Cerita Amilin: Mengatasi Konflik Satwa, Sahabat Gajah yang Hampir Putus Sekolah

Konten Media Partner
10 Juli 2021 11:44 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Amilin, bersahabat dengan gajah sejak SMA. Foto: dok. pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Amilin, bersahabat dengan gajah sejak SMA. Foto: dok. pribadi
ADVERTISEMENT
Sudah lima tahun ini Amilin bersahabat dengan gajah jinak. Hari-harinya dihabiskan dengan menemani satwa bertubuh besar itu makan, mandi di sungai, hingga keluar masuk hutan belantara. Sebab, pria 28 tahun itu bertugas sebagai asisten mahout atau pawang gajah di Conservation Response Unit (CRU) Sampoiniet.
ADVERTISEMENT
Tempat ini berada di Desa Ie Jeureungeh, Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. Tidak jauh dari rumah Amilin. Jarak yang dapat ditempuh dalam hitungan menit ini membuat dia kerap pulang pergi. Terutama untuk mencari jaringan telepon seluler yang belum menyentuh kamp CRU Sampoiniet di pinggiran hutan Ulu Masen.
Perjalanan Amilin dekat dengan gajah berliku. Ia melakukan pendekatan sejak masih berusia belasan tahun sewaktu masih berstatus siswa Sekolah Menengah Atas. Ceritanya, lebih dari satu dekade silam, sejumlah desa di Sampoiniet yang berada di pinggir hutan kerap diganggu gajah liar. Isi kebun masyarakat diubrak-abrik satwa itu.
Warga setempat lantas memohon urunan tangan pemerintah untuk mengatasi konflik satwa. Permintaan itu disahuti dengan pembangunan CRU Sampoiniet di Desa Ie Jeureungeh, pada medio 2008. Beberapa ekor gajah ditempatkan di kamp tersebut. Tujuannya untuk merespons cepat begitu ada konflik gajah liar dengan petani.
ADVERTISEMENT
Kedatangan gajah-gajah jinak itu menjadi momentum Amilin untuk berkenalan dengan binatang berbelalai ini. Dia kerap datang ke kamp CRU di pinggir hutan desanya untuk melihat gajah. "Saya memang suka melihat gajah," katanya kepada acehkini, Senin (5/7).
Amilin memandikan gajah jinak di CRU Sampoiniet, Aceh Jaya. Foto: Habil Razali/acehkini
Mereka yang bertugas di kamp pun sudah mengenal Amilin dan berteman. Itu sebabnya Amilin yang kala itu masih siswa SMA mulai dibolehkan membantu-bantu mengurus gajah jinak di kamp CRU. Salah satu tugasnya memindahkan gajah jinak dari satu tempat ke tempat lain di lingkungan CRU.
Kalau konflik satwa tidak parah, Amilin berkesempatan ikut patroli masuk hutan bersama gajah jinak. Dia begitu menikmati hari-harinya di kamp CRU. Sampai-sampai kabar buruk datang dari sekolah: Amilin hendak dikeluarkan. "Sering bolos karena sudah kerap keluar masuk hutan," ujarnya sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
Berita itu juga sampai ke telinga sejumlah orang yang bertugas di kamp CRU. Mereka kemudian mendesak Amilin menyelesaikan sekolah dan melarangnya berada di kamp pada jam sekolah. "Karena didesak, akhirnya tamat juga SMA," kata Amilin.
Setelah menamatkan SMA, Amilin sempat bekerja di Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh Jaya. Karena masa itu CRU Sampoiniet ditutup dan gajah jinak ditarik kembali ke Saree, Aceh Besar, pada 2013. Penutupan ini imbas kematian gajah liar di pinggir hutan Sampoiniet.
Tiga tahun berselang, persisnya pada 2016, konflik masyarakat dan gajah liar kembali terjadi di Sampoiniet. Pemerintah lalu mengaktifkan ulang CRU Sampoiniet. Empat gajah jinak dibawa kembali ke Desa Ie Jeureungeh. Pemerintah merekrut sejumlah warga sekitar bekerja di kamp CRU.
ADVERTISEMENT
Amilin gembira mendengar kabar itu. Tenaga lokal yang dibutuhkan yaitu tukang masak di kamp, ranger (pengaman hutan), dan asisten mahout. Karena dari awal suka dengan gajah, Amilin memilih yang terakhir. Dia langsung diterima untuk bertugas tanpa seleksi.
"Sekitar tiga bulan pertama bertugas di kamp CRU ikut mereka (mahout) menjaga gajah jinak. Saya bantu-bantu. Saya tidak diberikan latihan khusus, tapi diajarkan cara mengikat gajah dan lainnya sambil bertugas sehari-hari. Bulan keempat saya sudah bisa menunggangi gajah tanpa dikawal lagi," ujarnya.
Amilin (kanan) saat peringatan HUT RI ke-73 tahun 2018 silam di CRU Sampoiniet, Aceh Jaya. Foto: acehkita

