Sanksi Hukum untuk Sebatang Pohon di Pakistan

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
27 Mei 2020 15:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Flickr/Samantha Celera
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Flickr/Samantha Celera
ADVERTISEMENT
Diceritakan pada tahun 1898, seorang perwira Inggris yang bernama James Squid sedang mabuk berat. Karena pengaruh alkohol, dia kesulitan membedakan antara mahluk yang bergerak dan yang tidak, sehingga mengira bahwa sebuah pohon banyan telah menerjang ke arahnya. Padahal dialah yang sempoyongan dan hendak menabrak pohon. Konyolnya Squid, lantaran merasa telah diserang, dia pun memerintahkan petugas untuk menghukum pohon ini.
ADVERTISEMENT
Lebih dari seratus tahun kemudian, pohon itu masih berdiri di Landi Kotal, Pakistan. Sebuah tempat yang dihuni oleh orang-orang suku pedalaman di dekat perbatasan Afghanistan. Pohon banyan pun dirantai ke tanah, seolah-olah untuk mencegahnya melarikan diri. Sebuah papan yang tergantung pada dahannya menegaskan tulisan: "Saya ditahan."
"Melalui tindakan ini, Inggris pada dasarnya telah menyiratkan kepada orang-orang suku bahwa jika mereka berani bertindak melawan Raj (Kemaharajaan Britania), mereka juga akan dihukum dengan cara yang sama," diterangkan dalam tulisan The Washington Post.
Sesuai anggapan warga lokal, sanksi hukum yang diterima oleh pohon banyan tersebut adalah alegori terhadap Frontier Crimes Regulation (FCR) yang terkenal kejam di Pakistan. Kebijakan ini kali pertama diberlakukan oleh Inggris selama Era Kolonial, khusus untuk membungkam para oposisi. Undang-undang mengizinkan pemerintah untuk secara kolektif menghukum suatu suku atau keluarga atas kejahatan yang dilakukan oleh individu-individu dalam kelompok-kelompok ini.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, sangat mengejutkan, laiknya pohon banyan yang masih berdiri dirantai, ternyata FCR juga masih diberlakukan di Federally Administered Tribal Areas (FATA). Semua warga FATA, yang tinggal di kawasan persukuan di perbatasan, disangkal hak-haknya atas persidangan yang adil dengan menolak hak mereka untuk mengajukan banding, tidak memiliki hak perwakilan hukum yang legal, dan tidak punya hak untuk menghadirkan bukti yang beralasan. Undang-undang ini pun menyatakan bahwa penghuni FATA dapat ditangkap tanpa perlu disebutkan kejahatannya, dan pemerintah federal memiliki hak untuk menyita harta pribadi terdakwa. FCR pada dasarnya merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia.
Kendati pada tahun 2008 Perdana Menteri Pakistan sempat menyatakan keinginan pemerintah untuk mencabut FCR, tetapi kemajuan yang dicapai berjalan sangat lambat. Pembatalan peraturan tersebut juga cenderung alot.
ADVERTISEMENT
Selama pohon banyan itu masih belum dilepaskan dari rantai-rantai hukumannya, betul-betul tidak ada indikasi FCR telah dihilangkan di Pakistan. Dalam alegori itu, bukan pohon yang disanksi sebagai manusia, tetapi sebaliknya.