Uji Coba Antibodi HIV kepada Monyet

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
9 Januari 2020 17:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Ibu monyet dan bayinya
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Ibu monyet dan bayinya
ADVERTISEMENT
Virus HIV masih menjadi momok yang mengerikan bagi manusia. Berbagai penelitian untuk pengobatan dan pencegahan telah dilakukan oleh pakar kesehatan, salah satunya yang terbaru adalah penciptaan antibodi HIV untuk Ibu monyet. Penelitian ini merupakan percobaan pertama yang sengaja diujicobakan kepada monyet, dengan harapan dapat membuka jalan bagi pengobatan HIV di masa depan yang bermanfaat bagi manusia.
ADVERTISEMENT
Monyet yang diteliti adalah monyet betina yang memiliki bayi dan terpapar simian-human immunodeficiency virus (SHIV). SHIV adalah jenis HIV versi monyet. Peneliti memberikan kombinasi dua dosis antibodi yang terdiri dari PGT121 dan VRC07-53 kepada bayi monyet yang baru lahir dalam kurun waktu 30 jam setelah terpapar SHIV dari induknya. Untuk melihat seberapa besar pengaruh dosis antibodi itu terhadap bayi monyet.
Foto; Virus HIV dalam tubuh manusia
Sifat Virus HIV sangatlah menantang untuk diobati, karena virus cepat bermutasi ketika ditiru. Beberapa tahun terakhir ini pengobatan HIV kebanyakan menggunakan terapi antiretroviral (ART). Orang yang positif HIV memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah dan tidak mampu merespon virus dengan benar karena berbagai alasan. Perawatan ART bekerja dengan mencegah virus HIV bertambah banyak (mengurung virus HIV berkembang biak). Para peneliti juga turut mengembangkan pengobatan yang dikenal sebagai antibodi penawar-luas (bNabs) yang "menetralkan" varian genetik HIV dan memiliki implikasi untuk intervensi pencegahan serta pengembangan vaksin (konsep yang saat ini dalam uji klinis kepada manusia di beberapa negara di dunia).
ADVERTISEMENT
Sedangkan bagi perempuan hamil yang positif HIV biasanya menggunakan obat antiretroviral selama terapi untuk mencegah penularan virus di dalam rahimnya. Meski begitu, penularan virus dari ibu ke bayi masih terjadi ketika bayi terpapar darah ibunya atau cairan lain, baik itu melalui kehamilan, persalinan atau menyusui. Bayi manusia yang lahir dari ibu positif HIV diwajibkan minum koktail obat sampai enam minggu setelah kelahiran (jika ada diagnosa mereka terpapar HIV). Namun, setelah pengobatan itu ternyata hasil tesnya menunjukkan bayi itu masih positif tertular HIV, kemungkinan bayi perlu minum obat HIV selama sisa hidup mereka. Sedangkan obat-obatan ART pada anak yang baru lahir memiliki efek samping negatif dan konsekuensi jangka panjang yang masih diteliti hingga sekarang. Keadaan inilah yang mendasari penelitian obat antibodi HIV dengan mengujicobakan kepada bayi monyet.
ADVERTISEMENT
Dalam jurnal yang diterbikan Nature Communications, peneliti mengungkapkan hasil atas penelitian mereka tentang bayi monyet. Bahwa semua bayi monyet di dalam rhesusnya (kadar protein khusus (Antigen D) pada permukaan sel darah merah) yang diberi satu dosis antibodi dalam kurun waktu 30 jam setelah kelahiran menunjukkan hasil yang bagus. Tidak terdapat virus SHIV dalam jaringan tubuh bayi monyet itu. Hanya saja kuncinya terdapat pada ketepatan pemberian obat antibodi, menunda pengobatan sampai 48 jam setelah kelahiran maka setengah dari bayi monyet tersebut akan mengembangkan virus SHIV. Jika sudah begitu tidak ada jalan lain selain menggunakan pengobatan sekunder, bayi monyet harus dirawat dengan regimen ART selama tiga minggu (walaupun hasilnya juga positif terbebas dari SHIV namun memiliki efek samping).
ADVERTISEMENT
Menurut para peneliti, penggunaan obat antibodi ini tidak beracun dan dapat dimodifikasi untuk bertahan lebih lama di dalam tubuh. Kendati begitu, masih perlu penelitian lebih lanjut untuk meyakinkan apakah pengobatan antibodi benar-benar menghilangkan virus SHIV (dan HIV) secara total atau hanya mencegahkan dari replikasi. Peneliti berharap pengobatan ini dapat segera disesuaikan untuk tubuh manusia agar dapat menambah atau mengganti penggunaan obat ART dalam pengobatan HIV.
Sumber: nhs.uk | cdc.gov | iflscience.com
Sumber foto: commons.wikimedia.org