aksi Turun ke Jalan

26 September 2019 18:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah mahasiswa terlibat kericuhan saat berunjuk rasa di depan kompleks Parlemen di Jakarta, Selasa (24/9/2019). Dok: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah mahasiswa terlibat kericuhan saat berunjuk rasa di depan kompleks Parlemen di Jakarta, Selasa (24/9/2019). Dok: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
21 tahun berlalu sejak reformasi 1998 yang digerakkan oleh mahasiswa. Mereka berbondong-bondong melakukan aksi menuju Gedung MPR/DPR dengan satu tujuan: Soeharto harus lengser dari Presiden.
ADVERTISEMENT
Pada 23 dan 24 September 2019, para mahasiswa dari berbagai kampus di beberapa daerah di Indonesia dengan militan kembali turun ke jalan. Namun, kali ini tujuannya bukan untuk menurunkan Jokowi sebagai Presiden.
Banyak RUU yang dianggap berpotensi bermasalah dan merugikan banyak pihak. Sebut saja revisi UU KPK, RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Minerba, isu rasialisme Papua, Karhutla, hingga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang belum juga disahkan.
Para mahasiswa ini menuntut agar pemerintah mau mendengarkan aspirasi mereka dan mengkritik kinerja anggota DPR. Demonstrasi pun dilakukan dengan cara yang kreatif, beberapa dari mereka menuliskan protes lewat poster dengan kalimat sindiran yang justru mengundang tawa dari warganet.
Aksi mahasiswa kali ini juga ramai dibicarakan di media sosial lewat tagar #HidupMahasiswa sebagai bentuk dukungan pada mereka yang turun ke jalan.
Suasana massa mahasiswa saat demo di depan gedung DPR RI, Jakarta, pada Selasa (24/9/2019). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Dari sekian banyak mahasiswa yang terlibat aksi, kumparan merangkum beberapa alasan mengapa para mahasiswa ini rela meluangkan waktu dan energinya untuk berdemonstrasi. Begini pemaparan mereka.
ADVERTISEMENT
“Gue masih mahasiswa baru, tapi gue sadar ada injustice, ada suatu kekuasaan yang sewenang-wenang mengatur kehidupan kita secara ranah privat dan melemahkan penyuaraan aspirasi. Menurut gue sudah keterlaluan,” - Glen Wikarta, Universitas Indonesia.
“Banyak aturan yang mungkin kalau disahkan bisa memidanakan gue sebagai calon jurnalis. Ada UU Kebebasan Pers yang ada di RUU KUHP juga. Dan gue bersama teman-teman merasa terancam,” - Gabrielle Alicia, mahasiswi salah satu universitas swasta di Tangerang Selatan.
"RUU KUHP menurut gue udah ngaco. Terus revisi UU KPK yang bisa melemahkan dan malah mempermudah para koruptor. Padahal kan tugas KPK itu sendiri memberantas korupsi. Padahal jelas masalah yang paling besar di Indonesia tuh menurut gua ya korupsi itu," - Oksa Satya, Universitas Gunadarma.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah sudah benar-benar rusak. DPR sebagai wakil rakyat tapi tidak mendengarkan suara rakyat. Maka kami mahasiswa akan terus berjuang demi keadilan. Kami tidak akan berhenti dan kami akan teruskan perjuangan hak rakyat Indonesia sampai mereka yang mengaku wakil rakyat benar-benar membatalkan RUU dan RUU KUHP. Kami akan terus mendesak mereka, kami akan terus menyuarakan tolak revisi UU KPK,” - Siti Masitoh, Universitas Al Azhar Indonesia.
"Aku tergugah dan merasa sebagai mahasiswa penggerak kaki dan tangan masyarakat, datang berarti melakukan sesuatu. Semakin kuat semakin bahu-membahu padahal kita satu sama lain (mahasiswa) nih enggak saling kenal, tapi kita turun atas nama rakyat Indonesia. Hidup Mahasiswa!" - Descha Aprialianti, Politeknik Negeri Jakarta.
“Aku ikut karena enggak setuju dengan RUU KUHP. Ada pasal yang bisa menjerat orang yang melakukan aborsi. Gimana kalau orang itu ternyata korban pemerkosaan? Kan kasihan takutnya dia terpaksa melahirkan bayinya tapi terlantar, jadi serba salah," - Fanisa Maghfira, UPN Veteran Jakarta.
ADVERTISEMENT
"Kalo untuk aku pribadi sih aku keberatan sama RUU KUHP. Di pasal-pasal itu banyak yang enggak masuk akal. Kayak misalnya dilarang melakukan aborsi apapun alasannya. Padahal udah banyak, lho, kasus ibu yang meninggal karena mempertahankan janin yang harusnya diaborsi karena urusan kesehatan. Selain itu juga bagaimana perasaan perempuan yang diperkosa sampai hamil bukan karena keinginan mereka? Aku enggak bisa bayangin perasaan mereka. Bahkan banyak dari mereka yang masih di bawah umur. Belum siap secara mental dan fisik tapi dipaksa untuk mempertahankan anak dari orang yang memperkosa mereka," - Vania, Universitas Al Azhar Indonesia.
Reporter: Aulania Silviananda dan Stefanny Tjayadi
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten