Kisah Aktivis Aceh Usai Perang, Perjuangan Baru di Gedung Dewan (3)

Konten Media Partner
20 November 2019 10:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Falevi Kirani saat pelantikan. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Falevi Kirani saat pelantikan. Foto: Suparta/acehkini
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mengenakan baju adat Aceh, M. Rizal Falevi Kirani sigap bangun dari kursinya ketika namanya dipanggil. Berjalan ke bagian depan merapat dalam barisan. Hari itu, Senin (30/9/2019), dia dilantik menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di gedung dewan, bersama 80 orang lainnya.
ADVERTISEMENT
Terpilih dalam Pemilu Legislatif 2019 lalu, bekas narapidana politik Aceh ini sarat pengalaman. Dia pernah merasakan hidup di penjara masa konflik Aceh, bahkan mengalami langsung musibah tsunami Aceh 15 tahun lalu. Pengalaman politiknya dimulai setelah Damai Aceh, 15 Agustus 2005.
Falevi Kirani saat berkampanye. Foto: Suparta/acehkini
Usai damai, Aceh mempunyai kewenangan lebih yang diatur lewat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Salah satunya, berhak mengajukan calon independen dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh 2006, dan boleh mendirikan Partai Lokal.
Menyukseskan Pilkada 2006, menjadi salah satu ukuran perdamaian Aceh. Beberapa gesekan terjadi di tubuh mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Mereka mereka menjagokan dua pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Humam Hamid-Hasbi Abdullah, yang diusung lewat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar melalui jalur independen.
ADVERTISEMENT
Falevi mendukung Irwadi-Nazar (disingkat SINAR), pasangan yang notabene dekat dengannya saat menjadi aktivis. Bahkan Irwandi, pernah sama dengannya di penjara Keudah, Banda Aceh. Meloloskan diri saat tsunami menghancurkan penjara itu. Falevi berkampanye untuk pasangan itu, diangkat sebagai Sekretaris I Tim Sukses SINAR.
Pilkada Aceh pertama usai konflik Aceh digelar melalui pemilihan langsung pada 11 Desember 2006. Irwandi-Nazar mendulang suara terbanyak, 38,2 persen dari 3 juta lebih pemilih. Pasangan mantan GAM dan aktivis referendum itu resmi dilantik pada 8 Februari 2007.
“Setelah itu saya membantu pemerintahan,” kata Falevi.
Dia terlibat dalam tim asistensi Gubernur Aceh sampai pasangan tersebut berakhir masa jabatan pada 2012. Di masa itu pula, Falevi ikut membangun Partai Lokal SIRA, sebagai Wakil Sekretaris dan kemudian anggota Dewan Pimpinan Pusat (DPP) sepanjang 2007-2009. Dia pernah maju dalam Pemilu Legislatif 2009 untuk DPRA dari partai tersebut, tetapi belum terpilih.
ADVERTISEMENT
Pada 2012, sebagian mantan kombatan GAM dan aktivis membentuk Partai Nasional Aceh (PNA). Falevi ikut serta. Dia maju kembali sebagai caleg dalam Pemilu 2014, tapi belum juga terpilih.
Pilkada Aceh 2016, Falevi kembali menjadi tim sukses, membantu Irwandi yang maju kembali berpasangan dengan Nova Iriansyah. Mereka terpilih kembali, dan Falevi kembali bertugas di technical assistant Gubernur Aceh.
Dia maju kembali sebagai Caleg dalam Pemilu 2019, diusung Partai Nanggroe Aceh (PNA) yang berubah lama dan lambang dari Partai Nasional Aceh. Mewakili Daerah Pemilihan 2 meliputi Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya, Falevi lolos.
“Penuh perjuangan setelah dua kali gagal sebelumnya,” katanya.
Mengikuti uji baca Alquran. Foto: Suparta/acehkini
Usai dilantik, Falevi berniat terus berupaya untuk membawa keadilan bagi Aceh. Salah satunya, berjuang sesuai amanah perdamaian, agar seluruh hasil kesepakatan damai Aceh antara GAM dan Pemerintah Indonesia di Helsinki, Finlandia (MoU Helsinki) dapat terealisasi.
ADVERTISEMENT
“Ada beberapa poin yang belum selesai hingga kini, ini menjadi tujuan utama dan perjuangan baru saya,” jelasnya.
Aktivis muda Aceh itu mengaku tak bisa melepaskan ingatan kepada aksi-aksi menyuarakan keadilan bagi masyarakat dulunya. Ini menjadi pemicu baginya dalam bekerja sebagai anggota legislatif. [] Tamat