Merefleksikan Kembali Arti Kesuksesan

Abdul Bari
a life long learner, saat ini berkarir sebagai Direktur Kelembagaan dan Layanan di PT Jaminan Kredit Indonesia (PT Jamkrindo)
Konten dari Pengguna
6 April 2021 17:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdul Bari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pekerja kantoran. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pekerja kantoran. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sore itu menjadi sore yang sangat mendalam bagi saya. Sebuah WhatsApp dari senior saya, yang sudah saya anggap seperti mentor, telah membuat saya merefleksikan kembali arti sebuah kesuksesan. Tidak ada nasihat, ataupun arahan yang tertera dari pesan tersebut, hanya sebuah gambar coret-coretan kertas yang membuat saya sedikit tertegun dalam diam.
ADVERTISEMENT
Sebagai mentor, senior saya memang tipikal orang yang gemar mengajak saya berpikir kritis. Dibanding menjelaskan panjang lebar, ia kerap memancing saya untuk mengelaborasi sebuah tema atau ide secara mendalam.
Dengan gaya khasnya, ia selalu bisa membuat saya belajar dan bertumbuh. Ia lebih suka memberikan saya tantangan alih-alih memberikan nasihat. Dari tantangan yang ia berikan, justru saya kemudian yang akan paham dengan sendirinya nasihat yang ia sampaikan, tanpa harus dia berbicara panjang lebar.
Ia merupakan pribadi yang suka to the point dan selalu mengajak saya menjadi pribadi yang growth mindset. Ia selalu mendorong saya untuk keluar dari comfort zone, membimbing saya untuk melewati fear zone dan selalu memotivasi saya untuk senantiasa berada dalam learning zone.
ADVERTISEMENT
Sore itu, seperti biasa, hanya pesan gambar yang ia kirimkan. Tidak ada kalimat pengiring, ataupun kalimat penjelasan dari gambar tersebut. Saya pun hanya membalasnya dengan ucapan terima kasih.
Cukup lama sebenarnya bagi saya mencerna apakah maksud dari mentor saya mengirimkan gambar mengenai 3 kesalahan utama dalam mengukur kesuksesan. Pikiran saya langsung meresapi apakah beliau mendapat kesan bahwa saya melakukan kesalahan dalam mengukur kesuksesan? Atau beliau hanya ingin saya memiliki mindset yang tepat tentang arti sebuah kesuksesan.
Dalam gambar tersebut, intinya terdapat 3 kesalahan utama dalam mengukur sebuah kesuksesan. Pertama ialah suka mencari validasi dari orang lain. Kedua, suka membanding-bandingkan kesuksesan diri sendiri dengan orang lain, dan ketiga ialah melebih-lebihkan pencapaian karier.
ADVERTISEMENT
Pesan gambar tersebut membuat saya teringat kembali cerita seorang pelayan hotel yang diberikan resep hidup bahagia oleh Einstein. Konon pernah kejadian, bukannya memberikan uang tip, Albert Einstein justru memberikan lembaran kertas berisi resep kebahagiaan sebagai ganti tip.
Ketika itu Einstein berkata “Mungkin jika anda cukup beruntung, catatan ini akan bernilai lebih daripada uang di masa depan”. Benar saja catatan itu di masa depan memang laku sekitar USD 1,56 juta dari sebuah lelang.
Namun yang ingin saya bahas kali ini ialah bukan mengenai jumlah nominal uang dari hasil lelang. Namun catatan resep bahagia Einstein yang berbunyi “Hidup yang tenang dan sederhana memberikan lebih banyak kebahagian dibanding mengejar kesuksesan yang terus terikat dengan ketidaktentraman”.
ADVERTISEMENT
Saya awalnya agak sanksi atas pernyataan Einstein mengenai kesuksesan yang tidak menentramkan. Apakah memang ada kesuksesan yang tidak menentramkan? Bukanya kah setiap orang pasti berbahagia atas kesuksesannya?
Lantas pemikiran-pemikiran ini membawa saya ke dimensi lain dari arti kesuksesan. Dalam keseharian memang tidak jarang kita, bahkan juga saya, memandang kesuksesan hanya dalam arti sempit yaitu berada dalam puncak karier dan mendapat penghargaan. Celakanya lagi, terkadang kesuksesan disalahartikan dengan menjadi lebih baik, lebih berprestasi, lebih kaya finansial, dari kebanyakan orang.
Sukses dalam arti sempit membuat kita berkompetisi satu sama lain, dan tak jarang menghukum diri kita sendiri atas sesuatu yang tidak seharusnya kita lakukan. Seorang gajah tidak seharusnya diukur kesuksesan, lewat kemampuannya untuk terbang. Begitu pun kita, jangan menghukum diri sendiri karena kita memiliki kemampuan yang tidak sama dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Itulah mungkin yang dimaksud oleh Einstein mengenai kesuksesan yang tidak menentramkan. Kita mati-matian menjadi sukses karena sekadar ingin membuktikan bahwa kita lebih baik baik dari orang lain. Mati-matian menjadi sukses hanya sekadar untuk mendapatkan validasi dan pujian dari orang.
Sukses itu sejatinya ialah mengenai aspirasi diri sendiri, bukan aspirasi orang lain.
Apa artinya sebuah kesuksesan bila ternyata tujuan tersebut tidak dari aspirasi diri terdalam kita?
Pada akhirnya, pesan mentor saya tersebut, membuat saya kembali berdialog dalam monolog. Membuat saya kembali meluangkan waktu berbicara kepada diri sendiri, apakah kesuksesan yang saya kejar selama ini merupakan kesuksesan yang tepat?
Kesuksesan sejatinya bukan sebuah tujuan akhir, namun sebuah perjalanan. Perjalanan menuju kesuksesan akan menjadi perjalanan yang menyenangkan bila kita senantiasa menjadi pribadi yang memiliki growth mindset. Real Success brings True Happiness. **
ADVERTISEMENT