Jika Barcelona Bisa Ditendang, Bagaimana dengan Real Madrid?

Konten dari Pengguna
3 Juni 2017 15:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abrar Firdiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jika Barcelona Bisa Ditendang, Bagaimana dengan Real Madrid?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa musim terakhir, Liga Champions tidak tampak seperti kompetisi paling elit di Eropa. Satu hal yang dapat membuat kalimat di atas tidak terbantahkan adalah final yang kerap tidak seimbang.
ADVERTISEMENT
Menilik lima pertandingan final Liga Champions terakhir, ketidak seimbangan penampil di partai final memang terlihat begitu jelas. Dari lima edisi tersebut, mungkin hanya edisi 2011/12 saat Chelsea mengalahkan Bayern Muenchen, yang menampilkan dua kesebelasan dengan kualitas setara.
Setelah menunggu empat musim, kemunculan final yang diisi oleh dua kesebelasan unggulan akhirnya terjadi usai Juventus dan Real Madrid dipastikan bertemu di partai puncak yang rencananya bakal digelar di Millenium Stadium, Cardiff, Minggu (5/6) dini hari WIB.
Banyak alasan untuk menyebut partai ini adalah pertandingan antara dua kesebelasan unggulan.
Pertama, dua-duanya masuk ke dalam lima besar daftar kesebelasan yang diprediksi untuk mencapai partai final menurut salah satu rumah judi asal Inggris.
ADVERTISEMENT
Kedua, tengok pencapaian keduanya musim ini di kompetisi domestik. Sama-sama menjadi juara dengan cara yang mengesankan, bukan? Oleh karena itu, menyebut final ini adalah pertandingan ideal rasanya tak berlebihan.
***
Juventus. Mereka tak melakoni pertandingan di fase grup dengan catatan yang membuat mereka pantas untuk benar-benar diunggulkan. Dua kali bermain imbang di kandang saat menghadapi Sevilla dan Olympique Lyonnais jelas jadi borok. Tapi, Juventus membalas pertemua lainnya dengan kemenangan.
Gianluigi Buffon dkk. pun menutup fase grup dengan titel apik: juara. Persoalannya, keberhasilan ini tidak ada apa-apanya dibandingkan kesebelasan lain. Juventus hanya mampu mengumpulkan 14 poin. Setara dengan tiga kesebelasan lainnya.
Beruntungnya, perjalanan Juventus setelah itu begitu lancar. Lima dari enam pertandingan selama fase gugur berhasil mereka menangkan. Apiknya lagi, salah satu lawan mereka adalah Barcelona, kesebelasan yang--kalau boleh--lebih baik jika dihindari.
ADVERTISEMENT
Apiknya Juventus terekam dalam sebuah pita bernama pertahanan. Tak lagi dalam pakem tiga bek, Juventus jauh lebih kokoh ketika menggunakan empat bek. Dalam enam pertandingan, mereka hanya kebobolan satu gol. Total, di Liga Champions musim ini, Juventus hanya kebobolan tiga kali saja atau 0,25 gol per pertandingan.
Apa yang dialami oleh Juventus selama fase grup terjadi pula di Madrid. Tampil dengan status juara bertahan, anak asuh Zinedine Zidane justru malah tercecer di fase grup. Tak mengherankan jika mereka menutup fase grup di urutan kedua di bawah Borussia Dortmund.
Catatan Madrid membaik ketika mereka melangkah ke fase gugur. Menghadapi tiga lawan yang nyaris semuanya susah, Madrid berhasil meraih kemenangan. Hebatnya lagi, dari enam pertandingan, Madrid menciptakan 14 gol ke gawang lawan.
ADVERTISEMENT
Jumlah tersebut melengkapi catatan apik dari 12 pertandingan, dengan total menciptakan 30 gol. Semakin istimewa, karena Madrid menjadi kesebelasan yang selalu mencetak gol ke gawang lawan dalam setiap pertandingan di Liga Champions musim ini.
Dua fakta di atas menggambarkan satu hal yang cukup menarik jika diadu: Juventus dengan kokohnya benteng pertahanan dan Madrid dengan menyeramkannya lini depan. Dengan catatan yang sama-sama baiknya pada aspek yang berbeda, bolehlah kita berharap laga ini akan menjadi partai yang menarik.
Untuk pemenang, Juventus tampaknya akan menutup kompetisi ini dengan gelar juara. Pasalnya, mereka tidak hanya diisi oleh pemain-pemain di usia matang, tetapi juga berpengalaman menghadapi lawan dengan beragam karakteristik.
Jika Barcelona bisa mereka tendang, bagaimana dengan Madrid?
ADVERTISEMENT