Pemilu Paling Berdarah dalam Sejarah Amerika Serikat

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
20 Desember 2020 17:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ku Klux Klan tahun 1920 | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ku Klux Klan tahun 1920 | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Beberapa pekan lalu, setelah penyelenggaraan pemilu dan penghitungan suara di seluruh wilayah Amerika, Joe Biden unggul suara dari sang petahana, Donald Trump, dalam pemilu Presiden Amerika Serikat ke-59. Walaupun dianggap kontroversial dan menerima beragam tuduhan dari kubu petahana, Dewan Elektoral Amerika Serikat tetap meresmikan Joe Biden sebagai presiden terpilih.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, tidak hanya pemilu kali ini yang tampak penuh perdebatan di permukaan. Pun dianggap penuh dengan kontroversi. Seabad yang lalu, situasi panas juga pernah terjadi selama pemilu. Bahkan, saking kacaunya, pemilihan presiden pada masa lampau itu kemudian dikenang sebagai pemilu paling berdarah dalam sejarah Amerika Serikat.
2 November 1920, tepatnya, Moses Norman, warga berkulit hitam dari Ocoee, Florida, bergabung dengan lebih dari 25 juta orang AS untuk memberikan hak pilihnya dalam pemilu presiden. Namun, karena Norman berkulit hitam, menggunakan haknya berarti membahayakan keselamatannya.
Beberapa hari sebelumnya, Ku Klux Klan, organisasi rasialisme terbesar di AS, telah mencoba mengirim pesan ancaman kepada orang-orang kulit hitam yang berencana memberikan suara. Jadi, tidaklah mengherankan Norman lantas ditolak kehadirannya pada Hari Pemilihan.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang tahu, secara detail, dan secara jelas, apa yang terjadi selanjutnya. Tetapi, penolakan itu menyulut kisruh lebih luas dan menyebabkan pembunuhan terhadap empat orang kulit hitam. Beberapa pihak percaya bahwa cerita di balik kejadian ini sebagian besar telah dirahasiakan selama beberapa dekade.
Ilustrasi pembantaian terhadap orang kulit hitam pada abad ke-20 | Wikimedia Commons
Namun catatan historis yang ditutup-tutupi bukanlah hal yang mustahil terkuak. Sebuah pameran baru, di Pusat Sejarah Regional Orange County Orlando, diselenggarakan guna memperbaiki penghilangan sejarah tersebut. Pameran ini mengacu pada sejarah lisan dan berbagai bahan utama untuk mengeksplorasi peristiwa hari itu.
Pamela Schwartz, Kepala Kurator Pusat Sejarah, mengatakan dokumen yang tersedia mengonfirmasi bahwa pembantaian itu menewaskan empat orang kulit hitam (meskipun beberapa pihak berspekulasi jumlah korbannya mencapai lusinan).
ADVERTISEMENT
Setelah Moses Norman berusaha memberikan suara, massa kulit putih setempat membawa temannya, Perry, ke penjara. Beberapa jam kemudian mereka membunuh Perry. Norman sendiri selamat dan kemudian pindah ke New York.
Sementara itu, sepanjang hari di Kota Ocoee, massa kulit putih melancarkan aksi terorisme rasialisme terhadap komunitas Kulit Hitam Ocoee. Secara massal, mereka membakar rumah dan bangunan lain, di seluruh lingkungan tempat tinggal warga berkulit hitam. Tiga korban ditemukan telah menjadi abu di salah satu bangunan yang dibakar.
Tragedi rasialisme tersebut terus menghantui Kota Ocoee dan kota-kota tetangganya selama beberapa dekade berikutnya. Pada 1970-an, ketika orang kulit hitam mulai kembali ke komunitasnya di Ocoee, seorang pria bernama Fred Wilson dengan cepat pergi dari Ocoee setelah salib yang terbakar muncul di halaman rumahnya. Ia takut jika salib terbakar ialah ancaman nyata dari Ku Klux Klan untuk pembunuhan.
ADVERTISEMENT
Timothy James, yang keluarganya pindah ke Ocoee pada tahun 1970-an, mengatakan kepada Schwartz bahwa tinggal di Ocoee, "Seperti memasukkan jarinya ke dalam soket listrik". Segalanya begitu menegangkan dan menakutkan,
Ketakutan akan menjadi korban pembunuhan terus mengganggu pikiran orang-orang kulit hitam di Ocoee hingga tahun 1990-an; dan semuanya bermula dari kekacauan pemilu presiden pada 100 tahun yang lalu.
Acuan: