Kisah Tuagila FC Bukber dengan Prokes Ketat, Jaga Silaturahmi di Tengah Pandemi

Konten Media Partner
2 Mei 2021 22:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Buka puasa bersama (bukber) merekatkan silaturahmi adalah ibadah di bulan Ramadhan. Di tengah pendemi COVID-19, tradisi ini tetap berlangsung.
Komunitas Tuagila-Latansa foto bersama usai bukber. Foto-foto: Tuagila
Puluhan rekan telah tiba di Hutan Kota Coffee, sebuah lokasi yang ditunjuk untuk gelar buka puasa bersama (bukber) komunitas Tuagila FC-Latansa, di kawasan Tibang, Banda Aceh, pada Sabtu sore (1/5/2021). Masker menutupi muka, sebagian membiarkannya tergantung di leher.
ADVERTISEMENT
Saya tiba di lokasi 5 menit kurang dari pukul 18.00 WIB. Saat sampai tak langsung cipika-cipiki atau berjabatan tangan, maupun bercengkerama dengan mereka yang telah duluan. Tapi memilih merapat ke westafel untuk mencuci tangan, patuh pada protokol kesehatan di tengah ancaman COVID-19 jahannam yang juga belum reda.
Buka puasa bersama adalah tradisi di Aceh. Menggelarnya di musim corona perlu persiapan matang jauh-jauh hari, termasuk memilih tempat yang cocok. Di lini group whatsapp, Coach Tuagila FC, Ais Kibo telah memberikan sejumlah wejangan untuk semua peserta; ‘harus patuh pada protokol kesehatan atau dicoret’.
Dicoret adalah kata-kata yang menakutkan bagi kami di Tuagila FC. Itu berarti tidak akan lagi diajak dalam uji-uji tanding dan latihan bersama sepak bola. Dan ini sungguh menjengkelkan. Tuagila FC adalah klub sepak bola amatir di Banda Aceh, dihuni para pecandu kulit bundar yang sebagiannya sudah berusia di atas 40 tahun. Mereka kerap latih tanding bersama (Latansa) anak-anak muda, untuk menjaga kebugaran. Tuagila FC juga komunitas partner acehkini dalam urusan olah raga.
ADVERTISEMENT
Peserta yang sakit dengan gejala mirip COVID-19 atau punya kontak dengan pasien corona diwanti-wanti tak menghadiri persamuhan itu. “Ini untuk menjaga yang lain tak tertular, untuk kenyamanan dan keamanan,” jelas Ais.
Hutan Kota Coffee di Tibang, Banda Aceh yang nyaman untuk tempat berbuka di tengah pandemi.
Tak sulit melakukan sosialiasi Cleanliness, Health, Safety & Environment Sustainable (CHSE) -meminjam program pemerintah yang sedang ngetrend- kepada peserta. Semboyan ini juga didengungkan dalam agenda Aceh Festival Ramadhan 2021 yang sedang berlangsung di Taman Budaya Aceh. Acara ini juga ramai pengunjung.
Sebabnya, gelar bukber di tengah pandemi COVID-19 dengan sistem sama pernah dihelat Tuagila FC pada 2020 silam. Terbukti penerapan prokes ketat, membuat seluruh personel aman-aman saja dari corona setelahnya.
Prokes ketat kadang menjengkelkan. Alhasil, hanya 60-an peserta atau 2/3 dari total peserta mendaftar, yang berhadir di Hutan Kota Coffee. Sebagian berhalangan, sebagiannya mengaku tak sehat.
ADVERTISEMENT
Jelang berbuka, seluruh peserta telah duduk di kursi-kursi tersedia, mengenakan kaos yang sama bertuliskan ‘Rozbit Pust Spolecne’ bahasa Chechnya yang berarti ‘Buka Puasa Bersama’. Baju ini dirancang khusus oleh Edi IP, designer ternama asal Banda Aceh. Kaos selalu dicetak khusus saban tahun untuk acara buka puasa bersama sejak 2017, dengan bahasa asing berbeda.
Ketua Panitia, Ahmad Mirza yang juga owner Hutan Kota Coffee, tak berhenti memandu pramusaji untuk melayani para peserta. Menu nasi, kuah beulangong dan soto terhidang di meja, plus aneka minuman dan kue-kue.
Tepat pukul 18.49 WIB, sirene berbunyi dan semuanya larut mencicipi hidangan tersedia. Gelak canda terdengar, dan topik tentang COVID-19, mudik, politik dan sepak bola mengalir saja tanpa dipandu.
Suasana buka puasa bersama.
Coach Ais Kibo menyebut agenda bukber digelar sesuai permintaan personel, untuk silaturahmi. Maklum, saat Ramadhan jarang berkumpul sama di lapangan bola karena tak mungkin bermain dalam suasana berpuasa. “Kita fasilitasi bukber, setelah semuanya sepakat patuh aturan,” sebutnya.
ADVERTISEMENT
Ketua Komunitas Tuagila-Latansa, M Riski alias Kiki Black, mengakui silaturahmi dan solidaritas adalah roh komunitas yang telah ada sejak pascatsunami Aceh. “Hanya dengan begitu, komunitas ini tetap kuat sampai kini. Maka dalam kondisi apapun, tradisi merawat kebersamaan harus dijaga,” sebutnya.
***
Sayup-sayup azan Magrib terdengar berkumandang. Para personel antre mengambil wudu dan merapatkan shaf salat di bawah bangunan rumoh Aceh. Salat magrib berjemaah dilakukan bergantian di lokasi itu.
Setelahnya, kami kembali berkumpul menghabiskan makanan dan cerita-cerita yang tertunda. Kopi mulai terhidang di meja-meja, setelah piring-piring yang berserakan dibereskan.
Mengatur barisan di sesi foto bersaama
Lalu sesi paling heboh berlangsung, foto bersama sambil menvideokan ucapan selamat lebaran Idul Fitri 1442 H yang akan rilis di malam lebaran.
ADVERTISEMENT
Jelang waktu Isya, Ahmad Mirza berbisik kepada saya, “kita tarawih di sini bang.” Saya mengiyakan.
Sebagian peserta pulang sebelum jadwal Isya dan tarawih dimulai. Saya dan sebagian lainnya memilih bertarawih di Hutan Kota Coffee yang nyaman. Doa-doa mengalir di akhir rakaat salat witir, agar seluruh umat dijauhkan dari segala bala dan wabah penyakit.
Agenda silaturahmi terus berlangsung sampai satu jam kemudian. Sekitar pukul 22.00 WIB, peserta bubar, meningalkan lokasi setelah menjalani siraturahmi yang tak biasa di tengah pandemi corona. []