COVID-19 dan Peluang Penguatan Sekolah Karakter di Indonesia

Konten Media Partner
6 Juni 2020 11:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Opini

ADVERTISEMENT
Bukan saatnya lagi, mengajari siswa untuk mengejar nilai akademis tinggi. Tapi lebih penting dari itu, mengajari siswa tentang pentingnya membangun nilai-nilai kehidupan dan kepribadian yang berguna dalam kehidupannya. [Dr. Mukhlisuddin Ilyas]
Siswa Aceh dalam peringatan Hardikda Aceh, 3 September 2019. Foto: Suparta/acehkini
Sebelum pandemi COVID-19 melanda dunia termasuk Indonesia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim merilis sebuah kebijakan “Merdeka Belajar, Kampus Merdeka”. Kebijakan Nadiem, sebagai upaya mendekatkan keberadaan kampus dengan dunia industri berbasis pada link and match. Untuk pendidikan sekolah, tingkat PAUD hingga SMA yang bermuara pada penguatan sekolah karakter.
ADVERTISEMENT
Di tengah COVID-19 yang melanda Indonesia, otomatis sistem pendidikan juga terganggu. Virus ini membuat dunia pendidikan benar-benar merdeka dalam menjalankan proses belajar dari rumah. Penggunaan teknologi dalam segala level pendidikan menjadi tuntutan. Dalam konteks ini, kejujuran dan karakter keikhlasan dalam menjalankan proses belajar yang merdeka menjadi sebuah kewajiban. Supaya mutu pendidikan Indonesia tetap terkontrol.
Seorang filsuf Islam, Al Ghazali (1058-1111), mengatakan bahwa seseorang tidak cukup hanya bermodal pengetahuan semata dalam menjalani kehidupannya. Karena esensi pengetahuan berada di bawah moral (karakter). Karakter yang berbudi luhur, menjadi penting dalam kehidupan setiap generasi bangsa. Artinya, penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar, harus berlangsung dengan etika tinggi.
Karakter tinggi mendorong manusia bukan saja menjadikannya menjadi orang baik (berakhlak) untuk dirinya. Tapi berupaya membawa kebaikan bagi orang lain (berkarakter). Dalam konsep pendidikan karakter, bila terdapat seseorang yang baik hatinya, dan hanya membawa kebaikan untuk dirinya, itu belum bisa disebut orang yang berkarakter. Dalam suasana seperti pandemi COVID-19. Indonesia membutuhkan orang-orang berkarakter, supaya menjadi berguna bagi orang banyak.
Siswa di Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Sekolah Karakter
ADVERTISEMENT
Esensi sekolah karakter dapat membawa kemaslahatan untuk dirinya, masyarakat sekitarnya, bangsanya dan Tuhannya. Melalui kebaikan hatinya (habit of the heart), kebaikan pemikirannya yang kreatif dan solutif (habit of the head) dan kebaikan prilakunya (habit of the hand).
Mengkampanyekan sekolah karakter, sebuah keharusan. Supaya anak-anak Indonesia menjadi manusia yang berkarakter. Tampil dengan ciri khas bangsanya, cerdas, toleran, kritis dan kreatif. Indonesia berpotensi menjadi negara maju setelah mereda pandemi COVID-19. Pemimpian Indonesia Emas Tahun 2045, adalah anak-anak yang hari ini duduk di SD (Sekolah Dasar). Merekalah yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia.
Mendikbud Nadiem Makarim, perlu memformulasikan proses belajar daring yang berlangsung saat ini, dengan memperkuat literasi pembelajaran sekolah berbasis karakter. Indonesia sebagai sebuah bangsa besar yang beragam, memilik jumlah penduduk 267 juta jiwa, dengan jumlah 1.331 suku yang berbeda-beda, dan mempunyai 652 bahasa daerah yang berbeda-beda (Badan Bahasa RI, 2019). Kenyataan ini menjadi sumber kekuatan bangsa Indonesia, yang menjadi ruang pembelajaran sekolah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Membangun generasi emas Indonesia harus kolaboratif, semua kementerian dan Kabupaten/Kota harus terlibat. Karena generasi Indonesia, akan dihadapkan pada berbagai persoalan sosial, ekonomi dan politik. Secara teoritis, otak manusia dibagi dua, yaitu otak korteks (otak normal) dan otak reptil (otak pembunuh). Diperlukan relevansi sekolah dengan kebutuhan siswa, supaya pengunaan otak reptil berkurang pada kalangan siswa.
