Dugaan Penganiayaan Kakak Ipar di Aceh Besar Berakhir Lewat Restorative Justice

Konten Media Partner
25 November 2021 20:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka (baju hitam dan berpeci) dalam kasus dugaan penganiayaan kakak ipar yang ditangani Kejari Aceh Besar, berakhir melalui restorative justice. Foto: Dok. Rahmat Jeri
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka (baju hitam dan berpeci) dalam kasus dugaan penganiayaan kakak ipar yang ditangani Kejari Aceh Besar, berakhir melalui restorative justice. Foto: Dok. Rahmat Jeri
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan penganiayaan kakak ipar yang ditangani Kejaksaan Negeri Aceh Besar berakhir melalui restorative justice atau keadilan restoratif. Tersangka berinisial MA kemudian dibebaskan dari Rumah Tahanan Kelas IIB Jantho, Kamis (25/11).
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Aceh Besar, Cut Mailina Sari, mengatakan restorative justice dilakukan karena tersangka dan korban sudah sepakat berdamai. "Dan disepakati bahwa perkara ini tidak dilanjutkan kembali," katanya kepada acehkini, Kamis sore.
Menurut Cut Mailina Sari, ada tiga syarat yang dipenuhi MA sehingga kasusnya bisa selesai melalui restorative justice. Pertama, ancaman hukuman di bawah lima tahun. Kedua, tersangka belum pernah dihukum. Ketiga, tersangka membayar biaya ganti rugi.
"Tujuan kejaksaan melakukan restorative justice untuk memulihkan kembali ke keadaan semula, dalam hal ini tersangka sudah membayar ganti kerugian untuk biaya pengobatan korban Rp 2 juta," ujar Cut Mailina.
Ilustrasi hukum Foto: Pixabay
Dugaan penganiayaan ini terjadi pada 14 September 2021 ketika MA membantu abangnya mengambil anak kandung yang berusia satu bulan di rumah istrinya berinisial FA di Jantho, Aceh Besar, untuk diazankan. Selama ini abang MA dan istrinya, FA, ada masalah sehingga dilarang bertemu anaknya yang baru lahir.
ADVERTISEMENT
Saat membantu abang kandungnya itulah, MA diduga menganiaya FA, kakak iparnya. Akibatnya, FA mengalami luka gores di leher dan muncul bintik merah di tangan. FA lalu melaporkan perkara ini ke polisi.
Selama proses hukum, MA didampingi kuasa hukum Rahmat Jeri Bonsapia SH dan Ade Syahputra Kelana SH. Menurut Rahmat, mereka pernah mengajukan restorative justice untuk kasus ini ketika masih ditangani polisi, tapi korban menolak.
Karena itu, kasus ini berikutnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Aceh Besar. Namun sebelum perkara ini berlanjut ke pengadilan, korban dan tersangka sepakat berdamai.
"Restorative justice ini membuktikan bahwa keadilan bukan hanya milik korban, tapi juga milik tersangka. Seharusnya perkara yang kecil seperti kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan di tingkat desa," kata Rahmat Jeri Bonsapia.
ADVERTISEMENT