Bisakah Menaklukan Kesedihan Ala Film Inside Out?

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
16 Desember 2019 10:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: tokoh-tokoh personifikasi dari emosi manusia dalam film Inside Out
zoom-in-whitePerbesar
Foto: tokoh-tokoh personifikasi dari emosi manusia dalam film Inside Out
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam film produksi Pixar yang berjudul Inside Out kita dihibur oleh alur cerita tentang seorang gadis berusia 11 tahun yang otaknya dikendalikan oleh beragam emosi yang dipersonifikasikan sebagai Joy yang ceria, Disgust yang merajuk, Sadness yang penyedih dan Anger yang pemarah. Film tersebut sangat unik karena menyajikan konflik emosi antara si ceria dan si penyedih yang menyadarkan kita bahwa kedua emosi itu sangat penting bagi psikologi manusia.
ADVERTISEMENT
Namun, dapatkan kita benar-benar menggambarkan emosi yang kita rasakan kedalam bentuk personifikasi layaknya film Inside Out?
Para peneliti dari Hong Kong dan Texas baru-baru ini melakukan uji coba terhadap beberapa orang yang diminta untuk memikirkan kesedihan mereka dalam bentuk kepribadian "Sadness" seperti film Inside Out. Peserta juga diminta membayangkan kepribadian dari tokoh Sadness ciptaannya seperti: penampilan, gaya percakapan dan bagaimana (tokoh Sadness) mereka berinteraksi dengan diri mereka. Para perserta seolah-olah berada dalam kondisi memisahkan dirinya dengan emosinya sendiri.
Hasilnya, peserta merasakan efek yang berbeda, mereka jauh lebih bisa menunjukkan kontrol diri daripada sebelumnya. Mereka juga merasa seolah dirinya sedang ditempatkan sebagai pengamat yang memutar ulang adegan (kesedihan) dalam pikiran mereka.
ADVERTISEMENT
Penelitian Yang dan rekannya diperkuat juga oleh penelitian Dr. Ozlem Ayduk, seorang profesor psikologi di University of California, Berkeley yang telah 20 tahun meneliti tentang emosi. Ia menyatakan, "kita seperti mengubah prespektif diri sendiri terhadap kesedihan dan menjauhkan diri terhadap emosi. Ini sangat penting untuk meminimalkan tekanan yang disebabkan oleh ingatan atau pengalaman negatif."
Foto: Tokoh Sadness si penyedih
Manusia cenderung berada pada mode egosentris sehingga kecemasan, marah dan kesedihan yang kita rasakan tidak dapat dilihat dari cara lain. "Ketika Anda mengecilkan emosi, muncul sudut pandang baru yang dapat membuat emosi tersebut menurun. Adanya jarak yang sedemikian efektif, baik dipaksakan (karena keperluan penelitian), dicapai secara spontan, atau atas kondisi tertentu yang memicu stres memiliki manfaatnya yang bertahan lama terutama jika berada dalam kondisi penuh tekanan (depresi).
ADVERTISEMENT
Teknik pengaturan emosi seperti ini disebut Monolog internal. Monolog internal adalah proses pengalihan emosi atau pengalaman sulit untuk dapat diterima lewat analisis terhadap diri sendiri. Dimana kita berbicara tentang diri sendiri seperti seorang teman. Tentu, metode ini membutuhkan kontrol yang baik, tidak jarang orang justru menjadi terlalu larut dalam perenungan yang akan meningkatkan depresi dan kecemasan.
Teknik ini juga sering direkomendasikan oleh para terapis untuk menyoroti seberapa keras kita pada diri sendiri, seringkali tanpa menyadarinya. "Tetapi dengan menerapakan cara pengendalian diri seperti itu (film Inside out), Kita diajarkan ilmu menjauhkan diri lewat pandangan kita sebagai orang lain, daripada melihat diri kita lewat diri sendiri", kata Ayduk.
ADVERTISEMENT
Dr. Jason Moser, seorang profesor psikologi di Michigan State University mencatat bahwa mengatur emosi diri sendiri sering dianggap sebagai suatu prestasi pengendalian diri, karena perhatian dan pemikiran positif memerlukan waktu dan disiplin untuk menguasainya. Tetapi menggunakan orang ketiga (seperti dalam film) terbukti tidak berdampak buruk pada aktivitas otak daripada menggunakan orang pertama. Pengendalian diri ini “relatif mudah” dan efektif untuk mengelola respons emosional kita. Moser menyebutnya sistem pengembangan diri "self-talk", yang memiliki peran dalam mengobati depresi klinis, kecemasan dan masalah kesehatan mental lainnya.
ADVERTISEMENT
Pemikiran antropomorfik (atribusi karakteristik manusia ke makhluk bukan manusia) masih terus diteliti untuk mengetahui efek jangka panjang dan jangka pendek. Karena bisa jadi hanya berlaku pada emosi tertentu saja, tidak seefektif untuk melepaskan diri dari emosi negatif lainnya, seperti rasa bersalah atau malu, yang secara inheren melibatkan diri sendiri. Sedangkan dalam hal pengendalian emosi yang berkaitan dengan depresi, juga jauh lebih kompleks dari sekadar kesedihan.
Foto: Tokoh Joy si ceria
Kendati begitu, Pengendalian kesedihan ala film Inside Out terbukti menjadi strategi maju yang efektif lewat pemanfaatan kekuatan pikiran atas emosi. Membantu mengubah sudut pandang kita terhadap masalah untuk mengendalikan emosi. Jadi apakah Anda tertarik mencobanya?
Sumber: psychologies.co.uk | collider.com | theguardian.com