Meteorit dan Penipuan Robert Peary terhadap Suku Inuit

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
12 Desember 2018 16:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Robert Peary memang penjelajah yang hebat, tetapi dia juga penipu yang tak punya simpati.
Foto: commons.wikimedia.org
ADVERTISEMENT
Banyak tokoh sejarah yang dihormati atas pencapaian dalam hal-hal besar lalu dilupakan setelah terbongkar sikap buruknya. Sebagai contonya yaitu Christopher Columbus, yang mulanya disambut hangat oleh Suku Indian dan kemudian berkonflik dengan mereka. Serta, Robert Edwin Peary, orang pertama yang berhasil mencapai Kutub Utara pada 1909 dan dihujat atas penipuannya terhadap Suku Inuit (orang Eskimo yang menempati Alaska, Kanada, dan Greenland).
Kisah culas Peary berkaitan erat dengan bongkahan meteorit raksasa yang sebelumnya dia bawa ke Amerika Serikat (AS) pada 1897. Diperkirakan, meteoit itu jatuh di Greenland sekitar 10.000 tahun lalu dan menjadi satu-satunya sumber besi bagi orang-orang Inuit. Di tanah Greenland yang tandus, tanpa endapan logam alam, dan tak pernah berkontak dengan dunia luar, Suku Inuit secara luar biasa sanggup menciptakan pisau, tombak, serta perkakas lainnya, dari batu luar angkasa itu.
ADVERTISEMENT
Penjelajah Inggris Kapten John Ross pernah datang untuk mencari keberadaan meteorit tersebut pada 1818, namun dia pulang dengan kegagalan. Berbeda dengan Peary, 70 tahun kemudian dia sukses membujuk orang Inuit untuk membimbingnya ke lokasi batu berharga itu, bahkan dia juga berhasil membawa pulang bongkahan besar meteorit.
Peary membayar pribumi Greenland dengan seperangkat senapan, panci, wajan, gergaji, dan pisau untuk mengangkat meteorit melintasi pulau menuju perahu. Barang-barang modern nan praktis semacam itu tentunya sangat berharga bagi Suku Inuit, kemungkinan karena mereka belum pernah melihatnya, sehingga mereka mau saja diajak bertukar dengan batu luar angkasa (yang sejatinya jauh lebih mahal).
Foto: commons.wikimedia.org
Tak cuma meteorit seberat 34 ton saja, faktanya, Peary jua membawa enam orang Inuit ke AS untuk tujuan penelitian. Mereka dibawa ke Museum Sejarah Alam Amerika di New York, di mana mereka secara terus-menerus diperiksa dan diukur oleh para ilmuwan seperti mahluk langka yang belum pernah dilihat manusia.
ADVERTISEMENT
Rencana museum ialah menjaga enam orang Inuit selama setahun dan kemudian mengirim mereka kembali ke rumah. Meskipun dirawat cukup baik, rupanya kondisi iklim New York tak cocok untuk tubuh mereka. Beberapa bulan setelah tinggal di tanah asing, empat orang Inuit wafat akibat penyakit, satu orang dipulangkan, dan satu lagi seorang bocah bernama Minik menetap di AS.
Ironisnya sikap Peary, meski menghasilkan uang sangat banyak setelah menjual bongkahan meteorit seharga USD 40.000 (saat ini setara dengan hampir satu juta USD), dia menolak untuk berkontribusi terhadap biaya kesejahteraan hidup Minik. Dalam dua buku tentang ekspedisi Greenland, Peary pula tidak pernah sekali pun menyebutkan soal Inuit atau membahas jasa mereka.
Tatkala Peary sekali lagi berlayar ke Greenland dan menjadi orang pertama yang berhasil mencapai Kutub Utara pada 1909, tak banyak yang terlalu kagum atas prestasinya sebab sikap buruknya dan kematian empat orang Inuit telah menyebar luas. Citra Peary semakin jelek pada dekade-dekade berikutnya, terutama setelah sejarawan Kenn Harper mengulas kisah pelik hidup Minik melalui buku Give Me My Father's Body yang diterbitkan tahun 1986.
ADVERTISEMENT
Sumber: washingtonpost.com | britannica.com | sciencenordic.com