Mayat adalah Objek Wisata di Paris pada Abad Ke-19

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
17 Oktober 2020 15:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sepanjang abad ke-19, banyak kamar mayat yang berada di Paris, Prancis, seringkali menarik perhatian ribuan pengunjung setiap harinya, baik dari warga lokal maupun turis asing.
ADVERTISEMENT
Mereka sangat bersemangat terhadap daya tarik yang tidak wajar, melihat sebuah kematian di depan mata dan bahkan rela berdesak-desakan di depan jendela kaca besar hanya untuk melihat mayat-mayat yang baru saja dikeluarkan dari Sungai Seine atau yang dibunuh dengan cara yang mengerikan. Saat itu, pergi ke kamar mayat sering disamakan dengan pergi ke teater.
Kamar mayat sebenarnya digunakan untuk mengidentifikasi jenazah, dan para polisi sering kali dibantu oleh beberapa orang untuk mengungkapkan pembunuhan. Namun, sebagian besar orang-orang yang datang itu hanyalah ingin melihat kondisi mayatnya saja. Ditambah dengan surat kabar yang sering melebih-lebihkan cerita tentang pembunuhan, yang semakin membuat publik bersemangat.
Foto: Wikimedia Commons
Mayat-mayat tersebut dipajang di balik jendela kaca besar. Mereka ditelanjangi dan hanya dipakaikan sebuah kain yang menutupi kemaluan. Biasanya pakaian terakhir yang digunakan si mayat akan digantung di dinding terdekat. Air sengaja menetes ke kepala mereka untuk memperlambat pembusukan. Cara ini dilakukan saat belum adanya proses pendinginan mayat. Mayat akan bertahan selama tiga hari dan setelah itu baru dikeluarkan.
ADVERTISEMENT
Lazimnya, kamar mayat di Paris pada abad ke-19 terletak di ruang bawah tanah yang gelap dan lembab, tepatnya di Penjara Grand Chatelet. Pada tahun 1804, ruangan semacam ini dipindahkan ke Quai du Marche, dekat sudut Pont St. Michel, di dekat sungai. Bangunannya sendiri memiliki ruang bedah, ruang cuci, ruang identifikasi mayat, ruang penyimpanan mayat, dan ruang tontonan yang bahkan dapat menampilkan hingga sepuluh mayat sekaligus.
Mulai masuk abad ke-20, barulah banyak orang mulai mempertanyakan tentang moralitas dari pertunjukkan mayat untuk publik. Lagian ngapain liatin mayat?
Publik kemudian menyuarakan dan menentang pertunjukan tidak bermoral itu. Hingga akhirnya, kamar mayat di Paris menutup pintunya untuk umum pada tahun 1907.
Referensi:
ADVERTISEMENT