Salah satu sekolah karakter yang terdapat di Indonesia adalah gagasan yang didirikan oleh IHF (Indonesia Heritage Foundation). “Sekolah Karakter” itu berada di Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Jawa Barat. Ratna Megawangi (2020), menyebutkan bahwa model sekolah karakter yang relevan dengan sekolah di Indonesia yang beragam adalah, dengan implimentasi model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (PHBK). Ciri sekolah karakter, menurutnya terletak pada implimentasi sembilan pilar pendidikan.
ADVERTISEMENT
Terdiri dari: (1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya (love Allah, trust, reverence, loyalty); (2) tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian (responsibility, excellence, self-reliance, discipline, orderliness); (3) kejujuran/amanah dan arif (trustworthiness, honesty, and tactful); (4) hormat dan santun (respect, courtesy, obedience); (5) dermawan, suka menolong, dan gotong-royong/kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generosity, moderation, cooperation); (6) percaya diri, kreatif dan pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination, enthusiasm); (7) kepemimpinan dan keadilan (justice, fairness, mercy, leadership); (8) baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty); (9) toleransi, kedamaian dan kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity).
Peranan Guru
Di balik keberadaan konsep yang bagus, terdapat peranan guru yang maha penting. Guru harus diberi keluasaan untuk melakukan improvisasi sesuai dengan konteks sosial sekolahnya. Kekuatan melahirkan peserta didik unggul dan berkarakter, berada pada guru. Guru mendistribusi sugesti positif bagi siswanya, baik melalui cerita yang sesuai dengan tema-tema belajar, atau media yang dapat menanamkan karakter terbaik bagi peserta didiknya.
ADVERTISEMENT
Dalam proses pengajarannya, guru menjadi andalan dalam transfusi nilai-nilai karakter, seperti kedisiplinan. Guru dituntut untuk disiplin masuk kelas, supaya materi disiplin yang diajarkan kepada anak didiknya membumi dan menjadi pengetahuan karakter (internalisasi nilai). Guru era milenial, harus menyesuaikan perkataan dan perbuatannya, supaya menjadi teladan siswanya. Guru merangkap administrator mulai dihilangkan oleh Menteri Nadiem Anwar Makarim, guru harus fokus menjadi guru.
Sejatinya, semua anak cerdas. Guru tidak perlu lagi memarginalkan antar siswa. Kecerdasan seorang anak berbeda-beda, ditentukan oleh proses pendidikan di ruang kelas. Pendidikan menjadi penentu akselerasi masa depan anak dan peran guru menjadikan anak-anak Indonesia, hidup dengan karakternya dan karakter daerahnya.
Bukan saatnya lagi, mengajari siswa untuk mengejar nilai akademis tinggi. Tapi lebih penting dari itu, mengajari siswa tentang pentingnya membangun nilai-nilai kehidupan dan kepribadian yang berguna dalam kehidupannya.
ADVERTISEMENT
Sekolah karakter, sepertinya dapat berupaya menyelamatkan “fitrah” siswa. Karena secara prinsip, semua anak yang dilahirkan ke dunia dalam keadaan suci. Proses pendidikan yang menjadi elemen kunci. Bermanfaat atau tidak, keberadaan mereka dalam pergaulannya.
Sudah seharusnya, sekolah di Indonesia menciptakan generasi kreatif dan berdaya pikir tinggi, Higher Order Thinking Skills (HOTS). Bukan malah sebaliknya, masih bertahan dengan konsep lama Lower Order Thinking Skills (LOTS). Kemampuan siswa tidak boleh “dikunci” dengan kemampuan yang rendah, karena siswa punya potensi kemampuan berpikir yang lebih tinggi.
Begitu juga dengan keberadaan guru, harus bermuara pada high spirit of teaching, supaya menjadi inspirasi bagi siswanya. Karena kualitas karakter siswa, emosi, kemampuan akademik dan kreativitas siswa, sangat ditentukan oleh keberadaan guru di ruang kelas. Itulah sebabnya, Indonesia butuh sekolah karakter. Sekolah yang ramah dengan berbagai kondisi, termasuk dengan pandemi COVID-19. []
Mukhlisuddin Ilyas.
Penulis: Dr. Mukhlisuddin Ilyas Direktur Bandar Publishing dan Founder Yayasan Hurriah Aceh. Email: [email protected]
ADVERTISEMENT