Senandung Suara di Atas Awan

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
8 Maret 2019 10:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: commons.wikimedia.org
zoom-in-whitePerbesar
Foto: commons.wikimedia.org
ADVERTISEMENT
"Tiba-tiba, sementara kita demikian tergantung di udara yang berkabut, kita mendengar konser musik instrumental yang mengagumkan. Tampaknya berasal dari awan dan dari jarak beberapa meter dari kita. Mata kita berusaha menembus kedalaman materi awan yang berwarna putih, samar-samar yang mengelilingi kita di setiap arah. Kami mendengarkan dengan takjub suara-suara orkestra misterius.”
ADVERTISEMENT
Itu bukan pertama kalinya James Glaisher mendengarkan musik sambil terbang menembus awan. Lima tahun sebelumnya, Glaisher terbang dengan balon udara dari kota Wolverhampton, Inggris. Terbang di ketinggian 3.780 meter, sambil mendengarkan musik.
Pada tahun 1867, Glashier bersama dengan penggemar balon udara lainnya, terutama sering bersama Camile Falmmarion (seorang astronom Prancis) dan Gaston Tissandier seorang ahli meteorologi Prancis, memulai serangkaian percobaan penerbangan balon. Selama lebih dari dua hari, mereka terbang dari Paris ke Solingen dekat dengan Cologne.
Glashier menyampaikan, ia mendengarkan musik dan berbagai suara beberapa kali selama melakukan perjalanan terbang di ketinggian ratusan bahkan ribuan meter. “Kami disuguhkan senandung musik orkestra yang luar biasa, sementara berlayar di atas Antony, melewati Boulainbillers. Kemudian kami secara keseluruhan diselumuti oleh awan, di atas ketinggian sekitar 3.280 kaki di atas tanah.”
ADVERTISEMENT
Glashier menulis dalam memornya tentang perjalanan dengan balon udara dalam Travels in the Air:
Saya menemukan bahwa intensitas berbagai suara yang dipancarkan di permukaan bumi terdengar di ketinggian yang berbedadi Atmosfer. Peluit lokomitif pada ketingian 3.048 meter, suara kereta api di ketinggian 2.499 meter, gonggongan anjing di 1.798 meter; suara senapan terdengar di ketinggian yang sama; teriakan pria dan wanita kadang kala bisa terdengar di ketinggian 1.524 meter, dan pada ketinggian ini kokok ayam dan suara lonceng gereja terdengar. Pada ketinggian 1.371 meter, gulungan drum dan musik orkestra terdengar jelas. Pada ketinggian 992 meter, suara seorang pria terdengar; bergelindingnya roda gerobak di trotoar dapat terdengar. Dan dalam keheningan malam, aliran sungai bahkan aliran sungai yang lebih kecil, menghasilkan ketinggian yang sama seperti efek dari air terjun yang curam. Pada ketinggian 914 meter, suara kodok menggeram terdengar, dan bahkan nada tajam dari kriket mol dapat terdengan di ketinggian 762 meter.
ADVERTISEMENT
Apa yang dialami oleh Glaisher dan teman-temannya adalah efek kelembaban pada tingkat suara. Telah diteliti bahwa dengan meningkatnya kelembaban, tingkat suara juga meningkat. Awan dan kabut menjadi lebih lembab mengumpulkan suara dengan intensitas seperti itu. Dijelaskan oleh Glaisher, “Bahwa setiap kali melewati awan, kami mendengan band yang sedang bermain di kota yang ada di bawah kami, musiknya terdengar begitu dekat.”
Hal tersebut terjadi lantaran kelembaban yang lebih rendah menyerap lebih banyak suara, terutama pada frekuensi yang lebih tinggi, karena relaksasi molekuler dalam gas di udara (dengan tingkat kelembaban 10% paling banyak menyerap). Sementara perubahan besar dalam tekanan atmosfer, setara dengan ratusan hingga ribuan meter, memiliki pengaruh kecil pada tingkat kebisingan untuk sebagain besar sumber suara, tetapi secara substansial memengaruhi tingkat yang diterima dari suara-suara itu.
ADVERTISEMENT
Sumber: atlasobscura.com | amusingplanet.com