Mengapa Hoax Tidak Begitu Merebak di Negeri Ginseng?

M. Aji Surya
Diplomat dan mahasiswa Program Doktoral Pengkajian Amerika Universitas Gadjah Mada (UGM).
Konten dari Pengguna
9 November 2017 10:06 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M. Aji Surya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bintang K-pop (Foto: Aji Surya)
zoom-in-whitePerbesar
Bintang K-pop (Foto: Aji Surya)
ADVERTISEMENT
Hoax tiba-tiba menyeruak menjadi masalah di banyak tempat. Tingkat moralitas sesuatu masyarakat seakan jatuh ke level yang rendah. Uniknya, di Korsel, hal itu relatif tidak terjadi. Apa resepnya?
ADVERTISEMENT
Belakangan, banyak jempol dengan entengnya memgirimkan dan menebar kebohongan. Adagium bahwa fitnah lebih kejam dari pembunuhan seolah terlupakan. Pelajaran harus berbaik sangka dan berpikiran positif terhadap sesama enyah entah kemana. Perbedaan pendapat telah melahirkan banyak sekali masalah sosial.
Uniknya, kisah-kisah semacam itu relatif jarang ada di negeri ginseng. Di masyarakat yang kisaran separuhnya tidak beragama itu, justru terasa lumayan adem ayem dan sedikit menyentuh urusan fitnah menfitnah dalam skala yang mengkhawatirkan. Padahal, politik domestik di sana bukan urusan enteng. Perseteruan dengan tetangga sebelah sedang panas-panasnya dan dunia digital tengah maju-majunya.
Menurut hemat saya, kuncinya adalah manajemen persaingan. Sistem yang tercipta, atau sengaja dibuat, adalah kompetisi yang ketat di kalangan masyarakat. Siapa kerja keras dia akan berhasil. Siapa cepat-cepat, atau phali-phali, maka ia akan berjaya. Tanpa itu silakan mundur teratur.
ADVERTISEMENT
Masyakat Korsel memiliki kesadaran sangat tinggi (atau kebiasaan), bahwa hidup ini hanyalah kompetisi. Tidak ada istilah ‘biasa-biasa saja’. Salah satu penyulutnya adalah semangat sesegera mungkin ‘mengalahkan’ Jepang dalam berbagai bidang. Disadari, tanpa kerja keras dan cepat, hal itu mustahil akan terlaksana.
Hasil persaingan itu mulai berbuah manis. Kalau dilihat dengan mata telanjang, maka kini barang-barang elektronik Korsel sudah merajai. Teknologi handphone misalnya, sudah mampu bersaing ketat dengan produksi AS. Dunia otomotif pun sami mawon. Hampir tidak ada produk Jepang mengaspal di negeri kimchi. Yang ada hanya produk otomotif dalam negeri plus asal Jerman.
Bintang K-pop (Foto: Aji Surya)
zoom-in-whitePerbesar
Bintang K-pop (Foto: Aji Surya)
Persaingan di kalangan anak muda juga sangat ketat. Kabarnya, sekolah di sana, baik di tingkat SMP hingga universitas, menuntut kerja super duper keras. Anak-anak SLTA misalnya, sudah biasa pulang hingga agak larut malam, hanya karena harus menyelesaikan PR yang begitu bejibun.
ADVERTISEMENT
Jangan sangka bahwa bintang K-pop bisa berkibar tanpa banting tulang. Selain skill menyanyi, menari, acting hingga body yang prima, mereka harus punya inovasi yang di atas rata-rata. Bila tidak demikian, maka dalam seminggu atau sebulan Insya Allah tumbang. Maklumlah, para calon bintang K-pop terus diproduksi sebanyak mungkin layaknya mobil Hyundai dan handphone Samsung.
Bintang K-pop (Foto: Aji Surya)
zoom-in-whitePerbesar
Bintang K-pop (Foto: Aji Surya)
Di sana dipastikan tidak ada istilah raja K-pop sebagaimana raja atau ratu dangdut yang bisa berkibar sepanjang masa. Kodrat yang sengaja dibikin adalah evolusi dengan cepat melalui sebuah persaingan ketat. Bintang K-pop harus siap tergusur manakala ia sudah letih berlatih atau merasa jumawa.
Berbagai ilustrasi itu sebenarnya menggambarkan bahwa di negeri ginseng, hidup itu tidak lebih dari persaingan itu sendiri. Perlombaan tidak pernah selesai dan menuntut kecepatan dan inovasi. Tanpa itu, hidup mereka tidak akan bisa ‘eksis’ dalam takaran yang dipahami publik.
ADVERTISEMENT
Persaingan yang menggerus waktu dan tenaga serta pikiran itulah yang membuat warga di sana tidak sempat berpikir memproduksi meme yang tidak perlu ataupun hoax dan aneka ragam fitnah. Bangun tidur hingga menjelang tidur hanya berkutat soal persaingan belaka.
Kosa kata kompetisi pula yang menjelaskan mengapa di sana tidak dikenal tawuran antar pelajar atau antar kampung. Semua waktunya dipakai secara efektif dan penuh inovatif bila ingin meraih kesuksesan. ()