Kisah WNI Jalani Karantina di Korea Selatan, Pemeriksaan Ketat dan Bantuan (2)

Konten Media Partner
15 April 2020 13:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah Korea Selatan (Korsel) memberlakukan karantina mandiri untuk setiap orang yang masuk ke wilayah Korea Selatan. Kebijakan ini diambil setelah kasus virus corona atau COVID-19 di dalam negeri berkurang drastis, namun ditemukan sejumlah kasus positif pada orang-orang yang masuk ke negeri itu. Pasangan suami istri asal Indonesia membagi pengalamannya kepada acehkini, saat menjalani karantina di Korea Selatan.
Wikan dan Istrinya, Cut Nora saat menjalani karantina mandiri di Korea Selatan. Dok, Pribadi
Kebijakan ini harus dituruti semua orang, baik warga negara asing maupun warga negara Korea sendiri. Pemerintah Korea sudah mengumumkan tidak ada toleransi bagi mereka yang melanggar karantina mandiri ini. Pelanggaran terhadap ketentuan, mendapatkan sanksi tegas dari Pemerintah Korsel, berupa denda maupun penjara. Bagi pendatang asing, akan dideportasi ke negara mereka.
ADVERTISEMENT
Awal April 2020, media di Korea memberitakan ada beberapa pelanggaran yang dilakukan, mereka lalu diberikan sanksi. Bagaimana sebenarnya proses karantina mandiri yang diterapkan Pemerintah Korea? Simak kisah berikut:
Septianto Wikan Nurhidayat tiba dengan selamat di Korea pada Minggu (5/4/2020). Setelah turun dari pesawat di Incheon Internasional Airport, sepanjang jalan menuju pos pemeriksaan terdapat banner yang mengingatkan untuk mendownload aplikasi Self Diagnosis. “Tidak sulit, di playstore ada. Kalau belum mengerti juga ada link dan barcode yang langsung discan dan memasukkan identitas dengan nama corona. Ini nantinya akan dicek di pos selanjutnya,” kisahnya kepada acehkini, Selasa (14/4/2020).
Sampai di pos pemeriksaan mereka disambut oleh petugas yang sudah memakai baju lengkap, diperiksa suhu, diberikan form Self Quarantine, Isolation Notice atau tentang Karantina mandiri yang sudah diisi petugas sesuai data untuk dibawa ke pos selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Bagian selanjutnya, mereka dicek apakah sudah menginstal aplikasi oleh petugas yang ada. Kemudian ditanyakan nomor handphone yang bisa dihubungi di Korea. “Akan diperiksa sampai diketahui bahwa nomor ini aktif atau tidak oleh petugasnya,” kisah Cut Nora, istri Wikan.
Pengumuman cegah COVID-19 di salah satu taman di Kota Seoul, Korea Selatan. Foto: Khiththati/acehkini
Nantinya, Pemerintah Korea Selatan akan melacak mereka yang mendarat ini, apakah menjalani karantina mandiri atau tidak. Nomor ponsel tersebut tidak boleh mati atau dinonaktifkan. Bila nomor tidak dapat dilacak, petugas akan datang dan melakukan pemeriksaan ke kediaman mereka.
Sebelum menuju imigrasi, Wikan dan istrinya mendapat form lain yang harus diisi. “Kalau nggak salah namanya restriction order on the scope, yang nantinya bersama data lain harus diberikan ke imigrasi, biasanya nggak ada form yang ini,” tambah Wikan.
ADVERTISEMENT
Setelah mengambil bagasi dan keluar dari pintu, mereka disambut lagi oleh petugas yang juga memakai pakaian pelindung lengkap. “Di sini uniknya, biasanya langsung mencari konter untuk membeli tiket bus, lalu diantar ke bagian kota bersangkutan,” kisah Wikan lagi.
Aturan naik bus di tengah wabah corona diberlakukan ketat. Wikan dan keluarga yang akan pulang ke kediaman mereka di kota Gangneung di Provinsi Gangwon, diminta menunggu sebentar sambil mengisi data serta diberi tahu jadwal bus, karena akan diberangkatkan dengan bus khusus. “Kami tidak boleh menaiki angkutan publik. Kalau tidak ada yang menjemput, akan diantar langsung,” jelasnya.
Saat bus khusus itu datang, tidak ada penumpang lain yang tampak. Hanya sopir dan seorang petugas yang mendampingi dengan pakaian pelindung. “Kami diminta duduk di kursi bagian belakang yang berselang jarak lima kursi dengan sopir dan tidak boleh bersebelahan walaupun keluarga, jadi harus duduk berselang,” ungkap Cut Nora.
