Aturan Suku Akan dan Mitos Sasabonsam, Sang Vampir dari Afrika Barat

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
17 November 2020 10:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar:i Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar:i Pixabay
ADVERTISEMENT
Dalam suku Akan, yang hidup di Afrika Barat, ada kisah tentang seorang pemburu yang kena sial setelah membangkang. Ia sangat mengetahui aturan setempat. Namun, karena suatu alasan, ia memutuskan untuk masuk ke hutan pada saat yang tidak seharusnya. Ia melanggar aturan yang berlaku. Ia melacak mangsa dan masuk lebih jauh ke dalam hutan. Tiba-tiba ia menyadari bahwa ruang dan waktu di sekitarnya menjadi aneh. Hutan yang sudah begitu akrab dengannya seakan-akan berubah menjadi labirin.
ADVERTISEMENT
Ia bingung, takut, dan mencoba mencari jalan keluar. Lalu ada sesuatu yang menariknya. Membawanya dari pohon ke pohon, lalu menghilang begitu saja. Pemburu itu kelelahan dan akhirnya tertidur lelap.
Saat bangun, sang pemburu berhasil keluar dari hutan dan menyadari bahwa dirinya telah tersesat selama berhari-hari. Ia ingin menjelaskan semuanya kepada orang lain, namun ternyata suaranya telah hilang. Sebagian orang langsung menyadari apa yang telah terjadi. Itu adalah teguran bagi suku Akan. Si pemburu telah menjadi korban Sasabonsam.

Moral dalam mistis

Suku Akan yang tinggal di Ghana, Pantai Gading, dan Togo memiliki aturan agar semua aktivitas di dalam hutan tidak boleh dilakukan pada hari Kamis. Suku ini percaya bahwa tanah mereka adalah sebuah manifestasi dari roh supernatural yang disebut Asasseyaa. Kamis dianggap hari yang sakral, semua orang wajib meninggalkan pekerjaannya. Apabila ada yang melanggar, Sasabonsam akan muncul lalu menyerang orang tersebut.
ADVERTISEMENT
Cerita rakyat menyatakan Sasabonsam bersembunyi di atas pohon, menunggu korban lewat di bawahnya. Ia memiliki kepala seperti kelelawar dengan rambut hitam panjang, tubuhnya agak mirip manusia, tetapi lebih lentur, ramping, dan berotot. Mulutnya penuh dengan gigi yang runcing. Tatapan matanya tajam, berkilau, dan merah. Telinganya besar dan lancip. Kakinya cekatan dan berbentuk seperti kait yang memungkinkannya untuk bergelantungan di atas pohon secara terbalik. Dalam beberapa cerita, ia juga memiliki ekor seperti ular yang digunakan untuk mengalihkan perhatian korbannya.
Sasabonsam hanya mencari korban pada hari Kamis. Ia akan bermain-main terlebih dahulu dengan korbannya, seperti permainan kucing dan tikus. Ia melompat dari pohon ke pohon, atau menepuk bahu korban dengan ekornya. Setelah dirasa cukup bermain-main, Sasabonsam akan meregangkan tubuhnya untuk mulai menangkap korbannya, menggigit lehernya, menghisap darahnya seperti vampir, dan memakan daging beserta tulangnya.
ADVERTISEMENT
“Kisah dan legenda ini digunakan untuk mendidik dan menyosialisasikan (aturan bagi) banyak orang. Kisah yang sama yang saya dengar saat masih kecil adalah cerita yang saya ceritakan juga kepada anak-anak saya. Itu adalah sebuah kisah peringatan yang membawa pelajaran moral tentang perlunya menghormati tanah (leluhur),” kata Genevieve Nrenzah, peneliti di Institut Studi Afrika, Universitas Ghana.
Kepercayaan akan hari sakral merupakan hal yang lazim berlaku dalam banyak agama dan kepercayaan tradisional. Sabat dalam Yudaisme, misalnya, menganjurkan orang-orang mesti beristirahat setiap Sabtu.
Begitu pun Kamis bagi suku Akan, orang-orang hanya boleh istirahat dan beribadah. Terlepas dari ada atau tidaknya Sasabonsam, semua orang wajib meninggalkan pekerjaannya pada hari tersebut.
Rujukan:
ADVERTISEMENT