Icip-icip Kuliner Internasional, Bikinan Mahasiswa Asing di Aceh

Konten Media Partner
19 September 2019 11:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 International Food Festival (IFF) IV Unsyiah 2019. Foto: Khiththati/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
International Food Festival (IFF) IV Unsyiah 2019. Foto: Khiththati/acehkini
ADVERTISEMENT
Bairam beberapa kali membuka tutup panci, ayam di dalamnya tercium aroma rempah. Di sampingnya, seorang rekan memasang potongan daging ayam lainnya ke tusukan besi. Daging itu sudah dilumuri bumbu, dipanggang di atas tungku.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian, Bairam mengambil sekantong beras. Ia memasaknya bersama bumbu yang sudah mendidik. Beberapa pembeli menunggu tak sabar. “Kapan ini selesai?” tanya Rahmi saat antre, Rabu sore (18/9). Dia sudah menunggu lama untuk membeli menu luar negeri itu.
Menu sedang disiapkan mereka adalah sajian khas Negara Turkmenistan. Bairam dan rekannya berasal dari sana, sedang studi di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. Mereka ikut meramaikan gelar International Food Festival (IFF) IV Unsyiah 2019, di halaman gedung Gelanggang Mahasiswa Prof. A Madjid Ibrahim.
Bairam dan rekannya di stan kuliner Turmenistan. Foto: Khiththati/acehkini
Beberapa jenis makanan Turkmenistan ditawarkan Bairam kepada pengunjung di stannya, khas negara di Asia Tengah itu, seperti: plov, juga bugaima dan cacda tawuk.
Rahmi, seorang pengunjung tertarik mencoba plov, hidangan nasi yang dimasak dengan kaldu. Dengan resep khusus, beras dimasak hingga berwarna kecoklatan. Diaduk bersama potongan bawang bombay, wortel, daging, garam dan air. Menu lain kebab bakar lebih familiar untuk pembeli. Daging yang sudah dipanggang ditambah dengan sayuran segar dioles mayones sebelum dibalut dengan kulit tortilla.
ADVERTISEMENT
“Kalau di tempat kami, masakan ini ada pada acara spesial seperti pernikahan dan acara besar lain dalam adat,” jelas Bairam.
“Niat kami bukan mencari keuntungan, tapi memperkenalkan budaya,” sambungnya. Sesekali mereka menawarkan suiran daging kepada pengunjung.
Beberapa stan makanan di International Food Festival (IFF) IV Unsyiah 2019. Foto: Khiththati/acehkini
Selain stan milik mahasiswa asal Turkmenistan, ada beberapa stan makanan internasional lainnya yang ditawarkan para mahasiswa asing beberapa negara, seperti dari Senegal, Gambia, Jepang, Thailand, Vietnam, Filipina, Korea, Turki, Amerika Serikat hingga Malaysia.
Sejak festival kuliner itu dibuka pada Selasa (17/9) lalu, stan milik negara pecahan Uni Soviet ini termasuk populer. Mereka bisa menghabiskan hingga 5 ekor ayam untuk bahan baku masakan. “Plov ini termasuk yang sering dipesan, dan juga kebab karena semuanya sudah tau ini,” jelas Bairam.
ADVERTISEMENT
Soal bahan baku, Bairam sama sekali tak kesulitan menemukannya di Aceh. “Ini semuanya ada di pasar dan super market di kota,” katanya memperlihatkan semua bumbu, sambil menyebutkan tempat mereka berbelanja.
Namun, tidak semua mahasiswa asing yang pamer kuliner negaranya, memeroleh bahan dengan mudah di Banda Aceh. Misalnya saja di stan makanan Thailand, para mahasiswa yang berasal dari wilayah Pattani, menghabiskan beberapa persedian pribadi mereka untuk menyajikan menu khas.
Gerai mahasiswa asal Thailand. Foto: Khiththati/acehkini
“Sebagian kami bawa langsung dari Pattani,” ungkap Khadijah, salah seorang mahasiwa asal Thailand. “Tapi tidak masalah, nanti kami bisa membawanya lagi saat pulang,” tambahnya lagi.
