Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Kisah Heroik Ibu di Aceh: Antar Sang Anak Jadi Juara Pidato Nasional
10 November 2019 10:30 WIB
ADVERTISEMENT
Mom, menjadi pahlawan bisa dilakukan dengan hal-hal kecil. Mendidik anak hingga meraih prestasi, juga akan mengantarkan orangtua sebagai pahlawan, minimal bagi anak-anaknya. Berikut sebuah inspirasi, kisah Yuhasniza mengantarkan anaknya Ziyad meraih mimpinya.

Minggu pertama November 2019, agak menegangkan bagi Muhammad Ziyad Hibatullah (8 tahun). Hari libur yang biasa menjadi jadwal berkunjung dan bermain bersama teman di sekitar rumah neneknya, di Lambaro Skep, Banda Aceh, harus ia pendam pekan mendatang.
ADVERTISEMENT
Dai cilik ini, sedang mempersiapkan diri mengikuti lomba pidato yang diadakan oleh Bank Syariah Mandiri (BSM) di Banda Aceh. Pada hari yang sama pula, sebenarnya Ziyad sedang menanti pengumuman lomba pidato Festival Anak Sholeh Indonesia (FASI) tingkat Kota Banda Aceh yang digelar 31 Oktober hingga 3 November 2019.
Hari itu, Ziyad dan orang tuanya singgah ke tempat nenek menitipkan adiknya, Musfirah (4 tahun). Sedangkan Ziyad dan kakaknya, Syabila Haura (10 tahun), akan mengikuti lomba.
Sudah menjadi budaya bagi Ziyad dan Haura, setiap mengikuti perlombaan, mereka selalu berpamitan pada Musfirah. Katanya, doa Musfirah sering kali mujur bagi Ziyad dan Haura. “Dek Musfirah, doakan bang Ziyad ya. Biar menang lomba lagi,” pinta Ziyad pada adik perempuannya.
ADVERTISEMENT
Adiknya akan mengajukan permintaan sebagai imbalan. Ia minta dibelikan jajanan kesukaannya. Kali ini, Musfirah meminta abangnya membelikan es krim warna-warni saat abangnya pulang nanti.
Kakek Ziyad, Ja’far (57 tahun), yang menyaksikan adegan pagi Minggu, 3 November itu mengatakan, ketika pemenang lomba diumumkan pukul 10 malam, nama Ziyad keluar sebagai juara pertama. Setiba di rumah kakeknya, Ziyad langsung memenuhi janji, membelikan es krim warna-warni untuk Musfirah.
“Itu yang pertama kali dia beli pas sampai di rumah. Padahal udah malam,” kata Ja’far yang dijumpai acehkini di rumahnya, Senin (4/11).
Hari libur yang dia pertaruhkan untuk memenuhi hobinya berpidato membuahkan hasil. Dalam sehari, dia memenangkan dua lomba sekaligus. Juara pertama untuk lomba Dai Cilik BSM dan juara ketiga Pidato tingkat TPA FASI Kota Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Naskah pidato dituliskan ibunya, Yuhasniza (32 tahun), dengan judul ‘Berbakti Pada Orang Tua’, kembali mengantarkan Ziyad meraih juara di beberapa perlombaan pidato. Sama halnya, ketika ia mempersembahkan pidato tersebut saat Pekan Keterampilan dan Seni Pendidikan Agama Islam (Pentas PAI) di Banda Aceh, hingga membawanya tampil ke Pentas PAI ke IX Tingkat Nasional di Makasar, Oktober 2019 lalu.
Peserta Termuda Pentas PAI IX 2019 di Makassar
Muhammad Ziyad Hibatullah merupakan anak dari pasangan Yuhasniza dan Edi Saputra. Lahir di Banda Aceh, 26 Oktober 2011. Ajang pidato pertama kali yang dia ikuti adalah FASI tingkat Kota Banda Aceh 2018. Saat itu Ziyad berusia 6 tahun. Ia meraih juara pertama kategori Pidato tingkat TKA se-Kota Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Prestasinya di ajang pidato makin teruji ketika dia memenangkan juara pertama tiga kali berturut-turut di tahun 2019 pada Pentas PAI. Mulai dari tingkat gugus, kota, hingga provinsi. Dari 32 kontingen yang berangkat mewakili Aceh ke Pentas PAI di Makasar, Sulawesi Selatan, ia kembali mengharumkan nama Aceh dengan mempersembahkan juara III Pidato Putra SD Tingkat Nasional.
Ziyad mengulang kisah, bagaimana lima peserta cabang lomba pidato, tingkat SMA, SMP, dan SD, asal Aceh mulai berguguran di babak penyisihan. Hanya dia yang berhasil masuk final. “Ziyad udah ndak yakin lagi bisa masuk final. Abang-abang sama kakak-kakak yang pidatonya bagus aja bisa kalah. Apalagi Ziyad,” katanya.
Ketika ditanya bagaimana cara bocah yang baru dua minggu berusia 8 tahun itu mengatasi kegugupannya, ia hanya tertawa. Katanya, ada pengalaman lucu, saat ia mencoba mempersiapkan mental di atas panggung. “Deg-degan pas pertama naik panggung di sana. Tapi ingat pesan Umi, karena Ziyad lagi hawa (ingin) makan timphan, jadi anggap aja penonton itu kayak timphan,” terang Ziyad.
ADVERTISEMENT
Timphan adalah makanan favoritnya. Kue khas Aceh yang dibungkus daun pisang muda, terbuat dari tepung terigu dengan selai sarikaya di dalamnya.
