Teaism dan Larangan Minum Teh di Tunisia pada Tahun 1930-an

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
11 Juli 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Teh tradisional Tunisia | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Teh tradisional Tunisia | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1927, saat adanya pertemuan Akademi Kedokteran di Paris, seorang dokter Tunisia bernama Béchir Dinguizli mengatakan bahwa adanya sebuah ancaman serius ketika seseorang meminum teh. Apabila tidak dihentikan dengan segera oleh otoritas Prancis saat itu, maka dampaknya akan menghancurkan masyarakat Tunisia. Tentunya, imbauan ini menggemparkan masyarakat di sana yang sedang gemar-gemarnya terhadap teh.
ADVERTISEMENT
Teh mulai diperkenalkan ke Tunisia pada tahun 1881. Seiring berjalannya waktu, impor teh di Tunisia mengalami lonjakan, dari yang awalnya 100.000 kilogram per tahun 1917 menjadi 1.100.000 kilo pada tahun 1926. Menurut sejarawan, ini disebabkan oleh Perang Italia-Turki, yang berlangsung tahun 1911-1912, yang kemudian mengirimkan para pengungsi yang menggemari teh dari Tripolitania (Libya dahulu) ke Tunisia.
Sepanjang tahun 1920-an dan 1930-an, banyak penulis Prancis (termasuk satu dari Tunisia), mendesak pemerintah Prancis untuk mengambil tindakan terhadap teh, karena banyak pria, wanita, dan anak-anak Tunisia meminumnya sepanjang hari. Jurnal Colonial Annals merangkum ketakutan ini pada tahun 1930, dengan menyatakan,
Publikasi Prancis menamakan fenomena ini sebagai teaism, dengan diagnosa medis yang menganggap kurangnya kontrol diri dalam mengonsumsi teh. Menurut Dinguizli, teaism merupakan kecanduan yang sebanding dengan alkohol, yang dapat menyebabkan amnesia, jantung berdebar, gangguan saraf, bahkan sampai penurunan angka kelahiran.
ADVERTISEMENT
Setelah sekian lamanya melalui proses penelitian, dan setelah beberapa publikasi yang membahas bahaya minum teh dari tahun 1920-an hingga 1950-an, ancaman teaism rupanya tidak benar-benar terjadi pada orang-orang Tunisia yang telah mengonsumsi teh selama beberapa puluh tahun. Teaism, bukanlah sebuah penyakit. Teh tidak menghasilkan halusinasi atau memicu kejahatan, dan tidak pula "merusak" orang Tunisia. Pada dasarnya, kegemaran yang dianggap kecanduan itu hanyalah tren publik terhadap minuman baru.
Penjual teh di Tunisia | Wikimedia Commons
Kekhawatiran para dokter dan petinggi Prancis pun berkurang ketika mereka mulai menyadari penerimaan teh oleh masyarakat luas di negara lain. Sebagai contoh, di Inggris pada abad ke-17 dan ke-18, tidak ada kasus yang berbahaya karena teh, yang ada hanyalah para penulis Prancis tidak ingin teh yang telah dikenal sebagai budaya Inggris juga ikut dipopulerkan oleh orang Tunisia (yang saat itu masih dalam jajahan Prancis).
ADVERTISEMENT
Tunisia kemudian berhasil meraih kemerdekaannya pada tahun 1956, setelah bertahun-tahun berjuang melalui kekerasan dan negosiasi. Pada titik tersebut, teaism tidak lagi masuk diagnosis medis. Bahkan, sampai hari ini pun, teh masih menjadi minuman nasional Tunisia.
Referensi: