Makna Kata 'Anjing' dalam Berbahasa

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
4 September 2020 6:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh Ulrike Mai dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh Ulrike Mai dari Pixabay
ADVERTISEMENT
Sejauh yang saya tahu, "anjing" itu cuma nama hewan. Seperti elang, juga hewan. Dan kalau saya teriak "anjiiinggg ..." di dalam atau di luar rumah, ya ditujukan hanya untuk hewan berkaki empat itu. Kurang masuk akal jika saya teriak anjing kala menatap elang.
ADVERTISEMENT
Kata "anjing" juga netral, jika diterima sesuai arti asalnya.
Sama sekali tidak ada penjelasan tambahan. Apalagi pelesetan. Tidak ada persamaan untuk anjir, anjay, atau anjrit. KBBI hanya mendefinisikan "anjing" dalam satu kalimat itu saja.
Penjelasannya pun ringkas. Sekali baca langsung tuntas.
Tidak seperti "Babi", yang memiliki beberapa penjelasan. Kata ini oleh KBBI telah dimasukkan ke dalam ragam bahasa Kasar (kas). Selain dijelaskan sebagai: binatang menyusui yang bermoncong panjang, berkulit tebal, dan berbulu kasar, babi juga umpatan yang sangat kasar. Contoh kalimat dalam KBBI: enyah kau dari sini, babi!
ADVERTISEMENT
Kalaupun mesti diinterpretasikan, karena anjing memiliki banyak sifat bagus sesuai arti asalnya, mestilah jua berbuah kesan positif.
KBBI menyebutkan anjing sebagai hewan yang bertanggung jawab, dengan menyusui anak-anaknya. Patuh dan ramah, karena bisa kita pelihara. Bisa diandalkan untuk bertahan hidup, dalam berburu. Bahkan bisa melindungi keluarga kita, dengan menjaga rumah.
Jadi, ketika saya melihat seorang ibu yang bertanggung jawab dengan memberikan ASI untuk anak-anaknya, bolehlah saya memujinya: Anjing sekali Ibu ini ....
Pun bila si Ibu begitu kagum dengan kegesitan saya dalam berburu di medan belantara, wajarlah dia berujar: Kamu ini anjing banget ya ....
Setiap lelaki beristri yang bisa diandalkan untuk menjaga rumah dan keluarganya juga layak dijuluki: Suami Anjingan.
ADVERTISEMENT
Tentunya, julukan "anjing" yang berkonotasi positif juga pas untuk orang-orang yang punya sifat patuh dan ramah.
Boleh-boleh saja, sebenarnya. Berserah di posisi mana saya berdiri dalam memaknai kata "anjing". Karena penafsiran saya kemungkinan telah sesuai dengan arahan kaidah bahasa.
Orang yang mempunyai daya penglihatan tajam toh sering dijuluki sebagai "si mata elang". Penggunaan kata "anjing" dalam sebuah pujian juga boleh, kan? Interpretasi yang saya berikan untuk anjing ialah hasil dari ketundukan terhadap penjelasan dari KBBI. Semestinya sih sudah benar.
Andaikan isi pikiran khalayak juga selaras, tentu tak akan ada yang tersinggung, saat saya mengacungkan jempol sembari mengucap: "Anjing!" Sebagai tanda kekaguman, untuk menegaskan betapa hebatnya seseorang.
ADVERTISEMENT
Tetapi ... penafsiran mana pun yang berlaku pada waktu tertentu adalah fungsi dari kekuatan. Sekalipun itu bukan kebenaran, katanya Nietzsche sih begitu, dalam buku Daybreak: Thoughts on the Prejudices of Morality.
Tidak peduli bagaimana deskripsinya dalam KBBI, kita semua telanjur menafsirkan "anjing" untuk tidak punya makna positif sama sekali, saat diucapkan kepada seseorang.
Kebenarannya bergeser. Tidak lagi berdasarkan definisi bahasa, tetapi kaidah moral. Segala hal positif yang dimiliki si anjing sirna, berganti makna jadi segala yang najis, kotor, dan menjijikan.
Tidak seperti bahasa, yang jelas dan sistematis perumusannya, jelas jua batasan arti untuk setiap kata. Moral terkadang tidak memiliki dasar dalam pangkal kesepakatan. Sering kali moral tidak memiliki batasan yang kentara, untuk suatu hal yang dituduh tak bermoral.
ADVERTISEMENT
Berserah kepada siapa yang teguh mengendalikan moralitas.
Kita pun tak bisa lagi semau-maunya berbahasa. Kata "anjing" bagi kita, tidak lagi netral di dalam benak, yang setiap hari mesti menuruti kesepakatan khalayak dan takut akan kekuatan moral.
Bahkan ... tidak lagi kita bisa berteriak: "Anjing!" tanpa diikuti pemaknaan apa pun. Fungsinya telah berbeda, ketika kita tunduk pada interpretasi.
Kita dilarang mengucap "anjing", juga tidak boleh melafalkan pelesetannya. Dan kita dipaksa patuh, oleh pengendali moral, seperti binatang menyusui yang biasa dipelihara untuk menjaga rumah.