DKPP Periksa 5 Komisioner hingga Kepala Sekretariat KIP Aceh Timur

Konten Media Partner
19 April 2022 18:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 17-PKE-DKPP/III/2022 di Kantor Panwaslih Aceh, Senin (18/4). Foto: Tangkapan layar YouTube DKPP
zoom-in-whitePerbesar
DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 17-PKE-DKPP/III/2022 di Kantor Panwaslih Aceh, Senin (18/4). Foto: Tangkapan layar YouTube DKPP
ADVERTISEMENT
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa lima komisioner hingga kepala sekretarian Komisi Independen Pemilihan (KIP) atau KPU Kabupaten Aceh Timur. Ketua beserta anggota dan kepala sekretariat KIP Aceh Timur itu diperiksa atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) perkara nomor 17-PKE-DKPP/III/2022.
ADVERTISEMENT
Mengutip laman DKPP, sidang pemeriksaan dilakukan di Kantor Panwaslih Provinsi Aceh, Kota Banda Aceh, Senin (18/4/2022). Perkara ini diadukan oleh Heri Saputra.
Dia mengadukan Nurmi, Sofyan, Yusri, Faisal, dan Eni Yuliana (Ketua dan Anggota KIP Kabupaten Aceh Timur) selaku teradu I–V. Heri juga melaporkan Sunanda selaku Kepala Sekretariat KIP Kabupaten Aceh Timur sebagai teradu VI.
DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 17-PKE-DKPP/III/2022 di Kantor Panwaslih Aceh. Foto: Dok. DKPP
Dalam pokok aduannya, Heri mendalilkan teradu I–V tidak profesional karena memberhentikan pengadu tanpa alasan yang jelas. Sedangkan teradu VI didalilkan tidak membayar gaji pengadu secara penuh.
Teradu I yang diduga tidak profesional karena menandatangani Surat Keputusan (SK) pengangkatan Tenaga Admin Sidalih pada KIP Aceh Timur. Menurut pengadu, SK tersebut seharusnya ditandatangani oleh Kepala Sekretariat KIP Kabupaten Aceh Timur.
ADVERTISEMENT
Menurut Heri, dirinya tidak pernah dimintai klarifikasi (jika ada dugaan kesalahan) dan pemberitahuan alasan pergantian dirinya, baik oleh teradu I maupun VI.
“Bahkan teradu I sempat mengatakan, saya tidak mau melihat muka dia (pengadu) lagi,” jelas Heri, seperti dikutip dari laman DKPP, Selasa (19/4).
Selain itu, ia tidak mendapatkan gaji yang sesuai dari kantor yang selama ini dia bekerja. Pengadu dibayar tidak secara penuh.
“Awalnya saya kira memang Rp. 950.000. Tapi setelah saya tahu dalam anggaran selama sebulan itu Rp. 3.850.000, saya hanya mendapatkan Rp. 950.000,” tutur Heri.
Menanggapi tuduhan itu, Nurmi teradu selaku I membantah dalil yang menyebutkan dirinya sudah melakukan pemecatan terhadap pengadu. Sebagaimana tercantum dalam undangan rapat pleno dan berita acara pleno tidak ada pemecatan melainkan pergantian.
ADVERTISEMENT
"Tidak benar teradu I sampai V melakukan pemecatan, yang benar adalah melakukan pergantian tenaga pendukung pemutakhiran data pemilih,” tutur Nurmi.
Alasan pergantian tersebut karena pengadu selaku admin dan operator Sidalih tidak menginformasikan hasil kerjanya kepada Ketua Divisi Data, sehingga menimbulkan persoalan dalam Rakor Data Pemilih Berkelanjutan (DPB).
“Pengadu tidak serius dan tidak berhati-hati dalam mengerjakan DPB, sehingga menimbulkan polemik dan menjadi komoditas politik di Kabupaten Aceh Timur,” kata Nurmi.
Ia juga membantah argementasi pengadu mengenai penandatanganan SK pengangkatan Admin Sidalih itu menurutnya tidak berdasar, karena tidak menyebutkan peraturan perundang-undangan apa yang menjadi dasar argumentasi.
“Kami para teradu menganggap argumentasi atau pernyataan pengadu itu keliru dan tidak berdasar,” sebut Nurmi.
Sementara teradu VI menjelaskan pengadu tidak dibayarkan honorarium sebesar Rp. 3.800.000 sebagaimana yang tercantum di RKA karena kebutuhan organsisasi, dan hasil diskusi juga dengan komisioner. Ini untuk kebutuhan operator Sidalih, diambil kebijakan dua operator untuk mempercepat proses pemutakhiran DPB.
ADVERTISEMENT
"Pengadu mengetahui pasti revisi anggaran tersebut dengan bukti menerima honorarium Rp.950.000 per bulan, selama enam bulan dan tidak pernah mempertanyakan kepada sekretariat," kata Teradu VI.
Sidang ini dipimpin oleh Prof Muhammad selaku Ketua Majelis yang didampingi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD), yaitu Kurniawan dari unsur masyarakat, Munawarsyah sebagai unsur dari KIP, dan Marini dari unsur Panwaslih.