news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bir Masa Lampau Terasa seperti Asap

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
13 Juli 2020 20:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Ilustrasi menikmati bir asap | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Ilustrasi menikmati bir asap | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Ada cukup banyak jenis bir dengan varian rasa, bahkan saat ini kamu dapat mengonsumsi bir dengan berbagai rasa buah, seperti leci, jeruk, stroberi, dan masih banyak lainnya. Namun, tahukah kamu bahwa pada masa awal pembuatan bir, rasanya tidak jauh dari rasa asap. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Atau apakah rasa tersebut memang disengaja oleh produsen bir saat itu?
ADVERTISEMENT
Bir memiliki sejarah yang cukup panjang. Saat terjadinya revolusi industri di Eropa, bir memang sudah terkenal dengan rasa asapnya. Itu disebabkan oleh proses pembuatan bir pada saat itu yang masih sangat tradisional dalam mengolah Malt.
Malt adalah biji-bijian serealia yang menjadi bahan utama pembuatan bir pada masa lalu. Tidak seperti anggur atau apel, malt tidak mengandung gula. Meski begitu, malt masih memiliki pati; pati ini belum dapat difermentasikan sebelum diubah menjadi gula.
Demi mengubahnya, diperlukan proses yang disebut Malting, yang membuat biji-bijian di dalam air akhirnya mulai bertunas. Namun, proses tunas ini tidak boleh dibiarkan sampai selesai, karena malt harus dikeringkan untuk menjadi bir. Banyak negara di Eropa menggunakan api kayu untuk mengeringkan malt tersebut. Udara panas membuat asap naik dan mengenai malt, sehingga malt yang telah kering akan membuatnya memiliki rasa seperti asap.
Foto: Rauchbier | Wikimedia Commons
Saat banyak orang sangat menyukai rasa asap pada bir mereka, perubahan pun datang dari Inggris. Selama abad ke-17, penggunaan batu bara mulai menggantikan kayu bakar. Batu bara dapat memberikan suhu yang lebih merata, namun asap yang dihasilkan tidak sepenuhnya mengenai malt, sehingga rasa asap pada malt tidak akan sama persis dengan yang dikeringkan melalui kayu bakar.
ADVERTISEMENT
Penggunaan batu bara kemudian membuat produksi bir rasa asap mulai menurun. Dengan proses baru tersebut, banyak bir memiliki rasa yang lebih ringan dengan sedikit rasa asap di dalamnya, bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki rasa asap. Padahal, banyak orang yang tidak menyukai hal tersebut dan merindukan rasa bir yang pernah mereka nikmati dulu.
Beberapa komunitas di Norwegia dan Polandia masih mempertahankan proses pembuatan bir dengan kayu bakar untuk menciptakan rasa asap yang mereka sukai. Banyak dari mereka melakukannya di rumah selama beberapa dekade sampai pada akhir tahun 1930-an. Tetapi di Jerman, sampai sekarang pun masih banyak pabrik komersial yang mempertahankan proses lama tersebut, dan mereka kemudian menyebutnya rauchbier atau bir asap.
ADVERTISEMENT