Gerai Pattani ini memang menyediakan beberapa varian makanan yang tentu saja cocok dengan lidah orang Aceh dan Indonesia. Ada salad dari Thailand yang berisi jagung dan mangga serta beberapa sayuran segar lainnya. Ayam goreng dengan saus salad pedas, ayam kerabu, kom tom mad berupa kue basah dimakan sebagai makanan penutup, yang dibalut dengan daun pisang dan kue cuco. Tak lupa mereka menambah menu teh Thailand yang populer.
ADVERTISEMENT
“Yang paling banyak diminati, ya teh, kemudian juga kue cuco sama nasi pakai ayam kerabu,” papar Khadijah.
Stan milik mahasiswa Senegal di Unsyiah. Foto: Khiththati/acehkini
Para mahasiswa asal Pattani ini senang karena stan mereka mendapatkan apresiasi besar dari pembeli. Hampir semua makanan laris manis. “Kami memperkenalkan juga budaya daerah melalui masakan yang ada,” tambahnya sambil tersenyum.
Makan di sini termasuk murah. Mereka membandrolnya Rp 10.000 untuk jajajan paling mahal. Sedangkan kue cuco hanya dijual dengan harga Rp 1.000.
Di stan lain, Mamadou Pouye asal Senegal sibuk melayani pertanyaan tamu. Walaupun sendiri, ia tetap semangat. Walaupun tidak menyajikan banyak makanan, namun banyak pengunjung yang penasaran dengan negara asalnya. Lupakan soal hidangan yang ada, mereka menanyakan banyak soal geografi. Namun Mamadou mengambil kesempatan ini untuk memperkenalkan kebudayaan mereka.
Mamadou asal Senegal menyajikan teh khas negaranya kepada Wakil Rektor Unsyiah, Prof Marwan. Dok. Humas Unsyiah.
“Nah ini ada teh Senegal yang harus dicoba, di sana kami selalu minum teh kapan saja, ini bagian penting dari kehidupan sosial kami,” katanya menawarkan.
ADVERTISEMENT
Ia membawa kemasan teh asli dari negaranya. Teh juga lambang persahabatan di kampung halamannya. Saat acehkini ikut mencoba, ada rasa mint ringan di dalamnya.
Makanan lain yang juga ikut dipamerkan Mamadou adalah Yassa. Biasanya terbuat dari daging unggas atau ikan yang dimasak bersama bawang dan lemon. Masakan ini terkenal hingga ke seluruh Afrika Barat.
Stan lainnya ada Korea Selatan yang terlihat laris makanannya. “Udah habis kak, tinggal 2 lagi ini kimchi, sebelum beli boleh coba dulu,” jelas Osa, asal Korea Selatan. Hari itu mereka menyajikan dua menu yang langsung diborong pengunjung, japchae dan kimchi.
Stan mahasiswi Korea. Foto: Khiththati/acehkini
Semua menu masakan ini dimasak langsung oleh guru Bahasa Korea mereka, Ester yang datang dari Pulau Jeju, Korea Selatan. “Bahannya juga dibawa dari sana, tapi jangan khawatir semua ini halal,” tambahnya lagi.
ADVERTISEMENT
Selain makanan stan ini juga memajang beberapa lukisan karya mahasiswa. Selain mengajar bahasa Korea, Ester juga membuka kelas menulis untuk beberapa mahasiswa. “Lukisannya juga dijual ya” tambahnya lagi.
Makanan Korea yang ditawarkan para mahasiswa asing. Foto: Khiththati/acehkini
Siang semakin panas, namun pengunjung bertambah ramai. Beberapa dari mereka memilih membawa makanan pulang. Namun mahasiswa yang memlih beristirahat sejenak, makan sambil bercanda di stan yang sudah disediakan.
Sebelumnya, Wakil Rektor Bidang Akademik Unsyiah, Prof. Marwan mengatakan, festival ini bagian dari peringatan ulang tahun Unsyiah ke-58. Di kegiatan ini, bukan hanya terjadi proses jual beli, tetapi menjadi ajang pembelajaran bagi masyarakat, dan mahasiswa untuk saling berinteraksi dan bertukar budaya antarnegara.
Selain kuliner beberapa negara, festival juga menampilkan makanan lokal Aceh dan Indonesia. Ada 46 stand yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Selain menyajikan kuliner, IFF IV Unsyiah 2019 juga menggelar workshop tentang peluang bisnis makanan, demo masak, food games, pojok fotografi dan hiburan. []
ADVERTISEMENT
Reporter: Khiththati