Giovanni Aldini, Ilmuwan yang Mengilhami Frankenstein

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
27 Oktober 2018 20:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: commons.wikimedia.org
Ada banyak film yang mengangkat ihwal Frankenstein, baik yang tayang di bioskop atau hanya serial di televisi. Sementara versi mengenai moster itu dituturkan secara berbeda-beda, sumber utamanya tetaplah sama --dan hanya satu-- yaitu novel karangan Mary Shelley yang berjudul 'Frankenstein'.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya tentang apa yang menginspirasi penulisan karyanya, Shelley menjawab bahwa kisah itu bermula dari sebuah mimpi yang pernah membuatnya terbangun dalam kepanikan. Di sisi lain, dia juga mengaku, mimpi tersebut mungkin dipicu dari obrolan soal Reanimasi Galvanik bersama teman-temannya.
Reanimasi Galvanik adalah sebuah istilah yang merujuk pada penemuan Luigi Galvani pada akhir 1700-an, ketika berhasil membuka rahasia ilmu biologi. Dalam sebuah percobaan, ketika pisau bedahnya dialiri listrik, ilmuwan asal Italia itu menyebabkan seekor katak yang telah mati kembali berkedut.
Metode bioelectricity itu lantas dikembangkan lebih jauh oleh keponakan Luigi, Giovanni Aldini. Lebih heboh dari percobaan pamannya, Giovanni bereskperimen dengan manusia dan dengan cepat meraih popularitas publik atas tindakannya.
Eksperimennya yang paling terkenal terjadi pada 1803 di London, Inggris. Kala itu, dia menerapkan bioelectricity kepada George Foster, seorang pria yang dihukum mati akibat membunuh anak dan istrinya. Tak lama setelah digantung, tubuh Foster kemudian dibawa oleh Aldini.
ADVERTISEMENT
"Dalam percobaan pertama dari proses (aliran listrik) ke wajah, rahang pada mayat penjahat itu mulai bergetar, dan otot-otot wajahnya secara mengerikan berkerut, dan satu matanya benar-benar terbuka. Pada bagian selanjutnya dari proses, tangan kanannya mengangkat dan mengepal, dan kaki juga pahanya mulai bergerak," tulis koran Newgate Calendar usai kejadian.
Aksi Giovanni memukau sekaligus menakutkan. Orang-orang mulai berspekulasi tentang kebangkitan manusia setelah kematian. Tetapi, Giovanni tahu dan sadar niat dia tidak berniat membawa yang telah mati kembali dalam kehidupan.
Giovanni paham metodenya mustahil membangkitkan mayat, namun pasti bermanfaat bagi dunia kedokteran. Dia tetap mengembangkan elektroterapi, bekerja sebagai insinyur dan membuat desain-desain mercusuar.
Sebelum Giovani wafat pada 1834, dia juga sempat menerima gelar Knight of the Iron Crown dari Kekaisaran Austria--untuk segenap kontribusinya bagi ilmu pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Sumber: theguardian.com | cambridge.org