Pengalaman Amilin Usir Gajah Liar

Bulan-bulan berikutnya Amilin sudah akrab dengan gajah jinak. Dia mulai ikut mengatasi konflik gajah-manusia di kawasan hutan Sampoiniet dengan mengusir gajah liar dengan mercon atau menggiringnya ke dalam hutan dengan gajah jinak.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, kalau ada gajah liar masuk ke ladang masyarakat, sang pemilik ladang bergegas menghubungi kamp CRU. "Saya kemudian turun ke sana," katanya.
Amilin tidak pernah lupa pengalaman ketika seharian penuh menggiring gajah liar ke tengah hutan menggunakan gajah jinak. Dari pagi mereka bergerak dari hutan dekat perkampungan lalu berangsur-angsur merangsek dalam hutan. Mereka sempat harus berputar-putar dalam rimba karena gajah liar.
Setelah meyakini penggiringan sudah jauh dari ladang masyarakat, pada malamnya, mereka pulang ke kamp CRU. Namun dalam perjalanan pulang, di hutan dekat perkampungan, ternyata mereka berpapasan lagi dengan kawanan gajah liar yang tadi digiring jauh dalam hutan. "Itu saya sangat kesal. Kerja kami seharian penuh terlihat sia-sia," katanya.
Amilin (kiri) bersama gajah dan rekan-rekannya di CRU Samponiet, Aceh Jaya. Foto: Habil Razali/acehkini
Ada kalanya Amilin juga harus menginap di hutan saat mengatasi konflik satwa lantaran penggiringan gajah liar tak selesai dalam sehari. "Malam tidak bisa menggiring gajah liar, tunggu pagi baru gerak lagi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski sudah menjadi sahabat, Amilin juga pernah nyaris celaka saat hendak turun dari punggung gajah jinak. Pada saat itu posisi gajah berdiri persis dekat tangga besi yang berfungsi sebagai alat bantu orang mencapai punggung gajah. Kaki kiri Amilin sudah menapaki lantai besi itu, tapi kaki kanannya masih tersangkut tali yang melingkari leher gajah.
Amilin berusaha melepaskan kaitan tali di kaki kanan. Namun usahanya malah membuat kakinya menyentuh bagian belakang daun telinga gajah dan membuat hewan itu berjalan. Amilin tak siap. Lantaran kakinya masih terikat, tubuhnya terjuntai ketika gajah berjalan.
"Saya terbawa beberapa meter sampai gajah berhenti di sungai yang berada di belakang kamp CRU. Beruntung saat kaitan lepas, saya jatuh ke samping gajah. Kalau jatuh ke bawah tubuhnya pasti sudah diinjak," ujar Amilin. "Akibatnya saya luka-luka di kaki."
Amilin (kanan) menemani pengunjung yang berwisata ke CRU Sampoiniet. Foto: Fahzian Aldevan untuk acehkini
Selain membantu mengatasi keresahan masyarakat dalam menghadapi konflik satwa, Amilin bersama 11 orang lainnya di kamp CRU Sampoiniet kini juga menjadi pemandu pengunjung yang ingin melihat gajah di tempat ekowisata itu.
ADVERTISEMENT
Di tengah usahanya menjadi teman baik bagi gajah, Amilin terkadang dibuat kecewa ketika mendengar berita kematian gajah liar di Aceh. "Terlebih penyebab kematian satwa dilindungi itu tidak pernah terungkap secara pasti," katanya.
Ia mengajak orang-orang agar peduli dengan kelestarian satwa yang terancam punah ini. []