Kisah Istri Napi Jelang Lebaran, Setrika Baju Tetangga Demi Anak

Konten Media Partner
21 Mei 2020 6:33 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penjara. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penjara. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ratna (bukan nama sebenarnya) sempat mengira mobil Aksi Cepat Tanggap (ACT) Aceh yang parkir di samping rumahnya membawa pulang bebas suami dari penjara. Maklum, rindunya sudah tak terbendung setelah 2 bulan dilarang berkunjung sebagai upaya mencegah virus corona.
ADVERTISEMENT
“Saya kira Bapak-bapak ini membawa pulang suami saya,” ungkapnya dengan nada sedikit kecewa, kepada Tim ACT saat berkunjung ke rumahnya di Banda Aceh, Rabu sore (20/5).
Kedatangan Tim ACT Aceh dan Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Banda Aceh bersama Perwakilan Kemenkumham Wilayah Aceh, untuk menyalurkan bantuan beras, perlengkapan sekolah, dan uang tunai kepada Ratna dan anak-anaknya.
Hidup Ratna miris, berjuang keras demi menjaga dapurnya tetap berasap. Ia berdagang kecil-kecilan di depan rumah dan membuka usaha laundry. “Saya sangat bersyukur adanya bantuan ini. Akhirnya saya bisa membelikan pakaian baru hari raya untuk anak-anak saya,” lanjutnya.
Ratna berusaha tegar mengisahkan tentang suaminya yang masuk sel. Awalnya, keluarga mereka baik-baik saja. Namun, sang suami tergiur ajakan melakukan tindakan kriminal agar bisa melunasi utang rumah. Tidak berselang lama melakukan tindakan terlarang, ia tertangkap polisi. Vonis penjara 8 tahun lebih dijatuhkan hakim. Dia sudah menjalaninya 2 tahun.
Bantuan yang diserahkan kepada keluarga Napi. Foto: ACT Aceh
Di lokasi berbeda, kisah sama dialami Fitri (nama samaran). Ketika dikunjungi Tim ACT Aceh, MRI Banda Aceh dan Perwakilan Kemenkumham Aceh, perempuan itu memeluk erat putri kecilnya, sambil menangis menceritakan kondisi keluarganya.
ADVERTISEMENT
Fitri tengah berjuang menafkahi anaknya seorang diri. Suaminya ditangkap polisi akibat tersandung sebuah kasus. Kini ia tinggal bersama ibunya. Penghasilannya hanya Rp 80.000 per minggu dari jasa menyetrika pakaian di dua rumah warga. Ia berhemat sebisa mungkin dengan uang tersebut.
Beberapa waktu lalu ia pernah mencoba usaha menjual sayur di depan rumah. Namun ia terpaksa berhenti. “Sayur dagangan saya tidak laku, modal pun tidak ada,” ujar yang lulusan D3 di salah satu perguruan tinggi di Aceh.
Kesedihannya semakin menguat selama dua bulan ini. Ia tidak diperbolehkan menjenguk sang suami karena penerapan tindakan pencegahan corona. Sementara putrinya terus meminta agar bisa bertemu sang ayah di penjara.
Melihat kondisi Fitri, orang di sekitarnya ikut merasa iba. Terkadang orang sekelilingnya memberikan bantuan. Masyarakat tidak pernah menjatuhkan stigma negatif kepadanya, meski sang suami telah berada di balik jeruji besi.
ADVERTISEMENT
Kepala Cabang ACT Aceh Husaini Ismail berharap agar bantuan yang diberikan Kemenkumham Aceh melalui ACT Aceh dapat bermanfaat. “Bu, anak-anak ini perlu dijaga agar tidak tercemar dengan lingkungan negatif,” pungkasnya.
Ia menuturkan, kesilapan orang tua tidak boleh diturunkan kepada anak-anaknya. Maka, sudah seyogianya kita membantu anak-anak seperti itu agar mereka menjadi generasi yang bermanfaat bagi bangsa dan agama. “Ayo kita peduli kepada mereka. Kita rangkul agar mereka merasa memiliki bahwa ternyata orang di sekitar masih peduli,” imbuhnya. [] Zulfurqan