Ziyad juga sangat terkesan dengan pesan Ustaz Umar Ismail. Pelatihnya selama di provinsi. Beliau mengajarkan agar mampu mengontrol emosi. Penghayatannya yang mendalam, pada tiap kisah dalam pidato yang ia sampaikan, kadang membuatnya meneteskan air mata haru.
“Jadi Ziyad ingat pesan Ustaz Umar. Terus kata Umi, Ziyad harus berani. Jangan takut salah dan usahakan ingat semua teks pidato,” kata bocah yang bercita-cita menjadi Imam Masjidil Haram jika besar kelak.
Selama berada di lokasi perlombaan, tubuh mungilnya selalu menarik perhatian banyak orang dari berbagai daerah. Ia sering dimintai foto bersama. Meski masih kecil dan menjadi peserta termuda pada Pentas PAI yang berlangsung 9-14 Oktober 2019 di Makassar, ia menunjukkan bahwa prestasi sama sekali tak memandang usia. Semangat juara dalam dirinya, pada akhirnya, menjadi inspirasi baru bagi anak Aceh.
ADVERTISEMENT
Ibunya Memupuk Keberanian Ziyad Sejak Kecil
Yuhasniza adalah pahlawan buat Ziyad. Sosok ibu itu telah merekam minat anaknya sejak kecil. Dia terkenang, ketika Ziyad menunjukkan bakatnya mudah mengingat 11 ayat dalam Surah Ad-Duha pada usia dua setengah tahun.
Kegembiraan itu, membuat Edi Saputra, suaminya, mendokumentasikan momen-momen hafalan Ziyad dalam channel youtube miliknya. Di sana, ada beberapa rekaman masa kecil Ziyad yang diposting sang ayah. Video terakhir diposting dalam akun tersebut, adalah penampilan saat berada di panggung Pentas PAI Nasional, Oktober 2019.
Keberanian Ziyad berada di atas panggung dipupuk ketika umurnya masih sangat belia. Ibunya bercerita, Ziyad dan Haura kecil, sering diajak menghadiri acara organisasi yang ia ikuti. Dalam acara pembukaan Ziyad atau Haura, selalu didorongnya tampil di depan teman-temannya sekadar mengisi acara.
ADVERTISEMENT
“Saya sering mengajaknya ikut acara. Kebetulan saya banyak ikut organisasi. Jadi kalau ada kegiatan, minta tolong Ziyad atau kakaknya, untuk tasmik Alquran, supaya mereka berani tampil depan orang,” kata Yuhasniza.
Keberanian tampil di depan publik dan kemampuan cepat mengingat hafalan, menjadikan Ziyad yang masih duduk di kelas satu SD, terpilih mengikuti lomba pidato yang diselenggarakan oleh FASI Kota Banda Aceh 2018. Di sanalah, pertama kali Ziyad sang penghafal Alquran, menunjukkan bakat baru. Ia berbakat menjadi Dai. Tampil pertama kali, dan berhasil meraih juara pertama pidato tingkat TKA se Kota Banda Aceh.
Menariknya, Yuhasniza tak tanggung-tanggung mendukung bakat putranya. Teks pidato dengan judul ‘Berbakti Pada Orang Tua’, yang dituliskannya untuk Ziyad, ternyata disampaikan dengan sangat baik, hingga membuat penonton dan dewan juri pada ajang PAI tingkat provinsi 2019, menitikkan air mata.
ADVERTISEMENT
Naskah itu pula, akhirnya membawa anak itu mengharumkan nama Aceh di Nasional.
Penghayatan Ziyad layaknya orang dewasa ketika berpidato. Cara Yuhasniza mengajarkan penghayatan tersebut, dengan mendiktekannya. Kemudian, Ziyad menghafalnya per paragraf. Begitu seterusnya. “Kalau menghafal saja, baru-baru ini satu naskah dia bisa hafal dalam sehari. Cuman pemantapannya butuh beberapa hari untuk sesuaikan intonasi dan vokalnya,” terang Yushaniza, guru di SD IT Nurul Islah, Banda Aceh itu.
Waktu menghafal disarankan setelah subuh dan sebelum tidur. Kata Yuhasniza, pada jam-jam tersebut, adalah waktu yang mudah menghafal bagi anaknya.
Selain itu, support dari SD IT Nurul Islah, tempat Ziyad bersekolah tak tanggung-tanggung. Karena Ziyad berangkat mewakili sekolahnya, pihak kepala sekolah dan yayasan, berupaya agar Ziyad yang belum 8 tahun ketika mengikuti Pentas PAI di Makasar, dapat didampingi oleh ibu sekaligus pelatihnya sendiri yaitu Yuhasniza.
ADVERTISEMENT
“Kepala sekolah kami, membantu saya dan Ziyad sampai akhir. Tiket pesawat pulang pergi Makassar mereka upayakan, supaya saya tetap bisa dampingi anak saya,” katanya.
Saat tiba, para Kontingen Aceh di Bandara Sultan Iskandar Muda, Kepala Sekolah SD IT Nurul Islah, kembali menyambut dan menyiapkan jemputan untuk Yuhazniza dan Ziyad. Tak hanya itu, Yuhasniza merasa berbesar hati, karena saat upacara pada Senin, 21 Oktober, pihak sekolah mengapresiasi seorang anak yang belum genap 8 tahun, dengan penyerahan piala secara simbolis di depan seluruh siswa SD IT Nurul Islah.
“Sebagai ibu, saya terharu sekali, saat upacara di sekolah, pihak sekolah menyampaikan di depan semua guru dan anak-anak, supaya Ziyad menjadi inspirasi bagi anak-anak lain. Bahwa prestasi dapat diraih tanpa memandang usia,” tutupnya. [] Desi Badrina
ADVERTISEMENT