Jejak Pemerkosa dan Pembunuh di Aceh: Residivis, Asimilasi Corona, Mati di Sel

Konten Media Partner
19 Oktober 2020 17:18 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SB (depan) dihadirkan dalam konferensi pers di Polres Langsa. Foto: Polisi
zoom-in-whitePerbesar
SB (depan) dihadirkan dalam konferensi pers di Polres Langsa. Foto: Polisi
ADVERTISEMENT
SB (41 tahun) terduga pelaku pemerkosaan dan pembunuhan di Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur, Aceh, adalah seorang residivis kasus pembunuhan. Sekitar 18 tahun mendekam dalam penjara, ia bebas sesudah memperoleh asimilasi COVID-19 atau keringanan hukuman karena virus corona.
ADVERTISEMENT
Belum lama menghirup udara bebas, SB sudah kembali berurusan dengan aparat setelah diduga memperkosa DN (28 tahun) dan membunuh anak DN yang berusia 9 tahun. Sepekan ditahan di Mapolres Langsa, SB mengembuskan napas terakhir dalam sel.
Lantas bagaimana rekam jejak SB hingga menjemput maut di dalam sel tahanan?
Hadi Shahputra, kepala desa tempat SB tinggal di Kecamatan Birem Bayeun, menceritakan, SB baru pulang ke kampung halamannya sekitar 6 bulan lalu. Ini kepulangannya pertama sekali setelah ia pergi belasan tahun lalu saat merantau.
"Dia pulang ke kampung saat awal masa corona. Dia terlihat normal, namun sesekali dia berbicara agak meracau," kata Hadi kepada acehkini, Senin (19/10).
Menurut Hadi, sekitar tahun 2002, dalam perantauan SB terlibat kasus pembunuhan di Provinsi Riau. Karenanya, SB lantas menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tanjung Gusta, Medan, Sumatra Utara. Hadi tak tahu betul vonis yang diputuskan hakim kala itu.
ADVERTISEMENT
Saat menjalani hukuman di Lapas, ujar Hadi, SB kembali terlibat keributan dengan seorang polisi. "Dia membunuh seorang polisi itu. Sehingga hukumannya ditambah menjadi seumur hidup," ujar Hadi.
Ketika corona menyebar di Indonesia awal Maret 2020, Kementerian Hukum dan HAM memberikan hak asimilasi COVID-19 kepada sejumlah narapidana. Salah seorang yang menerima "berkah" corona itu adalah SB. Setahu Hadi, SB telah menjalani hukuman selama 18 tahun.
"Enam bulan lalu dia bebas dari Tanjung Gusta karena mendapat asimilasi COVID-19," kata Kapolsek Birem Bayeun, Iptu Eko Hadianto, kepada acehkini, Senin (19/10).

Kerap Menganggu Perempuan

Setelah menghirup udara bebas, SB bergegas pulang ke kampung halamannya di Birem Bayeun. Hadi Shahputra sebagai kepala desa mulanya melihat SB tampak biasa seperti orang lain, meski sesekali apa yang dibicarakannya meracau.
ADVERTISEMENT
Keanehan, menurut Hadi, muncul dua pekan sebelum kejadian pemerkosaan dan pembunuhan. SB kala itu sudah mulai mengganggu perempuan yang berada di kampungnya, termasuk DN (28 tahun) korban pemerkosaan. "Dia sering mengganggu korban. Pernah lewat-lewat di depan rumah korban ketika pergi ke kebun sawit," ujarnya.
SB (tanpa baju) saat ditangkap. Foto: Polisi
Puncaknya, SB memperkosa DN (28 tahun) dan membunuh anak DN yang berusia 9 tahun. Kala itu SB merangsek masuk ke dalam rumah DN di Birem Bayeun, pada Jumat (9/10) malam. Di sana DN berdua dengan anak laki-lakinya yang berusia 9 tahun. Sedangkan suaminya sedang tidak berada di rumah.
Pelaku lalu mencoba memperkosa DN, namun dicegah oleh anak korban. Pelaku lantas membacok anak tersebut dan selanjutnya memperkosa DN. Sesudah itu, pelaku melarikan diri dengan turut membawa anak DN yang mengalami luka bacok.
ADVERTISEMENT
Setelah perburuan oleh polisi dibantu masyarakat, SB ditangkap pada Minggu (11/10) sekitar pukul 09.00 WIB, di Birem Bayeun. Anak DN yang sempat disembunyikan SB ditemukan Minggu sore. SB lalu ditahan di sel Mapolres Langsa. Sepekan mendekam di sana, SB meninggal dunia, pada Minggu (18/10) sekitar pukul 00.00 WIB.
Polisi menduga kematian SB akibat sesak napas. Polisi tidak bisa menyelidiki penyebab pasti kematian SB karena keluarga menolak jenazah diautopsi.
Di pelosok kampung di Birem Bayeun, warga ramai ikut serta mengiringkan doa mengantarkan jenazah SB ke liang lahat, pada Minggu pagi. Kuburannya terletak berdekatan dengan anak DN yang dibunuh SB. "Jaraknya hanya 5 meter," kata Hadi.
"Kita sama-sama Islam, pemakaman ini kewajiban kita lakukan sebagai fardhu kifayah. Urusan perbuatan dia itu biar Allah yang memutuskan," ujar Hadi. []
ADVERTISEMENT