Mengapa Belanda Kekurangan Narapidana?

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
9 November 2018 22:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi narapidana (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi narapidana (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Belanda punya masalah dengan penjara dan tahanan, sama halnya dengan negara lain. Hanya saja, masalah yang dialami Belanda berada dalam kaidah yang terbalik dan lebih condong akan fenomena yang positif. Ketika negara lain susah payah mengatur kesesakan dalam satu ruang tahanan, Belanda justru 'berjuang' untuk mengisi sel yang kosong.
ADVERTISEMENT
Tahanan sama dengan ihwal langka di Belanda, mereka kekurangan orang untuk dikunci di dalam jeruji, sehingga pemerintah terpaksa menutup banyak penjara dalam dua dekade terakhir kemudian mengalihfungsikannya untuk sarana lebih berguna.
"Belanda memiliki pragmatisme yang mendarah daging ketika mengatur hukum dan ketertiban," ungkap René van Swaaningen, profesor kriminologi di Sekolah Hukum Erasmus School di Rotterdam, dinukil dari The New York Times.
Oleh karena itu, Belanda lebih fokus pada upaya penanganan kriminalitas dengan rehabilitasi ketimbang menjebloskan manusia ke dalam kurungan besi, karena mereka sadar hasilnya lebih efektif.
Selain itu, biaya untuk pengurusan penjara di Belanda terbukti lebih mahal. Contoh terbaiknya dapat dilihat dari Penjara Norgerhaven yang memiliki banyak ruang terbuka dengan pohon-pohon ek, meja piknik, dan lapangan voli.
ADVERTISEMENT
Pemerintah rela menggelontorkan uang ekstra demi mengurangi tingkat stres narapidana dan mereka memberikan kebebasan berekreasi kepada tahanan di dalam penjara. Narapidana diperbolehkan memelihara ayam, menanam sayuran, atau mengunjungi perpustakaan tanpa didampingi petugas.
Para narapidana juga belajar memasak atau mengasah keterampilan lain agar siap hidup normal kembali setelah dibebaskan.
Dalam hasilnya, kurang dari sepuluh persen tahanan di Belanda yang kembali ke penjara setelah bebas. Bandingkan dengan di Inggris, Wales, dan Amerika Serikat, di mana sekitar setengah dari narapidana yang telah dibebaskan kembali digiring ke kurungan dalam kurun waktu rata-rata dua tahun.
ADVERTISEMENT
"Dalam pelayanan (hukum di) Belanda kami melihat (narapidana sebagai) individu. Jika seseorang memiliki masalah narkoba kami menangani kecanduan mereka, jika mereka agresif kami memberikan manajemen kemarahan, jika mereka bermasalah dengan uang kami memberi mereka konseling hutang," ucap Jan Roelof van der Spoel, pengurus di Penjara Norgerhaven.
"Jadi kami mencoba untuk menghapus apapun yang menyebabkan kejahatan itu."
Pengadilan di Belanda juga sering mengganjar pelanggar dengan alternatif hukuman pelayanan masyarakat (seperti membersihkan taman, jalan, dan alun-alun selama waktu yang ditentukan), atau membayar denda, dengan begitu peluang masuk penjara jadi lebih kecil. Hanya mereka yang dianggap berpotensi terlalu berbahaya saja yang dibawa ke rumah tahanan.
Sikap Belanda yang cenderung santai namun efektif terhadap sistem penjara hampir mirip dengan kebijakan-kebijakan hukum di Swedia, Finlandia, Denmark, dan Norwegia, di mana fokus utama penanganan kriminalitas ialah dengan rehabilitasi, normalisasi, dan penyadaran martabat.
ADVERTISEMENT
Mereka melihat kriminalitas sebagai penyakit kompleks yang mesti ditangani dengan keragaman solusi, tidak menyimpulkannya sebagai satu penyakit yang sama untuk dihukum dengan cara sama lewat pengebirian hak hidup di penjara.
"Strategi kami adalah untuk mencakup seluruh masalah, bukan hanya satu masalah," kata Nils Oberg, Direktur Jenderal Penjara dan Layanan Percobaan di Swedia, kepada The Guardian.
Dampak positif pun mereka raih dengan metode penegakan hukum tersebut. Sebagai indikasi dari penurunan angka kriminalitas serta berkurangnya jumlah narapidana, Belanda telah menutup 19 penjara sejak 2013, sedangkan Swedia menutup 56 penjara dalam waktu empat tahun saja (2010-2014).
Sumber: theguardian.com | nytimes.com