Kisah Dosen USK Aceh Latih Usaha Kecil Kemas Bumbu U Neulheue Biar Menarik

Konten Media Partner
30 Agustus 2021 17:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dosen Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh melatih usaha kecil mengemas bumbu masakan khas Aceh u neulheue atau kelapa sangrai giling biar menarik. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dosen Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh melatih usaha kecil mengemas bumbu masakan khas Aceh u neulheue atau kelapa sangrai giling biar menarik. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Kota Banda Aceh, Aceh, melatih usaha kecil mengemas bumbu masakan khas Aceh 'u neulheue' atau kelapa sangrai giling biar menarik. Selama ini bumbu basah itu dikemas menggunakan plastik transparan biasa setelah pengolahan.
ADVERTISEMENT
Pelatihan yang digelar pada Minggu (29/8) itu bagian dari pengabdian dosen kepada masyarakat sebagai penerapan ilmu pengetahuan teknologi dalam menyelesaikan masalah masyarakat. Dosen yang terlibat berasal dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, yaitu Dr. Asmawati, S.TP, M.Sc, Dr. Ir. Normalina Arpi, M.Sc, dan Eva Murlida, S.TP, M.Sc.
"Selain pendidikan dan penelitian, kami juga harus mengabdi kepada masyarakat. Ini sesuai dengan Tridarma Perguruan Tinggi," kata Asmawati kepada acehkini, Senin (30/8).
Kemasan u neulheue usaha rumahan di Kabupaten Aceh Besar sebelum dilatih dosen. Foto: Dok. Pribadi
Usaha rumahan pembuatan bumbu u neulheue yang dilatih adalah milik Hamdiah di Desa Blang Krueng, Kecamatan Baitussalam dan milik Fatimah Zuhra di Desa Cot Bada, Kecamatan Ingin Jaya. Keduanya berada di Kabupaten Aceh Besar.
Dalam pelatihan, dosen itu mengajarkan cara meningkatkan kualitas dan kuantitas bumbu u neulheue dengan memperbaiki proses pengolahan, perbaikan kemasan, dan sanitasi.
ADVERTISEMENT
Asmawati mengatakan, usaha kecil pembuatan u neulheue umumnya hanya mengemas produknya dalam plastik transparan yang tipis dan tanpa identitas apapun. Plastik itu mudah pecah sehingga berpotensi membuat minyak dalam u neulheue keluar dan mengotori produk lain.
Kemasan u neulheue usaha rumahan setelah dilatih Dosen Teknologi Hasil Pertanian USK, Banda Aceh, Aceh. Foto: Dok. Pribadi
"Hal inilah yang menyebabkan u neulheue selama ini hanya dijual di pasar tradisional, padahal permintaan sangat tinggi karena hampir semua masakan khas Aceh menggunakan u neulheue sebagai bumbu masakan sehingga masakan menjadi lezat dan gurih," tuturnya.
Menurutnya, kualitas u neulheue dapat ditingkatkan dengan menggunakan kemasan lebih bagus dan tebal, serta menempelkan label sebagai identitas produk. "Dengan menggunakan kemasan dan label yang didesain menarik, u neulheue dapat dipasarkan di pasar modern dan dapat dipasarkan secara online," kata Asmawati.
ADVERTISEMENT
Normalina menilai ada kekeliruan dalam pengemasan u neulheue yang dilakukan selama ini dengan mengisi udara ke dalam bungkus plastik sehingga bungkusan tampak menggembung bulat. Menurutnya, dengan adanya udara dalam bungkusan itu membuat u neulheue teroksidasi dan mempercepat tengik (berbau).
"Seharusnya u neulheue harus dikemas dalam kondisi vakum (tanpa udara) untuk memperpanjang masa simpan. Paparan oksigen, cahaya, dan udara luar merupakan faktor pemicu oksidasi yang menyebabkan kerusakan produk," kata Normalia, ahli pengolahan dan keamanan pangan.
Kemasan u neulheue usaha rumahan milik Fatimah Zuhra dengan nama dagang "Mak Teungoh" setelah dilatih Dosen USK, Banda Aceh, Aceh. Foto: Dok. Pribadi
Pengusaha rumahan u neulheue, Fatimah Zuhra, berterima kasih atas ilmu yang dibagikan para dosen. Dia yakin ke depan u neulheue olahannya bakal melenggang ke pasar modern. "U neulheue saya diberi label dengan nama dagang “Mak Teungoh” agar mempermudah proses penjualan dan reseller produk saya nantinya," kata perempuan yang kerap disapa Mak Teungoh itu.
ADVERTISEMENT
Selain membagikan ilmu, dosen itu juga menyerahkan mesin penggilingan lengkap untuk Fatimah Zuhra dan mesin saja untuk Hamdiah. Plastik kemasan dan label juga mereka serahkan.
"Selama ini saya hanya mampu mengolah u neulheue 2 kilogram per hari karena kurangnya sarana yang mendukung. Tapi dengan bantuan peralatan dan mesin yang diberikan, saya akan mampu membuat u neulheue 10 kilogram per hari," ujar Fatimah.