Hukum Rajam LGBT, Ternyata Brunei Pelajari Syariat Islam di Aceh

Konten Media Partner
4 April 2019 14:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh oleh algojo yang memakai pakaian tertutup, 20 Maret 2019. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh oleh algojo yang memakai pakaian tertutup, 20 Maret 2019. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Pemerintah Brunei Darussalam berencana memberlakukan hukuman cambuk dan rajam hingga tewas bagi pelaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Di negara tersebut, LGBT memang merupakan tindakan ilegal.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, hukuman bagi pelaku LGBT adalah 10 tahun tahun penjara. Namun, mulai 3 April 2019, hukuman tersebut direvisi menjadi cambuk dan rajam hingga tewas.
Sebelum menerapkan hukuman itu, jaksa syariah Brunei Darussalam sering melakukan studi banding mengenai penerapan syariat Islam di Aceh. "Dari Brunei sering ke Aceh, kita berdiskusi tentang syariat Islam," kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Teungku Faisal Ali, dihubungi Acehkini, Kamis (4/4).
Kunjungan jaksa Brunei Darussalam ke Banda Aceh itu, salah satunya dilakukan pada 30 September 2014. Kala itu, sebanyak tujuh jaksa syariah mempelajari hukum syariat Islam secara lebih mendalam di Aceh.
Selain Brunei, menurut Teungku Faisal, studi banding pelaksanaan syariat Islam di Aceh juga dilakukan oleh jaksa dari Malaysia dan Thailand. Namun, Teungku Faisal menyebut pertemuan jaksa syariah Brunei Darussalam tidak spesifik membahas soal LGBT, melainkan pelaksanaan syariat Islam secara umum.
ADVERTISEMENT
"Tidak spesifik membahas LGBT, tapi secara umum (kita diskusikan) bahwa pelaksanaan syariat Islam itu untuk melindungi masyarakat dan menjalankan perintah tuhan," ujar pria yang akrab disapa Lem Faisal ini.
Menurut Teungku Faisal, MPU Aceh tidak lagi mengeluarkan fatwa soal LGBT. Karena, sebut dia, LGBT merupakan sesuatu yang sudah jelas dan tidak perlu fatwa. "Memang tidak boleh (LGBT). Hukumnya memang dirajam," tutur dia.
Rotan yang dipakai oleh algojo saat melakukan eksekusi hukuman cambuk di Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Kendati demikian, Teungku Faisal menyebutkan mereka akan mengeluarkan fatwa seandainya diperlukan untuk menerapkan dalam undang-undang atau qanun.
Pada 2016, MPU Aceh pernah bikin muzakarah ulama yang menyatakan LGBT harus diwaspadai agar tidak berkembang di Aceh. Semua pihak diharapkan untuk melakukan langkah-langkah perilaku seks menyimpang itu tidak berkembang di Aceh.
ADVERTISEMENT
LGBT di Aceh Dihukum Cambuk
Soal hukuman untuk LGBT, MPU Aceh untuk saat ini menyepakati hukuman cambuk yang telah berlaku. "Kita sudah menyepakati dulu (hukuman) perilaku LGBT baru sebatas cambuk. Itu dulu kita jalankan," ujar dia.
Selama ini, hukuman untuk LGBT di Aceh diatur dalam Qanun Syariat Islam No 6 tahun 2014 tentang Jinayah. Dalam aturan itu, gay (hubungan sesama jenis laki-laki) disebut dengan istilah liwath dan hubungan lesbian (sesama jenis perempuan) disebut dengan istilah musahaqah.
Hukuman untuk liwath diatur pada Pasal 63. Sementara musahaqah disebut dalam Pasal 64. Meski beda pasal, keduanya dijerat dengan hukuman yang sama, paling banyak 100 (seratus) kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.
ADVERTISEMENT
Reporter: Habil Razali