Aktivis Aceh Peringati 21 Tahun Pembantaian Warga Sipil di Idi Cut

Konten Media Partner
3 Februari 2020 14:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seruan aksi untuk Arakundo.
zoom-in-whitePerbesar
Seruan aksi untuk Arakundo.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahasiswa dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang tergabung dalam ‘Daulat Rakyat Aceh untuk Arakundo’ memperingati 21 tahun tragedi Idi Cut atau juga dikenal sebagai peristiwa Jembatan Arakundo. Peringatan dilakukan di empat kota, Banda Aceh, Lhokseumawe, Jokjakarta dan Sumatera Barat, dalam waktu terpisah, Senin (3/2).
ADVERTISEMENT
Aksi bertujuan untuk menggugah pemerintah agar menyelidiki dan mengungkap kasus ini sejelas-jelasnya ke publik. “Di Banda Aceh akan kami gelar di kawasan Simpang Lima, pukul 16.00 WIB nanti,” kata Fadli, salah seorang fasilitator aksi kepada acehkini.
Menurutnya, aksi di Lhokseumawe telah digelar sekitar pukul 11.00 WIB tadi.
“Kalau di Jogja mulai sekitar pukul 15.00 WIB, Sumatera Barat sedang berlangsung siang ini,” katanya.
Aksi di Lhokseumawe. Dok. #DarahArakundo Lhokseumawe
Tragedi Idi Cut terjadi di Simpang Kuala, Kecamatan Idi Cut, Kabupaten Aceh Timur, pada Rabu dini hari, 3 Februari 1999, persis di depan Markas Komandan Rayon Militer (Koramil) dan Kantor Polisi Sektor (Polsek) setempat. Saat itu massa sedang berkumpul menghadiri dakwah agama, di lapangan Idi Cut.
ADVERTISEMENT
Acara selesai pada pukul 00.30 WIB dini hari, massa kemudian bubar dan sempat tertahan lama di simpang jalan Kuala Idi Cut karena banyaknya kendaraan yang akan keluar dan jalan tersebut. Petaka terjadi sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, terdengar suara tembakan dari arah barat Kantor Koramil, sudah ada beberapa truk aparat di sana.
Tidak ada data pasti berapa orang-orang yang menjadi korban dalam peristiwa itu. Data Koalisi NGO HAM, tercatat 58 korban yang telah ditembak dinaikkan ke dalam truk aparat, baik yang sudah tewas maupun yang sekadar luka-luka. Puluhan lainnya juga dinaikkan ke mobil, dibawa ke arah lain.
Warga mencari mayat di jembatan Arakundo, 4 Februari 1999. Dok. Koalisi NGO HAM Aceh
“Kasus ini belum sama sekali diungkap dan diselidiki, status penegakan hukum atas kasus Arakundo, tidak jelas sampai sekarang,” kata Hendra Saputra, Koordinator KontraS Aceh kepada acehkini.
ADVERTISEMENT
Menurutnya kasus ini sudah sangat jelas, terjadi penembakan, pembantaian dan pembuangan mayat warga di sungai Arakundo. Bahkan saat ditemukan, mayat-mayat tersebut masih berada dalam goni maupun diikat dengan batu.
Harapannya, pemerintah dapat mengusut kasus ini sampai tuntas dan membukanya ke publik, sebagai bentuk pelanggaran HAM di Aceh semasa konflik.
“Kita juga mendorong dibuatkan tugu memorialisasi, untuk mengenang peristiwa berdarah itu,” katanya. []