Di Depan Mendagri, DPR Aceh Minta Pemerintah Konsisten Soal Qanun Bendera
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"DPR Aceh berharap ke depannya pemerintah tetap konsisten produk hukum yang hingga saat ini masih mengambang, seperti Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh," kata Saiful Bahri atau lebih dikenal Pon Yaya, Rabu (6/7).
Tito Karnavian melantik Mayor Jenderal Purnawirawan Achmad Marzuki sebagai penjabat gubernur Aceh di gedung utama DPR Aceh, Rabu pagi. Sidang paripurna pelantikan itu dipimpin Saiful Bahri.
Saiful Bahri menuturkan landasan lahirnya qanun bendera tersebut adalah Pasal 18 B Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 246 dan 247 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
"Konsekuensi yuridis qanun tersebut berlaku secara yuridis dan dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah aceh karena sudah diundangkan dalam lembaran daerah," ujar Saiful Bahri.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan itu, Saiful Bahri juga mengeluhkan implementasi UUPA yang merupakan turunan MoU Helsinki masih belum berjalan maksimal. UUPA dinilai masih kerap tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional.
"Ini merupakan tugas kita bersama untuk mengawal UUPA," tuturnya.
Qanun bendera itu mengatur soal bendera Aceh berbentuk bintang bulan dengan latar merah serta dua garis hitam dan satu garis putih di sisinya. Sementara lambang yang diatur adalah burak dan singa. Meski DPR Aceh telah mengesahkannya pada 2013, tapi hingga kini belum jelas status hukum peraturan daerah itu.