ADVERTISEMENT
Bus meluncur dari terminal 2 ke terminal 1, dan ada satu penumpang lagi yang naik dan duduk di kursi paling belakang. Perjalanan ke Gangneung berlangsung lebih singkat dari biasanya. Tujuan bus ini adalah Gangneung Bugeonso atau publik kesehatan, sejenis Puskesmas di Indonesia.
“Karena ini hari Minggu dan sudah sore, di Puskesmas ini tidak ada yang mengetes COVID-19, jadi kami dipindahkan ke Puskesmas lainnya di sekitar itu dengan menggunakan ambulance,” kata Cut Nora.
Salah satu kawasan perbelanjaan di Seoul, sepi saat wabah corona. Foto: Khiththati/acehkini
Sesampai di lokasi, mereka dipersilahkan mengisi data dan berbicara dengan petugas lain di dalam dengan menggunakan line phone. Sehingga tidak ada kontak sama sekali dengan petugas yang ada di dalam, sejumlah pertanyaan diajukan tentang cek suhu dan kondisi kesehatan.
ADVERTISEMENT
Setelah pembicaraan selesai mereka diarahkan ke tenda di halaman, lalu ada petugas yang datang mengambil sampel menggunakan cotton buds. “Sampel diambil di sebelah kanan dan kiri tenggorokan dalam dan bagian hidung dalam dan rasanya perih jadi keluar air mata, anak saya nangis pastinya, buat yang dewasa saja sakit apalagi anak kecil. Namun, petugas melakukannya dengan cepat dan baik,” kisah Wikan.
Setelah semua tes selesai, keluarga WNI ini diantar ke rumah dengan ambulans dan diberikan beberapa pengarahan apa yang harus dilakukan selama 14 hari ke depan selama karantina. Hasil tes akan diberi tahu palin telat 2 hari selanjutnya. Di Puskesmas, mereka mendapatkan paket dalam amplop berwarna coklat. Paket ini berisi masker, hand sanitizer, termometer untuk mengecek suhu dan sebuah plastik sampah berwarna oranye.
ADVERTISEMENT
Awalnya mereka sempat panik juga karena diwajibkan melakukan cek suhu badan selamat 14 hari dan 2 kali sehari, sementara mereka tidak mempunyai termometer. “Ternyata Pemerintah Korea Selatan sudah mempersiapkan semuanya dengan baik dan saya sangat bersyukur,” ungkap Cut Nora.
Selang sehari kemudian, keluarga ini mendapatkan hasil pemeriksaan mereka. “Alhamdulillah semuanya negatif namun kami harus tetap melakukan karantina mandiri selama 14 hari ke depan, harus di rumah saja dan tidak boleh ke mana-mana,” tambah Wikan.
Setiap harinya juga keluarga ini harus mengisi data di aplikasi self diagnosis dan mengecek suhu dua kali setiap harinya, pada jam 11 pagi dan 4 sore. Setiap harinya juga ada petugas yang terus mengingatkan mereka lewat Short Message Service (SMS). Keluarga ini juga bisa menghubungi petugas yang bertanggungjawab untuk mereka jika ada sesuatu.
Paket makanan yang dikirimkan. Foto: Wikan
Selama menjalani karantina, mereka dikirimkan makanan oleh Pemerintah Korea Selatan, seperti air mineral, tuna kaleng, mie instan dan kare instan. Bantuan disalurkan oleh Bugeonso (Puskesmas) setempat. Kata Cut Nora, ada rekannya yang juga menjalani karantina mandiri ditawarkan pilihan, memilih uang 100 ribu won atau paket makanan. Rekannya memilih uang yang nilainya berkisar Rp 1,3 juta itu. Penyaluran bantuan tergantung kebijakan Bugeonso di beberapa wilayah Korea Selatan, tidak semuanya sama.
ADVERTISEMENT
Pada 14 April 2020, Bugeonso setempat berkunjung ke kediaman mereka, untuk mengecek keberadaan dan memfoto mereka. “Nggak nyangka mereka datang untuk mengecek, dan memberi bantuan segala,” kata Cut Nora.
Perjalanan dari Bandara sampai ke rumah dengan segala cek pemeriksaan dan fasilitas lainnya, semuanya gratis. “Saya mengapresiasi Pemerintah Korea Selatan yang sangat memperhatikan kami, walaupun bukan warga mereka tapi kami mendapatkan perlakukan yang sama seperti warga mereka,” tutup Wikan. []
-----------------------
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!