Akademisi: Titik Nol Islam Nusantara Bukan di Barus, tapi di Aceh

Konten Media Partner
17 Februari 2020 20:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra menyatakan Aceh sebagai pusat peradaban Islam tertua di Asia Tenggara dapat dibuktikan secara akademis.
ADVERTISEMENT
Menurutnya banyak sejarah untuk dijadikan bukti, seperti Kesultanan Aceh, naskah kuno, benda-benda peninggalan sejarah, dan lahirnya ulama-ulama besar dari Aceh.
Pernyataan ini membantah klaim daerah Barus di Sumatera Utara sebagai titik nol Islam Nusantara setelah Presiden Joko Widodo meresmikan Tugu Titik Nol Islam Nusantara di Barus, pada 2017.
Menurut Azyumardi, penyebutan Barus sebagai titik nol pusat peradaban Islam Nusantara bukan pernyataan berdasarkan kajian akademis, melainkan secara politis.
Karena, imbuh dia, sejarah ditulis atau diteliti untuk beberapa kepentingan, salah satunya disebut untuk kepentingan politis.
"Secara akademis, pernyataan Barus adalah titik nol belum bisa dibuktikan,” kata Azyumardi pada seminar bertema Aceh Pusat Peradaban Islam Terawal di Asia Tenggara di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Senin (17/2).
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra . Foto: acehkini
Selain Azyumardi, seminar itu turut diisi oleh arkeolog independen dan peneliti situs-situs sejarah di Sumatera Edwards McKinnon dan Guru Besar UIN Ar Raniry Misri A.Muchsin.
ADVERTISEMENT
Seminar itu merupakan rangkaian kegiatan Kenduri Kebangsaan 2020 yang akan berlangsung pada 22 Februari mendatang di Kabupaten Bireuen. Kenduri Kebangsaan juga akan dihadiri Presiden RI Joko Widodo dan sejumlah menteri kabinetnya.
Azyumardi Azra menambahkan, penyebaran Islam di Aceh telah berlangsung sejak abad ke-12 oleh ulama-ulama sufi, sehingga budaya Islam dalam masyarakat Aceh telah tertanam dalam budaya lokal masyarakat.
Selain itu, kata dia, Aceh juga menjadi pusat penyebaran Islam di Nusantara karena posisinya yang strategis dalam bidang perdagangan dan maritim.
“Pada abad ke-16 Aceh telah berhubungan dengan masyarakat Islam secara global seperti Mekkah dan Madinah,” ujar dia.
Sementara arkeolog independen dan peneliti situs-situs sejarah di Sumatera Edwards McKinnon mengatakan kawasan Fansur dan Lamuri merupakan kota tua Islam yang berada di Kabupaten Aceh Besar yang telah hilang.
Seminar bertema Aceh Pusat Peradaban Islam Terawal di Asia Tenggara di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Senin (17/2). Foto: acehkini
Menurutnya, negeri Fansur merupakan suatu pelabuhan purba yang menonjol dan termasyur. Namanya muncul dalam teks kuno Cina, Arab, Melayu, India, Armenia, Portugis, dan Belanda. Namun pada abad ke-14 nama Negeri Fansur menghilang karena gempa dan tsunami.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan tulisan Arab abad ke-9, kata Edwards, lokasi Fansur dan Lamuri sangat berdekatan. “Hasil penelitian kami, lokasi Fansur berada di Lhok Pancu atau Lhok Lambaroneujib beberapa kilometer sebelah barat Kota Banda Aceh," tutur dia.
Dia menambahkan, peneliti beranggapan Fansur sebagai pelabuhan purba yang ramai telah menghilang pada abad ke-14 atau ke-15. Menghilangnya pelabuhan purba itu disebut karena tsunami purba yang terjadi pada tahun 1390 dan 1450 yang menghantam pantai Aceh Besar.
Sementara itu, Guru Besar UIN Ar Raniry, Misri A.Muchsin memaparkan sejumlah bukti-bukti sejarah peradaban Islam di Asia Tenggara yang asal mulanya lahir dari Kerajaan Peureulak dan Samudra Pasee.