Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya
Ketika Ketua MPR Bamsoet Jadi Peracik Kopi Ulee Kareng dalam Kunjungan ke Aceh
ADVERTISEMENT
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengisi waktu luang di sela-sela kunjungan kerja di Aceh menyempatkan diri menikmati kopi di Warung Kopi Solong kawasan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Kamis (10/6). Di sana, pria yang akrab disapa Bamsoet itu juga mencoba menjadi peracik kopi tradisional khas Aceh dengan menggunakan saringan kain yang berbentuk kerucut.
ADVERTISEMENT
"Menyajikan kopi secara tradisional dengan teknik saring kain, memberikan sensasi yang unik. Setelah bubuk kopi diseduh dengan air mendidih, saringan kopi yang berada di dalam wadah diangkat tinggi-tinggi. Tangan kiri memegang wadah, sementara tangan kanan memainkan saringan dengan cara naik dan turun secara cekatan. Sari kopi pun mengucur dari ujung saringan. Menghasilkan aroma kopi yang menyerbak harum memenuhi seisi ruangan," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis yang diterima acehkini, Jumat (11/6).
Turut hadir Rektor Universitas Syiah Kuala Prof Samsul Rizal, Wakapolda Aceh Brigjen Pol Raden Purwadi, Kapok Sahli Pangdam Iskandar Muda Brigjen TNI Bambang Indrayanto, dan Kepala BNN Aceh Brigjen Pol Heru Pranoto. Dari Jakarta mendampingi Ketua MPR RI, Anggora DPR RI Fraksi PKS Nasir Jamil, pengurus pusat Ikatan Motor Indonesia Syamsul Bahri, Elvis Junaedi, Rio Castello, Erwin MP, Amriyati dan Andi Sinulingga.
ADVERTISEMENT
"Menyesuaikan dengan perkembangan selera konsumen, selain menyediakan kopi robusta, di Kedai Kopi Solong Ulee Kareng juga menyediakan kopi jenis arabika Gayo yang tidak kalah nikmatnya. Kedua jenis kopi tersebut bisa saling bersanding dalam satu meja, menjadi pemandang memikat yang senantiasa menghiasai kehidupan masyarakat Aceh ," kata Bamsoet.
Ia menambahkan, tidak hanya di Kedai Kopi Solong, cara menyeduh kopi secara tradisional juga masih bertahan di berbagai kedai kopi di Aceh. Tidak tergantikan walaupun sudah banyak mesin canggih diciptakan. Justru dengan cara tradisional itulah, ada rasa khas yang dihasilkan dari setiap seruputan kopi.
"Rasa humanisme dan rasa persaudaraan, yang tidak bisa digantikan oleh mesin. Rasa tersebut lahir dari hati si barista. Rasa tersebutlah yang menjadi kekuatan bagi berbagai kedai kopi di Aceh. Tidak heran jika ratusan cangkir kopi bisa terjual setiap harinya," sebut Bamsoet.[]
ADVERTISEMENT