Kisah Kepala Rutan Sigli, 6 Jam Bersama Napi saat Kericuhan Terjadi

Konten Media Partner
3 Juni 2019 23:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bagian depan Rutan Klas IIB Sigli usai kebakaran. Foto: Habil Razali/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Bagian depan Rutan Klas IIB Sigli usai kebakaran. Foto: Habil Razali/acehkini
ADVERTISEMENT
Mathrios Zulhidayat terkejut begitu melihat narapidana mulai lempar-lemparan batu dengan sipir saat memasuki Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIB Sigli, Kabupaten Pidie, Aceh. Ia yang menjabat sebagai Kepala Rutan berusaha menenangkan 466 narapidana yang mengamuk.
ADVERTISEMENT
Kejadian itu terjadi sekitar pukul 11.30 WIB, Senin (3/6). Tak lama setelah lempar-lemparan batu, api tersulut dan menghanguskan gedung utama di bagian depan Rutan yang berada di kawasan Benteng, Kota Sigli.
Mathrios tak mampu berbuat banyak. Ia terus berusaha menenangkan narapidana. Mereka mengamuk karena ada sipir yang menyita dispenser di 19 kamar Rutan. Penyitaan itu tidak pernah dikomunikasikan dengan sang Kepala Rutan.
Kepala Rutan Sigli, Mathrios Zulhidayat. Foto: Habil Razali/acehkini
Padahal dispenser di setiap kamar Rutan sengaja disediakan oleh Mathrios pada lima bulan lalu, untuk narapidana. Alasannya untuk menjaga kesehatan narapidana yang membutuhkan air hangat. Selain itu, dengan adanya dispenser, narapidana bisa menikmati air RO yang disebut lebih sehat.
"Karena kita memikirkan salah satu kebutuhan yang mendasar, jadi kita manusiawikan. Dengan ada dispenser yang membutuhkan air hangat itu kan gampang. Itu kita perjuangkan buat mereka," kata Mathrios saat bercerita dengan jurnalis, Senin malam, tak lama setelah ia keluar dari Rutan.
ADVERTISEMENT
Saat kericuhan pecah dan gedung dibakar, sejumlah sipir keluar dari Rutan. Sementara Mathrios masih berada di tengah-tengah narapidana. Narapidana menahan pria yang sudah dua tahun menjadi Kepala Rutan Sigli itu. Tapi ia bukan disandera.
Suasana Rutan Sigli Aceh pada Senin malam usai kebakaran. Foto: Habil Razali/acehkini
"Bukan disekap, mereka minta tolong. Mereka bilang bapak bantu kami, lindungi kami. Bapak harus bersama kami di sini," ceritanya dengan suara pelan.
Mendapat permintaan seperti itu dari narapidana, Mathrios tak mengiyakan. Ia malah bertanya, "Saya salat dulu boleh nggak?".
Kemudian dia melaksanakan salat Zuhur di musala Rutan bersama narapidana lainnya. Ia berada di dalam Rutan bersama narapidana selama enam jam: 11.30-17.30 WIB.
Ketika itu, Rutan dikuasai oleh narapidana. Bahkan aparat kepolisian tidak diperbolehkan masuk karena pintu masuk ditutup dari dalam. Mereka hanya memperbolehkan Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadiv PAS) Kanwil Kemenkumham, Meurah Budiman, masuk untuk negosiasi dan menyampaikan tuntutan mereka.
ADVERTISEMENT
"Saya enggak punya masalah sama narapidana. Malah mereka bilang: Bapak nggak punya masalah sama kami," ujar Mathrios.
Menurut dia, di dalam Rutan Sigli tidak ada kelompok-kelompok atau seorang pemimpin yang memerintahkan untuk bikin ricuh. Kebanyakan dari 466 narapidana tersebut memang kasus narkoba.
Wajahnya tampak lelah. Kantung matanya hitam. Di sela-sela wawancara, ia menyuruh seorang sipir untuk menyiapkan makanan sahur untuk narapidana. "Kalau kita memperlakukan orang lain baik, orang itu pasti baik," kata Mathrios.[]
Reporter: Habil Razali