Meneladani Opsi Nabi Sulaiman

Abdul Wahid
Pengajar FH Universitas Islam Malang dan penulis buku Hukum dan Agama
Konten dari Pengguna
23 Oktober 2020 7:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdul Wahid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto kerajaan Nabi Sulaiman
zoom-in-whitePerbesar
foto kerajaan Nabi Sulaiman
ADVERTISEMENT
Saat bangsa menghadapi ujian atau tantangan seserius apa pun, ilmu pengetahuan tetaplah menjadi modal yang bisa diandalkan untuk menjawabnya (tantangan). Kalau tidak ada ilmu pengetahuan yang dipelajari dan dikembangkan, maka yang menang adalah tantangan itu.
ADVERTISEMENT
Dalam kondisi bangsa dunia diancam “kepunahan” (kehancuran) akibat Covid-19, berarti ujian untuk berburu dan mengembangkan ilmu pengetahuan menjadi semakin besar. Kemajuan ilmu pengetahuan yang bisa diidealisasikan sebagai salah satu kekuatan yang mampu menghentikannya.
Ada dialog antara Tuhan dengan Nabi Sulaiman berikut:
“jika kamu diberi kekuasaan, harta berlimpah, wanita cantik, dan ilmu, manakah di antaranya yang kamu pilih?”, demikian tawaran Tuhan
“Ilmu”, demikian jawaban Nabi Sulaiman.
“Kenapa kamu pilih ilmu?” Tanya Tuhan mencoba menjajaki kepintaran Sulaiman
“Dari ilmu, aku akan mendapatkan semua yang ada (kedudukan, harta, dan wanita),” jawab Nabi Sulaiman
Jawaban Sulaiman tersebut menunjukkan, bahwa opsi atau pilihan yang dijatuhkan Sulaiman merupakan yang tepat. Beliau tidak memilih yang selain ilmu, karena keistimewaan yang selain ilmu masihlah kalah dengan keunggulan ilmu. Akhirnya beliau meminta kepada Tuhan supaya dikaruniai ilmu yang banyak dan bermacam-macam.
ADVERTISEMENT
Dalam kisah perjalanan kenabian Sulaiman, terbuktilah bahwa opsi terhadap ilmu tidaklah salah. Pilihan ini bukan hanya membawa keberuntungan dalam kehidupan beliau, tetapi juga mengantarkan kejayaan kerajaan yang dipimpinnya. Berkat Ilmu yang dipilih dan dikuasainya, beliau tidak hanya tampil menjadi penguasa yang mumpuni di bidang Iptek, tetapi juga mampu merebut dan menguasai apa yang semula tidak dipilihnya (kekuasaan, harta, wanita cantik). Ilmu telah mengantarkan atau menjembataninya menjadi penguasa yang bisa dengan cerdas menerjemahkan aspirasi umatnya.
Ilustrasi buku Foto: Pixabay
Kekuasaan yang dipimpinnya bisa didesain atau dikonstruksinya menjadi kekuasaan yang mengantarkan rakyat dalam kedamaian dan kesejahteraan. Beliau mampu memimpin negeri demikian ini berkat kapabilitas ilmu ketatanegaraan yang diterapkannya. Dari ilmu yang digunakan untuk memberi ruh atau nyawa dalam pemerintahannya ini, terbukti pemerintahannya menuai kejayaan.
ADVERTISEMENT
Wanita cantik bernama Ratu Bulqis pun dibuat terpesona atau terkagum-kagum dengan kepintaran Nabi Sulaiman dalam membangun atau mengarsiteki singgasananya. Kekaguman Ratu Bulqis terhadap kepintaran dan kearifan Nabi Sulaiman inilah yang membuat sang ratu jatuh hati dan menerima pinangan Nabi Sulaiman untuk menjadi istrinya.
Bukan hanya Ratu Bulqis yang tunduk kepada Nabi Sulaiman, binatang-binatang dan jin pun akhirnya menjadi teman dan “rakyatnya” Nabi Sulaiman. Mereka rela mengabdi kepada Nabi ini karena bobot keilmuan yang dimilikinya. Beliau bukan hanya mengerti dunia dan bahasa jin, tetapi juga bisa memahami bahasa binatang. Terhadap binatang dan lingkungan hidup misalnya, pola hubungan yang dibangunnya adalah menyayangi dan melindunginya,
Dari ilmu yang bermacam-macam yang dikuasai oleh Nabi Sulaiman tersebut, akhirnya dapat kita jadikan pelajaran dan teladan, bahwa kemampuan di bidang keilmuan akan menjadi modal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang, masyarakat, dan bangsa (negara). Semakin banyak manusia-manusia berilmu tinggi dalam kehidupan ini, maka akan semakin banyak pula prestasi dan reputasi yang bisa diperoleh dan diwujudkannya.
ADVERTISEMENT
Nabi Sulaiman hanya menjadi salah satu “contoh manusia berilmu” dari kategori pemimpin negara atau penguasa yang ditunjukkan oleh Tuhan supaya generasi atau pemimpin umat sesudah nya dapat menempatkannya sebagai sumber referensi moral dan intelektual. Manusia yang hidup sebagai pelanjut perjalanan sejarah ini dituntut meneladani Nabi Sulaiman, bahwa opsi “pendidikan seumur hidup”, mencintai ilmu pengetahuan sepanjang hayat, atau menghidup suburkan budaya pembelajaran, adalah kewajiban yang harus ditegakkan.
Kondisi sebagian masyarakat kita yang masih mengidap suatu penyakit yang dikenal dengan “kelemahan ilmu” (dha’ful ilmi), yang ditandai dengan masih kuatnya penyakit buta huruf, buta aksara, atau belum mampu menghidupkan budaya wajib belajar (ditandai dengan banyaknya anak-anak putus sekolah dan usia wajib belajar yang belum menikmati dunia pendidikan), sudah selayaknya menjadi bagian penting dari setiap gerakan penyadaran atau “jihad pendidikan” menuju terbentuknya masyarakat pembelajar atau bangsa berilmu.
ADVERTISEMENT
Nabi Sulaiman telah memberikan pelajaran, bahwa opsi ilmu akan menentukan berbagai bentuk obsesi bangsa yang bisa diraihnya. Semakin berilmu bangsa ini atau semakin terdidik masyarakat Indonesia ini, maka semakin lempang dan gampang pula bangsa atau masyarakat ini memenuhi cita-cita besarnya.
Cita-cita besar hanya akan menemui kekosongan di tangan unsur bangsa yang akalnya gagal berfungsi dengan baik akibat tidak pernah diasah atau ditajamkan. Akal yang terus diasah atau digunakan untuk berdialektika dengan sesama manusia dan makhluk Tuhan lainnya akan menjadikannya sebagai manusia edukatif yang arif dan humanis.
Oleh: Abdul Wahid
Pengajar Fak Hukum dan Pascasarjana Universitas Islam Malang dan pengurus AP-HTN/HAN