Dari Bercakap sama Pedagang Tempe hingga Naik Pesawat Pribadi Menteri

Abdul Latif
Jurnalis Liputan Khusus Kumparan
Konten dari Pengguna
11 November 2018 21:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdul Latif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dari Bercakap sama Pedagang Tempe hingga Naik Pesawat Pribadi Menteri
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pesawat pribadi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat mencoba di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Banten (24/2). Sumber: Dokumen pribadi.
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah. Setidaknya sudah satu tahun lebih saya bekerja di salah satu media online yang memiliki ambisi layaknya roket. Iya, roket itu bernama kumparan. Sebagai gambaran saja, jika kalian tidak benar-benar memiliki tekad yang sama, kalian hanya memiliki dua pilihan, terus mengikuti arah roket (bertahan) atau keluar dan melihat roket meluncur dari jauh (meyerah).
Namun dalam cerita ini, saya memilih bertahan. Alasan paling utama ada dua: pertama, perusahaan ini telah mengubah cara saya memandang industri media di Indonesia; kedua, karena lingkungan, yaitu senior dan sahabat andalan saya Resya Firmansyah dan etek Ela yang selalu membuat kejenuhan kerja lebih berwarna dengan lelucon-lelucon konyolnya.
Selain itu ada juga aktor di balik konten kumparan bisnis yang paling sering saya bikin pusing setiap hari pada saat liputan, tentu saja pertama adalah Mas Wiji, lalu ada Mba Dewi, ada lagi Mas Angga, Mas Febi, Mas Miki, dan Mas Wendi. Meskipun mereka sering saya buat pusing, tapi mereka selalu mendorong dan tak segan memberikan motivasi untuk terus maju.
ADVERTISEMENT
Baik perkenalan cukup. Mari saya jelaskan alasan pertama yaitu bagaimana kumparan dapat mengubah sudut pandang saya tentang industri media online di Indonesia. Saat ini banyak media online baru tumbuh, namun tak sedikit pula yang runtuh. Mengapa hal itu terjadi? Begini awalnya, Mas Hugo Diba, CEO kumparan, melontarkan sedikit kalimat yang menurut saya sangat vital dan penting, tentu saja kalimat itu mengubah cara saya memandang industri media di Indonesia.
"Mereka berfikir traffic is money. Tapi mereka melupakan excellent content dan excellent technology itu jauh lebih penting," katanya pada saat outing sekantor di Bali beberapa bulan lalu.
Kalimat inilah yang membuat saya semakin percaya bahwa perusahaan ini memang telah mempertimbangkan banyak hal, berpengalaman, dan memiliki reputasi tinggi. Setidaknya asumsi saya tergambar pada saat proses peliputan sehari-hari, di kumparan kalian akan diwajibkan untuk konfirmasi kepada narasumber yang kredibel pada saat pembuatan berita. Entah itu berita seremeh apapun, jadi akurasi yang paling utama.
ADVERTISEMENT
Bukan berarti kami tidak mempedulikan kecepatan, tetapi di sini kalian akan dididik secara profesional dan cepat dalam membuat suatu berita. Karena di kumparan konfirmasi kepada narasumber adalah hal yang tidak bisa ditoleransi, itu wajib. Selanjutnya adalah soal teknologi, mulai dari website, tampilan, aplikasi, dan tata letak informasi sangat rapi, apalagi iklan-iklan yang sering kali muncul secara tiba-tiba hingga membuat kita terkejut pun tak akan pernah kalian temukan.
Tentang pengalaman saya selama satu tahun di kumparan, dari bercakap dengan pedagang tempe sampai naik pesawat pribadi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun pernah saya rasakan. Berbagai macam jenis narasumber pun pernah saya lewati, tapi semuanya memang tidak berjalan mudah.
Berbagai macam pengalaman saya lalui, bahkan ada saja pengalaman paling memalukan selama meliput di lapangan. Kebetulan pada saat itu saya baru saja dipindah ke kanal ekonomi. Bisa dibilang ekonomi salah satu kanal yang paling menakutkan. Bagaimana tidak, inti dari pemberitaan ekonomi adalah data, jadi saat kita salah sedikit saja tentang data maka seluruh informasi pun menjadi fatal.
Dari Bercakap sama Pedagang Tempe hingga Naik Pesawat Pribadi Menteri (1)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Dokumen Pribadi. Bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi Saat meliput Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia, Banten, (24/2).
ADVERTISEMENT
Saat itu saya ditugaskan untuk meliput di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada saat pertama kali saya memasuki main hall BEI, ada satu pertanyaan muncul. Pertanyaan itu muncul dalam benak saya "Kenapa ada angka-angka jalan di tembok tembok ini? Warnanya juga beragam: ada merah, ada hijau, ada kuning.
Sejenak saya memasuki ruang pers BEI, di sana terlihat banyak sekali wartawan yang sedang menulis dan terlihat serius melihat layar laptop. Lalu saya bertanya kepada salah seorang wartawan senior, kira-kira begini pertanyaan saya "Maaf pak saya mau nanya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) ini kenapa kadang merah kadang hijau ya? tanyaku dengan polos setelah berpikir dan mencoba mencari jawaban tapi nihil.
"Oh itu, (IHSG) itu tergantung sentimen global, kalau sentimennya baik ya naik jadi hijau, tapi kalau sentimen jelek ya turun jadi merah," jawabnya singkat.
ADVERTISEMENT
Saat mendengar jawaban seperti itu, secara spontan saya bertanya kembali "Wah, berarti orang-orang barat ini punya sentimen jelek nih ke kita pak?" lanjutku.
Mendengar pertanyaan tersebut tiba-tiba seluruh ruangan menertawakan saya. Pada saat itu saya hanya berharap besok tidak akan pernah bertemu mereka kembali, karena malu sekali rasanya. Bahkan salah satu wartawan senior tersebut hingga kini selalu tertawa setiap bertemu saya di BEI.
Perlahan tapi pasti, saat ini saya mulai sedikit mengenali kanal yang menakutkan ini, sembari arahan dan dukungan dari kantor seperti memberikan sertifikasi wartawan kepada seluruh karyawan di kantor. Sertifikat tersebut bukan soal selembar kertas, tetapi proses yang dilalui. Kami semua dites melalui beberapa tahapan, dari tetang kode etik, penulisan, rapat redaksi, dan ide-ide peliputan oleh lembaga jurnalistik independen.
ADVERTISEMENT
Selain itu, juga dukungan dari teman-teman wartawan dari media lain yang membuat saya lebih menikmati liputan-liputan di kanal ekonomi. Semakin terbiasa semakin menarik untuk terus dipelajari. Tetapi yang pasti, apapun tantangan berat yang harus dihadapi, kita harus tetap belajar, mau mengakui kesalahan, dan jangan pernah menyerah.
Terima kasih kumparan!
Dari Bercakap sama Pedagang Tempe hingga Naik Pesawat Pribadi Menteri (2)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: https://www.allposters.co.uk/-sp/All-Is-Well-Posters_i13416710_.htm