Kisah Tragis Wanita Terakhir yang Dihukum Gantung di Inggris

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
4 April 2020 10:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: ft.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto: ft.com
ADVERTISEMENT
Pada 13 Juli 1955 di London, Inggris, sebuah eksekusi mati dilakukan terhadap terpidana wanita bernama Ruth Ellis. Eksekusi tersebut tercatat dalam sejarah sebagai hal menyita begitu banyak perhatian publik.
ADVERTISEMENT
Ruth Ellis dijatuhi hukuman mati oleh pihak berwenang di Inggris setelah membunuh pacarnya yang kerap berlaku kasar. Ibu dua anak itu membunuh sang pacar dengan cara menembaknya hingga meregang nyawa.
Protes sempat muncul dari masyarakat terhadap hukuman mati yang dijatuhi kepada Ellis. Meski demikian, eksekusi tetap dilakukan sesuai rencana. Saat hari yang sudah ditetapkan tiba, Ellis pun menghadapi tiang gantungan.
Eksekusi Ellis dilakukan di penjara Holloway, London. Pada pagi hari saat menjelang eksekusi berlangsung, banyak orang yang datang meski suasana justru hening. Sebagian dari mereka berdoa, dan kebanyakan terdiam tanpa suara.
Berita mengenai eksekusi mati Ellis kemudian menjadi perbincangan hangat di media massa. Tak ketinggalan, para politisi juga angkat bicara. Salah satunya anggota parlemen dari Partai Buruh penentang hukuman mati, Sydney Silverman, yang mengutarakan bahwa Ellis hanyalah manusia biasa yang menurut istilahnya 'menemukan kelegaan dalam sebuah tindakan putus asa di bawah tekanan emosi'.
Foto: thejournal.ie
Berdasarkan hasil investigasi polisi, hubungan antara Ellis dan pacarnya yang dibunuh, David Blakely, kerap dibumbui kekerasan. Ellis beberapa kali dianiaya hingga mengalami luka fisik hingga keguguran. Jaksa yang mengawal persidangan sebetulnya mengakui jika Ellis diperlakukan kasar sehingga emosinya terganggu, namun hal itu tak cukup untuk menghindari dijatuhinya hukuman mati.
ADVERTISEMENT
Sistem hukum Inggris saat itu tidak mengakui kekerasan yang dialami Ellis sebagai hal yang bisa membelanya di meja hijau. Hal tersebut dianggap sebagai kecatatan hukum yang tidak mencerminkan kesetaraan gender. Di sisi lain, fakta bahwa Ellis membunuh Blakely dengan pistol dan tidak adanya ikatan pernikahan di antara keduanya membuat sang terpidana tidak bisa menerima penangguhan hukuman.
Sementara itu masyarakat Inggris sendiri banyak bersimpati kepada Ellis. Tak lama setelah vonis diumumkan, banyak surat dan bunga yang dikirim ke penjara. Ada pula petisi yang ditandatangani ribuan orang berisi permintaan agar hukuman Ellis ditangguhkan. Intinya, publik memandang bahwa eksekusi mati terhadap seorang perempuan yang melakukan pembalasan terhadap kekerasan dari pacarnya adalah hal yang tidak adil.
ADVERTISEMENT
Sumber: thesun.co.uk | mirror.co.uk | historyextra.com