Mampu Baca Alquran Menjadi Pembeda Caleg di Aceh dengan Daerah Lain

Konten Media Partner
3 April 2019 13:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Uji mampu baca Alquran bagi Caleg di Aceh, beda dengan daerah lain. Foto: Yudi
zoom-in-whitePerbesar
Uji mampu baca Alquran bagi Caleg di Aceh, beda dengan daerah lain. Foto: Yudi
ADVERTISEMENT
Tahapan pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 bakal digelar serentak untuk memilih Calon Anggota Legislatif (Caleg) dan Calon Presiden (Capres), pada 17 April 2019. Semua provinsi di Indonesia pun memiliki aturan sama dalam menggelar pemilu, kecuali Provinsi Aceh.
ADVERTISEMENT
“Kita mempunyai sejumlah keistimewaan dalam menggelar pemilihan, dan ini tidak semua orang di luar Aceh paham,” kata Akmal Abzal, anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh kepada Acehkini, Rabu (3/4).
Keistimewaan itu, adalah adanya partai lokal dari Aceh yang meramaikan Pemilu. Pesta demokrasi tahun ini, ada sebanyak empat partai lokal Aceh sebagai peserta Pemilu.
Partai lokal yang dimaksud adalah Partai Aceh (nomor urut 15), Partai Sira (16), Partai Daerah Aceh (17) dan Partai Nanggroe Aceh (18).
Empat partai lokal Aceh bersama partai lainnya. Dok. KPU RI
Keempat partai lokal tersebut punya akses terbatas, dibandingkan dengan 16 partai politik lainnya.
Partai Lokal hanya berhak menempatkan calegnya di tingkat parlemen provinsi dan kabupaten/kota.
“Tidak untuk DPR RI, sebagaimana partai nasional,” ujar Akmal.
ADVERTISEMENT
Keberadaan partai lokal di Aceh berawal dari kesepakatan damai untuk menghentikan konflik antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Kesepakatan itu lalu ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Filandia. Hingga kini kesepakatan tersebut dikenal dengan istilah Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.
MoU Helsinki membuka jalan bagi berdirinya Partai Lokal di Aceh, tertuang dalam poin 1.2 tentang Partisipasi Politik.
Selanjutnya dibuat dasar hukumnya, Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Aturan partai lokal tertuang pada pasal 75 sampai 95 undang-undang tersebut. Kemudian diperkuat Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh.
Undang-undang paling anyar tentang Pemilhan Umum (Pemilu), UU Nomor 7 Tahun 2017 juga mengakomodir keistimewaan Aceh. Salah satunya di pasal 569:
ADVERTISEMENT
Partai lokal juga memiliki keistimewaan lain dalam mengusulkan calegnya. “Kuotanya sampai 120 persen,” kata Akmal Abzal.
Ketentuan tersebut diatur dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2008 tentang Partai Politik Lokal peserta pemilihan umum anggota DPRA dan DPR kabupaten/kota, sesuai dengan UU Pemerintahan Aceh. Pasal 17 qanun tersebut menuliskan:
ADVERTISEMENT
Kondisi tersebut membuat caleg dari partai lokal di Aceh untuk DPR Aceh dan DPR Kabupaten/Kota lebih banyak dari caleg partai nasional, pada tingkatan yang sama dalam Pemilu 2019.
20 bendera partai di kantor KIP Aceh. Foto: Adi Warsidi
Semua Caleg Provinsi dan Kabupaten Mampu Membaca Alquran
Perbedaan lainnya yang tak dimiliki wilayah lain di Indonesia adalah, para caleg di Aceh untuk tingkat DPR Aceh dan DPR Kabupaten/Kota wajib mampu membaca Alquran.
Namun aturan ini tidak berlaku untuk caleg dari Aceh yang maju ke DPR RI. Teknis pelaksanaan ini diatur Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2008. Peraturan ini tidak berlaku untuk caleg non muslim.
Untuk Pemilu 2019, uji mampu Alquran dilaksanakan pada Juli 2018, menjadi syarat pendaftaran bagi caleg tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pengujiannya dilakukan oleh juri independen dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.
ADVERTISEMENT
“Saat itu diuji oleh sekitar 30 juri yang terbagi dalam 10 tim sesuai Dapil untuk caleg provinsi. Untuk caleg kabupaten/kota diuji oleh tim di daerah masing-masing,” kata Kepala Bagian Program, Organisasi, Data dan SDM pada KIP Aceh, Nasruddin Hasan.
Menurut salah seorang penguji, Ustad Zulhadi, penilaian uji baca Alquran meliputi melafalkan huruf hijayah, ketepatan membaca baris, dan sisanya penilaian untuk adab.
“Standar qanun bisa baca Alquran yaitu huruf tidak salah baca dan tidak salah baris (harakat),” kata Nasruddin.
Di Aceh, aturan tersebut dilaksanakan sejak Pemilu Legislatif 2009. Selain untuk anggota dewan, kewajiban juga berlaku tapi juga para calon gubernur, bupati yang maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
ADVERTISEMENT
Pada Pilkada 2017 misalnya, para calon diuji secara terbuka di Masjid Raya Baiturrahman.
Akmal Abzal, Komisioner KIP Aceh. Foto: Yudi
Akmal menyebut Pemilu 2019 kali ini sendiri tak semua caleg lulus uji baca Alquran. “Jika ada yang tak lulus, maka dicoret dan diganti dengan caleg lainnya, sesuai usulan partai,” ujarnya.
Saat uji tersebut dilakukan, untuk tingkat DPR Aceh misalnya, sebanyak 39 orang yang dinyatakan gugur karena tak mampu membaca Alquran. Mereka kemudian diganti oleh partainya. Jumlah caleg untuk DPR Aceh tercatat sebanyak 1.298 orang dari 20 partai politik.
Perbedaan lainnya adalah pada nama penyelenggara Pemilu. Di Aceh, Komisi Pemilihan Umum (KPU) disebut Komisi Independen Pemilihan (KIP). Sementara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Aceh bernama Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih).
ADVERTISEMENT
Reporter: Adi Warsidi