Diundang Pebisnis Eropa, Aceh Tegaskan Komitmen 'Hijau'

Konten Media Partner
18 Juni 2019 17:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah (dua kiri) saat bertemu para pembisnis di Eropa. Foto: Humas Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah (dua kiri) saat bertemu para pembisnis di Eropa. Foto: Humas Aceh
ADVERTISEMENT
Pelaksana tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah melakukan kunjungan kerja ke Belanda, 12 - 14 Juni 2019. Kunjungan dilaksanakan atas fasilitasi IDH (The Sustainable Trade Innitiative/Inisiatif Dagang Hijau), yang bermarkas di Utrecht, Negeri Belanda.
ADVERTISEMENT
"Plt Gubernur diundang sebagai narasumber untuk memaparkan Peta Jalan Bisnis Berwawasan Lingkungan sebagai implementasi Aceh Green dan Aceh Meugo (bertani). Forum ini dimanfaatkan untuk penegasan kepada kalangan pebisnis Eropa," kata Jubir Pemerintah Aceh, Wiratmadinata, Selasa (18/6).
Wira menjelaskan, selama kunjungan kerja setidaknya ada dua pertemuan utama yang merupakan forum pemangku kepentingan; Perusahaan, NGO, dan pemerintahan, ditambah dengan enam pertemuan teknis tambahan yang diikuti tim pendukung. Di sana, pihak Pemerintah Aceh mendapat kesempatan untuk berdiskusi guna menjelaskan kelayakan produksi Pertanian Aceh dengan pendekatan Acehgreen.
Kunjungan juga dimanfaatkan untuk membahas potensi kerjasama bidang pertanian dan perkebunan. “Di sana, Plt Gubernur bertemu para ‘buyer’ seperti Pepsi, Musimas, Sinar Mas, AndgreenFund, Wakil Pemerintah, donor, dan lainnya. Targetnya agar Aceh mendapatkan dukungan menembus pasar Internasional, khususnya Eropa," tambah Wira.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan tersebut, Nova Iriansyah berkesempatan menjelaskan kepada John Buchanan dari Conservation International (CI), David Pendlington dari Mars-Effem (buyer international) serta NGO lingkungan Belanda, tentang usaha peningkatan produksi pertanian di Aceh yang ramah lingkungan. David paling antusias untuk meninjau langsung ke Aceh dalam waktu dekat.
Bisnis Berwawasan Lingkungan, kata Wiratmadinata adalah sebuah gerakan yang melihat lingkungan, khususnya hutan bukan hanya sebagai SDA yang harus dilindungi untuk kelestarian bumi, tapi juga dapat dimanfaatkan secara bertanggungjawab oleh masyarakat. "Hal ini selaras dengan paradigma Aceh tentang Aceh Green," katanya.
Saat pertemuan dengan sejumlah pembisnis di Belanda. Humas Aceh
Bisnis berwawasan lingkungan dapat juga dikatakan sebagai prinsip pemanfaatan SDA sebagai sumber kehidupan, khususnya pertanian dan perkebunan, sebagai komoditi ekonomi berkelanjutan. "Negara-negara Eropa dan Amerika menerapkan standard ramah lingkungan, sebagai syarat dalam bisnis hasil pertanian dan perkebunan," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Ekonomi Aceh, selama ini mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan sebagai sumber pendapatan utama. Karena sektor jasa dan perdagangan umum masih lemah. Maka, jika ingin meningkatkan bisnis hasil pertanian, dan perkebunan, mau tak mau harus mengikuti standard Internasional.
Pemerintah Aceh, secara aktif berusaha menjadi bagian dalam usaha mendorong bisnis berwawasan lingkungan, pada level internasional. "Tujuannya agar produksi pertanian Aceh dapat diterima di pasar Internasional. Itulah sebabnya, Plt Gubernur Aceh gencar promosi," sebutnya.
Undangan pihak IDH, yang menyediakan forum pertemuan dengan para pihak ini, segera dimanfaatkan Pemerintah Aceh. Dalam ajang inilah, Plt Gubernur Aceh mengajak para buyer untuk membeli kopi, pala, coklat, sawit, dan produk pertanian plus perkebunan lainnya dari Aceh.
ADVERTISEMENT
Keluhan Pasar Eropa
Wira juga melaporkan bahwa para pembeli di Eropa masih mengeluhkan kualitas produk tani dan kebun Aceh. Ada banyak persepsi negatif tentang Aceh. Satu gerakan yang gencar di Eropa adalah boikot produk pertanian seperti kelapa sawit misalnya, yang tidak berwawasan lingkungan. Salah satu contohnya adalah ada pembakaran hutan saat membukan lahan kelapa sawit, hal yang kerap terjadi di Indonesia.
Produk yang dihasilkan harusnya mendapat sertifikasi ‘ramah lingkungan’ alias green dari Pemerintah EU. "Produsen seperti Lipton, tidak Akan membeli produk petani kita, jika prosesnya masih belum disertifikasi. Inilah yang diperjuangkan oleh Plt Gubernur Aceh dalam kunjungan kerjanya di Belanda, memberikan penjelasan yang proporsional," sebutnya..
Wira menambahkan, kehadiran Plt Gubernur Aceh bukan hanya memperjuangkan untuk mendapatkan pasar tapi juga meningkatkan kualitas produksi dan volumenya agar bisa menjamin suplai ekspor. Karena terkadang produknya diminati, tapi suplai tidak stabil.
ADVERTISEMENT
Salah satu buyer besar yang akan menjajaki produk pertanian Aceh adalah Mars-efm (Wrigley, dll), serta Pepsi. Dalam waktu dekat, mereka segera meninjau ke Aceh. Sebagai produsen makanan prinsipnya mereka membeli semua komoditi. Karena itu mari kita bersiap," tutup Wira. []
Reporter: Adi W